Wattpad Original
Ada 5 bab gratis lagi

Bab 4: Kecemasan Kara

16K 1.7K 21
                                    

Aku membuka mata dan langsung merasa kehilangan ketika meraba sisi kasurku yang kosong. Keningku mengerut heran ketika menatap celah tirai yang tidak tertutup rapat, dan mendapati langit masih gelap. Ini baru dini hari, tapi Dirga sudah pergi. Perlahan aku bangkit duduk, berusaha mencari tahu ke mana perginya cowok itu.

Semalam, setelah melepas kangen dengan pelukan berjam-jam diselingi ciuman kecil, Dirga mengajakku makan malam. Kami memesan makanan melalui aplikasi pesan antar, dan menikmatinya sembari menonton Netflix. Untuk urusan film, aku dan Dirga satu selera sehingga kami nggak pernah berdebat soal ini. Aku dan Dirga sama-sama serius menonton tanpa melakukan apa-apa selain mengunyah kentang goreng.

Tadinya Dirga ingin pulang. Namun, aku mencegahnya dengan dalih masih kangen. Aku heran kenapa dia buru-buru ingin pulang, padahal biasanya selalu menginap di apartemenku nyaris setiap akhir pekan. Apalagi, Dirga bukan pekerja kantoran yang harus bekerja hari Senin pagi atau memimpin rapat penting.

Meski terlihat enggan, Dirga menuruti kemauanku, untuk menginap. Dia melepas celana jinnya, menyisakan boxer hitam, dan kaos oblong yang semula tertutupi kemeja. Tangannya langsung dilebarkan, bersiap merengkuhku ke dalam pelukannya.

Namun, dia berbohong. Ini masih pukul tiga pagi, dan Dirga sudah tidak ada. Aku berjalan keluar kamar sembari memanggil-manggil namanya. Kemeja dan celana jeans Dirga sudah tidak ada. Begitu juga dengan kunci mobilnya yang selalu ditaruh di meja dekat televisi.

Setelah memastikan kalau Dirga benar-benar tidak ada, aku duduk di sofa ruang tengah. Pikiranku kembali penuh dengan berbagai spekulasi. Apa yang sebenarnya tengah Dirga lakukan? Kenapa aku mudah sekali terombang-ambing oleh kelakuan Dirga yang nggak menentu?

Berhubung ini masih terlalu pagi, aku memutuskan untuk membaca buku, supaya mataku kembali mengantuk dan bisa tidur lagi sampai siang.

Nyatanya, sampai buku yang kubaca selesai, kedua bola mataku tidak juga terpejam. Sinar matahari sudah terang benderang ketika aku beranjak dari kasur dan mencampakkan buku yang sudah kubaca berulang kali.

Ponselku berdering. Nama Dirga muncul di layar. Aku langsung mengangkatnya.

"Halo, Sayang. Maaf ya, aku balik duluan nggak bangunin kamu. Kamu tidurnya pulas banget, nggak enak mau bangunin." Suara Dirga terdengar riang. Menyimak dari suara-suara di sekitarnya, sepertinya dia sudah berada di studio fotonya.

"Kamu pulang jam berapa sih, Sayang?"

"Hm ... kayaknya pas subuh gitu. Aku nggak lihat jam pas mau pulang. Tiba-tiba aku ingat kalau pagi ini ada pemotretan sama Make Over. Aku harus siapin set dari satu jam sebelumnya, supaya sesuai sama konsep yang mereka mau. Makanya pas tadi pagi Arya telepon, aku langsung balik, supaya bisa siap-siap."

"Tumben banget, kamu ambil kerjaan di hari Senin. Mana pagi-pagi banget lagi ...," gerutuku.

"Kalau ini bukan brand besar, mana mau aku repot-repot bangun pagi, Sayang? Pasti aku lebih pilih peluk kamu seharian dibanding kerja ...," Dirga terkekeh di akhir kalimatnya.

"Nggak mau dipeluk aja. Kemarin kamu ciumnya kurang banyak!" Aku masih menggerutu tidak terima.

Tawa Dirga pecah. "Iya, nanti dicium yang banyak."

"Gimana kalau nanti makan siang bareng?" Tiba-tiba saja sebuah ide terlintas di otakku.

"Hah? Aku nggak tahu ini selesainya jam berapa, Sayang. Biasanya kita lanjut foto terus, dan jeda makan siangnya bentar banget. Nggak akan cukup waktunya buat samperin kamu dulu. Nanti sore deh, aku ke apart kamu. Mau dibawain apa?"

"Aku aja yang ke studio kamu. Sekalian bawain kamu makan siang."

Terdengar suara hembusan napas panjang Dirga. Seperti yang sudah-sudah, aku memejamkan mata bersiap mendengarkan penolakan darinya. Aku sudah bisa membayangkan kalimat yang akan dia katakan. Meski dengan cara yang halus, Dirga pernah beberapa kali menolak ideku soal makan siang di kantornya ini. Sekarang aku baru sadar kalau selama Dirga bekerja di studio itu tujuh tahun terakhir, bisa dihitung jari berapa kali aku ke sana.

Over Again (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang