15. Hasil Penyidikan

18K 1.7K 1.2K
                                    

“Aku cuma mau kamu bahagia, tanpa dihantui rasa bersalah lagi.” — Sarah Anastasia.

Chapter ini diketik 8140 kata.

Happy Reading!

***

Sarah melihat wajahnya dari kaca yang kini ia genggam. Mencibir kesal, luka lebam itu belum hilang juga.

Reinal masuk ke kamarnya dan sudah rapi mengenakan seragam serta dibalut jaket dan sudah mengenakan sepatu juga.

Sebenarnya, Sarah enggan berangkat ke sekolah. Namun, Reinal memaksanya. Karena sebentar lagi akan diadakan ujian tengah semester. Menurutnya, Sarah sudah tidak lagi boleh ketinggalan materi pelajaran.

“Ayo berangkat,” titahnya dari ambang pintu.

Sarah langsung memasukan kacanya ke dalam tas. Berdiri lalu berjalan mendekat masih dengan wajah cemberut.

“Kenapa?”

“Aku takut, luka lebam ini jadi pusat perhatian.”

“Enggak akan, percaya.”

Reinal meyakinkannya. Lalu setelah itu mereka berangkat ke sekolah menggunakan mobil milik Reinal.

***

12 Ips 3.

Pak Mamat sudah masuk kedalam kelas. Tumben, pikirnya. Semua hari ini sudah berada di dalam kelasnya. Tidak ada bangku kosong.

“Buka buku paket kalian halaman 52, baca sekitar lima menit. Nanti akan Bapak jelaskan lagi,” kata Pak Mamat.

“Iya, Pak.” balas mereka serentak.

“Semoga nanti, Bu Rere gak keliling kelas,” bisik Agil pada Okan.

“Emangnya kenapa?” tanya Okan.

Tanktop Mpok Citra kebawa,”

Lantas jawaban Agil membuat bibir Okan berkedut. Karena Okan tahu, Mpok Citra merupakan seorang janda kembang di daersh rumah Agil.

Maunya sih sekarang dia ketawa terbahak-bahak, tapi berhubung Pak Mamat menyuruh mereka membaca buku paket, jadilah suasana kelas cukup hening.

“Gak bisa ketawa disaat lo ngelawak itu rasanya anjing banget, Wil,” balas Okan masih dengan bibir berkedut serta wajahnya yang merah padam.

“Tai lo, beneran punya Mpok Citra itu,” kekeh Agil seraya fokus pada bukunya.

Lima menit berlalu, Pak Mamat mulai menjelaskan materi yang tadi mereka baca sedikit. Namun, cukup membuat Agil nguap berkali-kali, murid tidak tahu diri memang.

“Demokrasi terpimpin adalah sistem demokrasi di mana seluruh keputusan berpusat pada pemimpin negara yang saat itu dijabat oleh Presiden Soekarno—”

“Assalamu'alaikum,”

“Wa'alaikumsalam, Bu Rere. Silahkan masuk,” kata Pak Mamat.

Sepertinya, hari ini merupakan hari tersial bagi mereka. Tidak ada pemberitahuan bahwa akan ada razia mendadak. Sontak semua wajah mereka pucat.

“Kenapa kalian? Mukanya kok pada pucat gitu?” tanya Pak Mamat.

“Belum makan, Pak. Dari lahir,” celetuk Agil menyembunyikan rasa kalutnya.

“Ibu akan melakukan razia sekarang, karena sebentar lagi akan memasuki pekan ujian tengah semester, Ibu mau kalian disiplin. Apalagi kalian sudah kelas 12 dan menjadi panutan adik-adik kelas kalian,” kata Bu Rere.

Reinalsarah [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang