Adzan subuh terdengar. Gadis yang tengah bersembunyi di balik selimutnya itu bergeliat sebelum akhirnya terduduk. Ia mengucek matanya pelan lalu turun dari kasurnya. Kakinya melangkah keluar kamar hendak pergi ke kamar mandi. Saat perjalanannya ke kamar mandi, ia berpapasan dengan seorang wanita paruh baya.
"Selamat pagi, Almeta!" sapa wanita paruh baya itu dengan senyuman khasnya. Almeta yang disapa ikut tersenyum.
"Pagi juga, Bu!" balasnya.
"Ibu duluan ke kamar mandi, ya," pinta Bu Narti. Almeta mengangguk mengiyakan.
Panti asuhan ini memang sangat sederhana. Awalnya kamar mandi ada dua, tapi karena kamar mandi khusus laki-laki masih di perbaiki, jadi sekarang hanya menggunakan kamar mandi perempuan. Jika dilihat dari luar akan seperti rumah pada umumnya. Karena memang itu hanyalah sebuah rumah biasa. Rumah yang menjadi tempat anak-anak yang kehilangan orang tuanya, rumah yang menjadi tempat penitipan anak dari kedua orang tuanya.
Saat Bu Narti berjalan menuju kamar mandi, Almeta memutuskan untuk duduk di salah satu kursi meja makan. Merasa tenggorokannya kering, ia menuangkan air ke dalam gelas lalu meneguknya hingga tandas.
Almeta meletakkan kembali gelas kosong itu lalu berdiri. Ia berjalan ke arah kamar anak perempuan. Setelah sampai di depan pintu, ia membukanya sedikit. Kepalanya ia condongkan ke depan untuk melihat situasi di dalam kamar.
Bibir tipisnya membentuk sebuah lekungan ke atas saat melihat mereka sedang bersiap mengenakan mukena. Ia kembali menutup pintu itu perlahan agar tidak menimbulkan bunyi. Almeta membalikkan badannya dan terkejut saat melihat Bu Narti ada di hadapannya.
"Ngapain?" tanya Bu Narti menatap Almeta heran.
"Lihat situasi, Bu," jawab Almeta seraya menampilkan deretan gigi putihnya. Bu Narti tersenyum dan menggelengkan kepala pelan.
"Ibu sudah selesai. Kamu mau mandi?" tanya Bu Narti lagi, Almeta pun mengangguk.
"Kamu mau ikut Ibu ke masjid atau sholat di sini?" Almeta tidak menjawab, ia justru kembali bertanya pada Bu Narti.
"Anak-anak sholat di mana, Bu?"
"Mereka ikut Ibu ke masjid."
"Kayaknya Meta sholat di sini deh," kata Almeta sembari menampakkan deretan gigi putihnya. Bu Narti tersenyum dan mengangguk lalu pergi meninggalkan Almeta.
Gadis itu segera berjalan ke arah kamar mandi untuk membersihkan badannya. Lima belas menit kemudian ia keluar lalu berjalan menuju kamarnya. Lebih tepatnya, kamar yang disediakan khusus untuknya.
Di dalam kamar, gadis itu menyiapkan keperluan sholatnya. Dirasa sudah siap, ia memulai sholat subuh dengan khusyuk.
Setelah selesai sholat, ia menengadahkan kepala sembari berdoa. Bersamaan dengan berakhirnya doa, ponselnya berbunyi. Ia membuka mukena yang ia kenakan lalu melipatnya. Almeta berjalan ke arah nakas dan mengambil ponselnya yang berdering.
Candra. Nama itu tertera di layar ponsel Almeta. Ia menekan tombol hijau guna menerima panggilan.
"Udah bangun, Ta?" tanya Candra di seberang telepon.
"Menurut lo?" Almeta bertanya dengan nada ketus, sementara Candra terkekeh mendengarnya.
"Sewot banget dah!"
"Ngapain nelfon gue?"
"Lo sekolah, gak?" Tanya Candra. Almeta terdiam sejenak untuk menjawabnya.
"Iya, kenapa?"
"Oke!" Candra memutuskan sambungan telepon secara sepihak. Almeta menggerutu kesal karena Candra tidak menjawab pertanyaannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Almeta Annora
Roman pour Adolescents"GUE SUKA SAMA LO!" - Almeta "Gue enggak!" - Elzio "Kenapa?" - Almeta "Ngaca sono!" - Elzio _________________________________________________ Namaku Almeta Annora. Nama yang indah bukan? Perempuan yang hidupnya terus bercahaya dan berambisi tinggi m...