2. Older

1.6K 183 19
                                    

"Kau akan pergi? Kau bisa menginap lebih lama lagi disini."

Dia nenek Cha, pemilik kedai langganannya sekaligus orang baik hati yang mengizinkan Seoji menginap di rumahnya selama pelarian. Mereka tak sengaja bertemu di dalam bus waktu itu. Dan ketika ia tahu jika Seoji memilih meninggalkan rumahnya, Nenek Cha menawarkan agar menginap dirumahnya. Ia tidak akan lupa dengan kebaikan Seoji. Dua tahun yang lalu cucunya harus dioperasi karena mengalami kecelakaan tabrak lari dan nenek Cha tak sanggup untuk membayar tagihannya. Ia telah mencari pinjaman ke berbagai tempat tapi tak satupun yang membantu. Saat dirinya akan menyerah dan berniat untuk membawa cucunya, Seperti sebuah keajaiban ternyata biaya operasinya sudah dibayar oleh Seoji.

"Aku ingin belajar hidup mandiri."

"Apa kau sungguh bisa?" Nenek Cha memastikan. Dia tidak yakin dengan Seoji yang sudah dari dulu hidup serba mewah.

"Daripada tinggal di rumah nenek, aku lebih ingin mencari rumah yang layak dihuni," ujar Seoji meremehkan.

Bukannya marah, nenek Cha hanya menghela. Ia tau betul bagaimana sifat Seoji yang biasanya memamerkan kekayaannya dan tanpa tau tempat menghina orang lain. Tapi dibandingkan dengan semua itu, Ia tau jika Seoji hanya gengsi. Wanita itu hanya ingin memperlihatkan sisi sangar dan sombongnya di depan semua orang padahal di dalam begitu  rapuh.

"Aku pergi." Seoji pamit dengan membawa kopernya.

Nenek Cha hanya bisa menatap punggung yang semakin lama semakin menjauh. Ia hanya berharap suatu saat wanita itu akan berubah dan ingin memperlihatkan sifat sebenarnya.

Seoji melihat rumah barunya. Ia sedikit takjub dengan pekarangan yang menampakkan bunga yang bermekaran. Sungguh pemilik lamanya merawatnya dengan baik. Ia masih menyeret kopernya seraya melihat interior keseluruhan tempat tinggal barunya. Ada satu sofa dan meja kecil di ruang tamu. Dan hanya ada satu kamar? Tapi tak apa toh dia juga akan tinggal sendiri disini.

Seoji mengangguk-angguk. Rumah ini tidak terlalu buruk. Walau yang menjadi sedikit masalah hanya karena tempat ini sedikit sempit dan lumayan jauh dari kota. Setidaknya masih lebih baik dibandingkan dia harus tinggal di jalanan. Entah ini keberuntungan atau semacamnya, ia menemukan uang disela-sela pakaiannya. Dan ternyata cukup untuk menyewa tempat ini selama tiga bulan kedepan. Awalnya ia ingin menyewa salah satu kamar di sebuah apartemen tapi uangnya tidak cukup untuk itu. Padahal dulunya ia hidup dengan kemewahan dan uang. Tak disangka kehidupannya akan berbalik sembilan puluh derajat dari sebelumnya.

Ia menghela nafas. Tak ada waktu untuk mengenang itu semua.

Seoji mengeluarkan semua pakaiannya dari dalam koper dan mulai menata ke dalam lemari. Menggantung dengan rapih tentunya. Tak lupa menata kosmetik di meja rias yang ada di sudut kamar.

Tak terlalu banyak yang bisa ia kerjakan. Barang yang ia bawa hanya sedikit jadi tidak memakan waktu lama hingga Seoji selesai menata.

Kehidupan barunya baru saja dimulai.

Ia akan memulai semuanya dari rumah ini.

Kakinya melangkah ke arah jendela. Menatap keluar objek yang ada sambil merasakan udara dingin yang menyapa lewat sentuhan di permukaan kulit.

Netranya tak sengaja menangkap sosok yang sedang duduk di halaman rumah. Sepertinya yang ia lihat menyadari jika dirinya sedang di tatap karena sekarang pria itu tersenyum ke arah Seoji.

Eits tunggu dulu, bukannya pria itu yang ia lihat tempo hari?

Pria itu bangkit dari tempatnya. Eui dapat melihat jika dia sudah melewati pagar rumahnya. Seoji menerka-nerka kemana pria itu akan pergi. Tidak mungkin ia pergi ke rumahnya, bukan?

Saat memikirkannya, Bel rumahnya seketika berbunyi dan pria itu sudah ada disana saat ia membuka pintu.

"Kenapa kau kemari?" tanya Seoji sedikit terkejut karena pria ini tiba-tiba menghampirinya.

"Kau yang melihatku lebih dulu. Jadi ku pikir aku harus menyapamu. Aku Jay."

"Ya! Anak muda. Harusnya kau bersikap lebih sopan." Berani-beraninya anak ingusan ini berbicara informal dengannya. Dan lagi caranya memperkenalkan diri juga tidak menggenakkan. Lihat saja kedua tangannya bahkan dilipat di depan dada.

Dasar angkuh.

"Kau lahir tahun berapa?" Tanya Seoji.

Pria tersenyum smrik, "Apa menurutmu menanyakan tahun kelahiran orang juga termasuk sopan?"

"Cih. Cepat katakan. Ada yang ingin ku pastikan."

Jay memutar bola matanya, "Tahun 2002, Puas?"

Sungguh nada bicara yang membuat kesal. Ingin rasanya Seoji memukul kepala pria itu.

Seoji melangkah mendekat bahkan ia terlihat seperti akan mencengkram Jay. Ia memajukan wajahnya, mengikis jarak hingga beberapa senti lagi wajah mereka akan bersentuhan. Deru napasnya bahkan sangat terasa di wajah Jay. Begitu hangat. Seoji menatap Jay selama dua detik hingga akhirnya tersenyum smirk.

"Aku lima tahun lebih tua darimu, anak nakal."

---

To Be Continue

Bad J | Jay EnhypenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang