4. Tactics

892 107 12
                                    

Seoji dibuat bingung sebab pikirannya hanya terus tertuju pada tetangganya. Rasa bersalah kian menyelimuti hingga dirinya sering kali memikirkan tentang bagaimana cara agar anak itu memaafkannya. Sejak kesalahan yang dilakukan tempo hari, ia menjadi tidak enak hati.

"Seoji-ah, daritadi aku perhatikan, kau hanya melamun. Memikirkan apa?" Tanya seseorang yang duduk besebrangan dengannya. Menyesap latte yang sedari tadi di atas meja.

"Eoh?" Seoji malah bingung sendiri namun akhirnya menjawab, "Tidak ada apa-apa." Dia ikut menyesap minuman dinginnya.

"Ah, benar. Aku datang ke rumahmu namun kau tidak pernah ada disana." Kemarin adalah kedua kalinya namun dia tak pernah menemukan presensi Seoji. Bibi Yoon bahkan tak memberikan jawaban yang ia inginkan.

Seoji menghela napas panjang, "Aku keluar dan memutuskan untuk hidup mandiri."

Seakan perkataan Seoji adalah gurauan, dia tertawa dan hampir saja tersedak dengan minumannya sendiri. "Kau? Hidup mandiri?" Dia kembali tertawa, "Imposibble." ujarnya dengan nada mengejek.

"Ya, Yu-ya. Kenapa kau mengejekku? Dasar teman laknat!"

"Ok, ok. Maaf. Lalu sekarang kau tinggal di hotel mana? La Reado?" Yang ia sebut adalah nama hotel yang sangat terkenal di Korea. Hotel bintang lima dimana biayanya bukan main bagi yang pertama kali ingin memesan. Namun bagi orang sultan yang dari awal notabenenya memang dibanjiri oleh banyak uang, harganya tidak seberapa, mungkin cuma sebatas membeli sebungkus tteobokki.

"Uangku tidak cukup menyewa kamar disana. Sepersepuluhnya bahkan tidak sampai." Mengingat uangnya yang sangat sedikit membuat kepalanya agak pening.

Mingyu mengusap kepala temannya itu. "Selamat hidup dalam kesengsaraan, Seoji-ah."

Seoji menepis tangan Mingyu, "Berhenti mengejekku." Dia mendecih. " Lebih baik seperti ini daripada aku harus dipaksa untuk menikah."

Jika tadi Mingyu hanya hampir tersedak dengan kabar perginya Seoji, sekarang ini dia benar-benar terbatuk karena tersedak.

Mingyu membulatkan mata saking terkejutnya, "Mwo? Kau akan dinikahkan?"

Seoji mengangguk, "Karena aku tidak ingin yah aku memutuskan untuk pergi."

"Wah, aku tidak bisa membayangkan jika kau benar-benar menerima pernikahan itu. Tapi menurutku tidak buruk juga jika kau menikah. Usiamu juga menurutku sudah matang dan lagi," Mingyu memerhatikan Seoji dengan seksama. "Kau juga cantik jadi tidak sulit mencari pria untuk dinikahkan denganmu. Bahkan jika itu aku, aku akan sangat siap."

"Hei, Mingyu-ssi. Kau baru saja menyatakan perasaanmu padaku?"

"Aku hanya mengungkapkan pendapatku. Tidak boleh?"

"Ne~ Ne~"

Mingyu hanya tersenyum melihat tanggapan Seoji. Sebuah senyuman yang sulit diartikan. Mungkin perkataan Mingyu hanya dianggap sebagai candaan belaka atau hanya sekedar kata biasa oleh Seoji namun bagi Mingyu berbeda.

Dirinya sudah lama menyimpan rasa terhadap temannya itu. Kalian sendiri tau, seorang pria dan wanita akan sangat sulit menjalin hubungan pertemanan karena salah satunya pasti menyimpan perasaan pada lainnya. Seperti yang Mingyu rasakan. Namun Seoji hanya menganggap Mingyu sebagai teman, sekaligus sahabatnya. Tidak lebih.

Terjebak dalam Friendzone sungguh memuakkan.

"Mingyu-ah, aku pulang dulu yah." Seoji melihat jam yang melingkar dipergelangan tangannya. Mengingat sekarang sudah sore, dia harus bergegas untuk pulang.

Mingyu mengambil jasnya, "Biar aku antar."

"Tidak perlu. Kau harus kembali ke kantormu. Arah kita berbeda."

"Tidak apa, aku bis---" ucapan Mingyu terputus sebab ponselny tiba-tiba berdering. Layar ponselnya menunjukkan nama ayahnya disana.

"Sepertinya kau sudah dicari. Kalau begitu aku pergi dulu yah, Mingyu-ah." Pamit Seoji.

"Seoji!" Panggil Mingyu dan Seoji pun menghentikan langkahnya lalu berbalik dan berjalan kembali ke arah Mingyu.

"Mingyu-ah, bolehkah aku melihat dompetmu?"

"Eoh?" Mingyu agak bingung namun pada akhirnya memberikan dompetnya pada Seoji.

Seoji mengeluarkan sepuluh lembar uang kertas di dalam sana. "Aku ambil sebagai ganti kau tidak mengantarku."

"Itu kebanyakan." Mingyu mengulurkan tangannya untuk mengambil kembali namun dengan sigap Seoji menjauhkan tangannya.

"Ini tarif khusus untukmu." Seoji memasukkan semua uang itu dalam tasnya. "Sekarang aku pergi. Dah mingyu-yah."

"... Oh iya sekalian bayarkan makanan dan minumanku. Aku harus berhemat." lanjutnya dengan senyuman yang agak menyebalkan lalu pergi.

Mingyu hanya bisa membuang nafas gusar melihat tingkah temannya itu.

***

Setelah kembali dari pertemuannya dengan Mingyu, Seoji tidak langsung masuk ke dalam rumahnya. Ia harus menyelesaikan masalahnya terlebih dulu hingga sekarang ini dirinya telah berdiri di depan pintu rumah dari Jay. Mengetuk-ngetuk agar yang berada di dalam dapat mendengarnya.

"Jay-ah," panggil Seoji.

Hening.

Tidak ada jawaban sama sekali. Beberapa kali dipanggil pun tidak ada sahutan. Bahkan Seoji merasa punggung tangannya akan melepuh karena mengetuk dengan cukup lama.

Apa mungkin anak itu sedang tidak berada di rumah?

"Apa yang kau lakukan disini?"

Seoji berbalik dan mendapati Jay yang sekarang berdiri tepat di hadapannya.

Seoji mengusap tengkuknya agak canggung. "Aku ingin meminta maaf karena masalah kemarin."

"Lupakan." Jay memutar kunci pintu agar bisa masuk. Jay tetap dingin rupanya. Namun Seoji tidak akan membiarkannya segampang itu.

"Tidak akan. Sampai kau benar-benar memaafkanku."

Jay mendecih, merotasi matanya karena gangguan dari presensi Seoji. "Oke. Ku Maafkan. Sudah kan? Jadi minggir!" Jay mendorong Seoji hingga wanita itu terjatuh.

Jay kegelagapan. Dia tidak menduga jika dorongannya akan sekeras itu. Niatnya hanya ingin membiarkan Seoji menyingkir dari hadapannya namun rupa-rupanya ulahnya sampai membuat Seoji terjatuh hingga ke lantai.

"K-Kau tidak apa-apa?" Tanyanya khawatir.

"Kau pikir jatuh ke lantai yang keras ini tidak sakit?" Seoji meringis dan mengusap-usap bokongnya yg terbentur di lantai dingin beralaskan kayu.

Jay membantu Seoji untuk berdiri. "Maafkan aku, Aku tidak bermaksud--"

"Maafmu itu tidak bisa membuat rasa sakitnya menghilang." Seoji menyela. Seakan dirinya menyoraki slogan 'tidak akan semudah itu ferguso'

"Baiklah. Apa yang bisa aku lakukan untukmu?"

Seoji tersenyum dan tentu saja Jay tidak nengetahuinya. "Ok. Saatnya membalas." Seoji membatin dan bersorak dalam hati.

---

To Be continue

Jika kalian suka dengan ceritaku, jangan lupa masuki ke library atau reading list kalian yah chingu and follow me for more information🧡


Bad J | Jay EnhypenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang