Filosofi seorang Arka

3 2 0
                                    

Waktu bergerak dengan cepat. Sekarang sudah pukul 3 lewat 15 yg artinya 15 menit lagi gerbang depan sekolah akan dipenuhi dengan murid SMA Perdana yg berlomba untuk pulang. Namun, sedari pagi tidak ada satu mata pelajaran yg nyangkut termasuk matematika, pelajaran yg paling aku sukai terasa hanya numpang lewat tanpa permisi bak angin lalu. Bahkan saat istirahat tidak ada sedikit pun rasa lapar yg membuatku ingin pergi ke kantin, sampai-sampai Arka harus menemuiku di kelas untuk memberikan makanan.

Kiara menepuk pelan pundakku, "Nad, lu nggak cape apa diem muluk? Lu bikin satu kelas heboh tau,"

"diem Ra, fokus ngapa belajar kimia." jawabku dengan tidak mengalihkan pandangan dari papan tulis.

"buset dah. Ehh tau nggak? lu skarang jadi tranding topik tau di kelas,"

"isotop, isobar, isoton." killahku mengalihkan pembicaraan.

Kiara mendengus sebal membuang pandangannya. "aelah, berantem sama kak Galih gini beut galaunya,"

"fokus Ra, fokus,"

"sejak abad kapan lu fokus banget sama pelajaran kimia? Biasanya tingkat fokus tertinggi lu kan, kalo belajar matematika." sindir Kiara dengan memberikan delikan melalui matanya.

"isotop, isobar, isoton." lagi-lagi aku mengalihkan pembicaraan.

"udah ngapa diulang muluk tu kata, udah lewat noh udah mau dihapus juga sama guru." tunjuknya pada guru yg sedang menghapus tulisan tersebut di papan tulis.

"isotop, isobar, ..."

"isoton!" potong Kiara dengan senyum tiga jari saat aku menolehnya, walau seperti tidak ikhlas. "Nad lu jadi berita puncak tau di kelas. Seorang Nada yg selalu menebarkan senyum, canda, tawa, yg rada gesrek, kaya anak kecil, pinter, tapi IQ rendah, masalah pelajaran dia tau, tapi barang sehari-hari nggak tau apa namanya, hahaha. Tapi sekarang kemana sosok Nada yg kaya gitu?"

Aku mendesis dengan sesekali mencatat tulisan di papan."bacot lu Ra."

"iiihhh beneran, gua dengernya kaya gitu." Kiara mendekatkan mulutnya di telingaku, kemudian mulai berbisik, "gua 'kan melakukan observasi tadi"

"gaya lu Ra, udah kaya agen intelegen."

Dan ....

KRINGGGGG!

KRINGGGGG!

KRINGGGGG!

Kiara bergegas memasukkan semua buku di atas meja. "surga dunia lu nyampe tuh."

Yah memang benar itu adalah bel pulang, yg biasanya adalah surga dunia bagiku, tapi hari ini itu tak lagi terjadi. Bahkan yg biasanya baris paling depan untuk keluar kelas sekarang tidak ingin meninggalkan kelas. Aku malah diam dengan pipi menyentuh permukaan meja lalu tangan menutupi kepala. Dan kiara, dia udah ngibrit buat pulang duluan.

"hoi, tukang ribut di kelas. Nggak pulang lu?" sapa Nando yg melewati tempat dudukku.

"tumben, biasanya tancap gas kalo pulang, sekarang malah kaya anak depresi" sahut Arfan ikut-ikutan.

"Eh bukannya arka masuk sekolah hari ini? Seneng dongk, harusnya."

"kayanya terjadi perang dingin Ndo," tebak Arfan dengan cengengesan.

"et, stop dongk. Jangan introgasi cewe gua, pake bawa nama gua lagi lu!" suara Arka tiba-tiba terdengar, sontak aku langsung mengangkat kepalaku dan mengganti mode sendu menuju mode senyum.

"gila! Cepet banget berubahnya, ini ni yg dinamakan cinta merubah segalanya," sindir Nando

"cabut yuk." ajakku kepada arka yg berada di depan pintu, dengan cepat aku menarik lengannya agar bisa menjauh dari dua cowo rese dan kepo itu.

"DASAR BUCINN!" teriak Nando dan Arfan

***

Di perjalanan pulang Arka menghentikan motornya di sebuah warung kecil dipinggir jalan, membelikan aku sebotol minuman dingin.

"Nad, kenapa lu sebegitu takutnya kalo kak Galih tinggal jauh dari lu?" Tanya Arka sambil meminum minumannya.

"gua juga nggak tau, tapi rasanya kaya ada konflik batin gitu. Haha... konflik batin," jawabku dengan tawa kecil.

Arka mendelik padaku. "Nad, gua ini cowo lu, dan gua tau lagi kaya apa lu sekarang. Jadi nggak usah lu tipu gua pake senyum lu."

"Aelah, Arka tau banget. Gimana cara ngindarnya yak?" tanyaku pada diri sendiri. "iya tau, emang yg bilang lu cowonya setan siapa?" jawabku masih dengan senyum.

"terserah lu Nad. Intinya gua Cuma mau ngasih saran. Gua emang nggak ngerti gimana serunya hubungan persaudaraan. Karna gua nggak punya kakak ataupun adik, gua Cuma sendiri. Tapi lu, lu punya kakak sebaik dan sekeren kak Galih, dan gua ngerti lu nggak mau jauh dari dia. Pertanyaannya mau sampe kapan lu kaya gini? Mau deketan trus" Arka menarik nafas panjang, "Lu pernah mikir Nad, tuhan aja nyiptain kehidupan dan kematian, tuhan nyiptain pertemuan dan perpisahan. So, lu harus siap sama segala kemungkinan yg bakalan terjadi. Lagian kak Galih pergi juga buat sekolah 'kan? suatu saat nanti dia juga bakalan pergi buat nikah dan berumah tangga. Truss lu pikir pas dia selesai nikah lu mau ikut dia?" tutur Arka dengan pandangan lurus kedepan.

"dan apa lu mau ...." Arka berdehem kecil lalu memutar badannya menatap serius ke arahku yg berada di sampingnya. "Mau ikut hanymond juga?" tambahnya dengan terkekeh.

"ya nggak lah. Dah gila lu!" aku langsung membuyarkan pandangan yg sedari tadi menatap Arka serius.

"haha... kirain"

"aku tersepona melihat kata bijakmu"

"terpesona bego" ucapnya sembari mengacak puncak kepalaku.

"Rambut gua, rambut gua nih." balasku pasrah sambil meniup rambut yg teracak kedepan mengalingi pandangan.

"jadiiiiii, sekarang tau apa yg mau dilakuin? Nada ndut,"

Dengan refleks aku memukul pelan lengan Arka. "iiiihhh apaan sih, pake bawa ejekan lama segala. Lagian gua kurus kecil kaya gini lu bilang ndut."

Arka memegangi lengan yg barusan kupukul, dan mulai tertawa lepas,"hahaha gua kangen aja Nad manggil lu kaya gitu, kaya zaman waktu kita baru kenal dulu," jelasnya masih dengan tawa, lalu mencubit pipi sebelah kiriku hingga aku meringis memegang tangannya.

"huuuu, sakit tau. Pohon rindang!" sindirku.

Arka menatap lekat dengan senyuman di bibirnya, "nama gua Rindarka, bukan Rindangka ndut, Cieee flashback panggilan jadul haha...."

"iya pohon nangka rindang!" ledekku sambil tertawa lepas, memberikan wajah yg sengaja ku julurkan sedikit lidahku untuk mengejeknya.

"buset ngajak ribut nih anak" arka menatap tajam, dan ku balas dengan tawa.

-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-

When Everything ChangesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang