Diary kita

2 1 0
                                    

     Setibanya dirumah aku bergegas menuju kamar, ntahlah, ada rasa malas untuk bertemu kak Galih. Biasanya sampe kamar langsung mandi, Tapi sekarang berasa males buat ngelakuin rutinitas yg biasa aku lakukan ketika pulang sekolah. AAARRGGHH aku sendiri juga nggak ngerti, kenapa aku tiba-tiba malas untuk melakukan sgala sesuatunya. Bahkan sekarang hanya bersantai di hammock yg ada di balkon, memikirkan kalimat bijak Arka yg jarang ia ucap.

"tumbenan pola pikirnya bijak, biasanya Cuma ngebacot doang,"

"kesambet apaan yak tu anak? Apa jangan-jangan pas main layangan kemasukan setan kali ya? Atau udah suka sama anak kuburan yg ia baperin?"

"penasaran deh, tu anak selama di scors ngapain aja? Kok bisa keluarin kata-kata bak motivator,"

"tapi bener juga, masa iya gua mau ikut hanymond kalo kak Galih nikah,"

"kayanya ada benernya juga deh tu anak, gua nggak mungkin mau ikut kak Galih truss. Ok Nada kamu nggak boleh marah lagi sama kak Galih. Eh tapi salah kak Galih juga pake acara ngebentak."

"ckckck, MAMA! Nada bingung!" rengekku seolah ada mama disini, padahal nggak, hehehe.

Aku terperanjat mengingat suatu hal "bentar deh. Apa tadi aku bilang Arka suka sama anak kuburan yg ia baperin? Oh tidak bisa, gesrek-gesrek kaya gitu cowo gua, cinta pertama yg akan terkenang sepanjang masa."

Aku pun membuyarkan fikiran itu kemudian sedikit tertawa kecil "hahaha, udah ayo mandi Nada!" ucapku menghentikan pembicaraan seru yg hanya dilakukan oleh fikiran dan hati namun, terucap oleh mulut. Huft berasa jadi orang gila ngomong sendiri, hehehe untung ngomongnya Cuma berbisik.

*******

Dengan rambut yg masih basah, aku menghempaskan badan di ranjang sambil memainkan handfone. Perlahan cahaya terik telah berubah warna menjadi orenge, menandakan matahari akan terbenam. Sinarnya masuk ke ruangan kamar yg jendela kacanya sengaja belum aku tutup tirai, dan lampu yg tidak ku hidupkan.

"Hmm sudah lama aku tidak melakukan ini, menikmati senja di sore hari." Mataku benar-benar menyorot ke arah balkon yg secara nyata merubah sore menjadi malam.

Namun, tak lama ada yg menghidupkan lampu kamar.

"hei, kasurnya bau apek ntar. Rambut masih basah juga udah rebahan di kasur." ucap seseorang yg menghidupkan lampu.

Ya, tak perlu aku membalik badan, aku sudah tau siapa pemilik suara itu. Kak Galih pasti dia.

Tapi ntah mengapa tiba-tiba aku teringat kata-kata sang motivator, Arka. Alhasil aku bangun dari posisi nyamanku dan menyambut kak Galih dengan senyum yg mungkin dia tau, itu tidak ikhlas.

"ciee udah nggak marah lagi ya?" ledek kak Galih mendekat, ia juga membawa totebag berwarna hitam.

"dek maaf ya kakak udah ngebentak kamu," lanjut kak Galih lirih, dan duduk di sampingku.

"hmmm." jawabku dengan wajah sedatar-datarnya.

"eh, kakak ada sesuatu." tambahnya lagi sambil mengangkat totebag yg ia bawa.

"mau nyogok?" tanyaku dingin.

"nggak tuh, nih liat isinya," jawab kak Galih dan mengeluarkan dua buku seperti buku diary yg bersampul hitam.

"nih satu buat kamu dan satu lagi buat kakak."

"mmm ok, makasih," jawabku sembari mengambil buku yg kak Galih berikan.

"ini akan jadi alat komunikasi kita, jadi walaupun nanti kakak kuliah kamu masih bisa cerita banyak hal ke buku diary ini, sama kaya kamu cerita ke kakak," jelas kak Galih.

"truss?" tanyaku seolah perduli, padahal jujur saja aku masih kesal.

"nah, kita 'kan nggak tau seberapa sibuk kakak dan kamu nanti, takutnya kita nggak bisa sering telfonan, chatan, kasih kabar, curhat, dan banyak hal yg nggak akan seru kalo nggak ada satu sama lain. Makanya kakak kasih kamu buku diary ini." Jelasnya sekali lagi yg membuat sedikit perhatianku tertarik pada diary ini.

"truss?"

"jadi kamu tulis apapun, apapun di diary ini, yg sebelah kanan aja tapi. Soalnya kakak 'kan pasti pulang tuh satu bulan minimal sekali lah, kakak bakalan bales di belakangnya atau tempatnya di sebelah kiri pas di halaman kedua bukunya. Haduuhh kok belibet yak, ngerti nggak kamu?"

"ya. Maksudnya Nada disuruh cerita ke buku ini, Cuma di bagian depan aja 'kan soalnya bagian belakang dari kertas itu buat kakak ngebales ceritanya."

"nah pinter kamu, jadi namanya bukan diary aku atau diary kamu, tapi diary kita. Jangan tulis tanggal, biar satu hari bisa nulis sepuasnya, kalo tulis jam nggak papa," jelas kak Galih dan ku balas dengan anggukan. "kalau mau di gambarin boleh kok dari sekarang, ya udah deh kakak mau lanjut berniaga di pulau kapuk, hehehe," lanjutnga dan perlahan keluar dari kamarku.

"Huft ada-ada aja." ucapku mulai membuka buku tersebut, mengambil pulpen dan berencana membuat cerita indah.

Ketika ujung pulpen menyentuh kertasnya tiba-tiba....

"jangan tulis sekarang, ntar pas kakak udah mulai beranjak pergi dari rumah ini!" kejut kak Galih memberikan peringatan dengan kepala yg mencuat dari belakang pintu.

Ku elus dada karna kaget sembari menggelengkan kepala. "etdah, pake acara balik lagi."

"Tapi emang bisa di tanjak nih rumah!" bisikku dan mungkin hanya aku yg mendengarnya.

When Everything ChangesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang