Prolog

1K 91 0
                                    

Rena

Begitulah tulisan pada lembar pertama sebuah buku yang sedang dipandangi oleh pemiliknya. Sesaat kemudian, ia membalik lembaran demi lembaran mencari halaman kosong yang bisa ia gunakan.

"Rena, nggak pulang?"

"Bentar lagi, duluan aja, aku masih mau gambar." Rena menanggapi pertanyaan Koyami tanpa menatapnya, matanya sibuk fokus pada sosok karakter yang sedang digambarnya. Koyami paham, dia segera berlalu meninggalkan Rena. Koyami tau Rena seperti apa, saat dia sudah mulai fokus, dia takkan peduli pada apapun di sekitarnya.

Sekarang, ruang kelas hanya dihuni oleh Rena, teman sekelasnya sudah berhamburan keluar kelas saat mendengar kabar dosen tidak masuk di jadwal terakhir hari ini.

Biasanya, Rena memang betah berlama-lama di suatu ruangan sendirian, menggambar karakter anime kesukaannya, dan membubuhkan sedikit dialog ke dalamnya, tapi kali ini dia takkan tinggal sampai matari terbenam. Ia memutuskan untuk pulang.

Kereta bawah tanah yang biasanya selalu padat kini terlihat renggang, Rena bebas duduk di manapun dia mau. Sebenarnya sedikit aneh melihat kereta yang ditumpanginya bisa dibilang sangat sepi, mengingat Tokyo adalah kotanya orang-orang sibuk, ya meskipun begitu Rena takkan mau ambil pusing memikirkannya.

Tepat di sebela Rena duduk, ia menemukan sebuah buku berwarna merah tua, 火, hanya itu yang terlihat di bagian depan . Tentu dia tak asing dengan bentuk tulisan itu. Karakter kesukaannya tinggal di negara dengan simbol itu.

Menarik. Akan ku kembalikan jika menemukan pemiliknya. Batinnya.

Rena menghempaskan tubuhnya di kasur begitu ia sampai apartemennya. Beberapa detik ia memangdangi langit-langit kamarnya, sampai ia teringat pada sesuatu.

Ia merogoh asal totebag-nya dan menemukan buku kecil yang sebelumnya dia pungut.

Ia membuka lembarannya dengan hati-hati, karena kertasnya sangat tipis. Ia tak ingin merusak barang orang lain. Rena mengubah posisi dirinya menjadi duduk bersila, dengan sebuah bantal di pangkuannya, dia membuat posisi ternyaman baginya.

Halaman pertama menampilkan gambaran wajah-wajah pahatan para pemimpin desa yang ada di negara api. Gambarnya sangat bangus, Rena sangat terpukau. Bahkan, gambar Rena yang selalu dipuji temannya terlihat tidak ada apa-apanya dibanding gambar ini. Rena semakin penasaran. Ia ingin menemukan indentitas sang empunya dan mengembalikan buku ini, juga berharap agar bisa berbincang sedikit dengannya.

Halaman kedua, menampilkan sebuah daun dengan mengandalkan warna dari arsiran pensil yang sedang diterpa angin. Di bawah daun itu terdapat sebuah tulisan kecil. Sangat kecil sampai-sampai Rena sedikit kesulitan membacanya.

Semua yang terjadi karena harapanmu. Takdir membawamu menemuiku, tapi kejadian berikutnya karena keputusanmu.

Rena yakin ia tak salah baca. Apa pemilik buku ini mencoba untuk berpuisi? Ntahlah. Rena hanya mencari identitas sang pemilik.

Halaman berikut tampak gambar seperti gurun pasir. Kali ini ada sebuah tulisan yag sedikit kecil dari sebelumnya. Tulisan itu berada di sudut kiri bawah, ntah kenapa Rena menemukannya.

Kau punya kesempatan untuk berhenti sebelum membuatmu berurusan lebih jauh lagi.

Dua lembar berikutnya Rena mendapati gambar air yang menetes dan batu yang terlihat mencolok dari batu-batu yang lainnya.

Rena takjub melihat semua gambar yang dilihatnya, segalanya tampak nyata walau tanpa pensil warna, sang seniman ini hanya mengandalkan warna hitam putih. Rena malah penasaran dengan gambar-gambar selanjutnya. Sepertinya ia melupakan tujuannya membuka buku itu.

Rena menjadi candu membalik kertas yang sangat tipis itu. Kali ini ia melihat seperti kilatan petir. Di ujung bagian petir itu ada tulisan lagi, jauh lebih kecil dari tulisan di gambar gurun pasir sebelumnya. Tapi Rena berusaha membacanya, ia takkan mau melewatkan sedikit pun dari isi buku itu. Buku itu telah menarik seluruh perhatiannya.

Aku tau kau takkan berhenti. Tapi kau harus ingat segala hal memiliki konsekuensi.

"Benar segala sesuatu pasti akan berakibat." Ucapnya tanpa sadar.

Rena terus membalik lembaran demi lembaran halaman yang terus membawanya pada gambar dari hampir semua karakter di anime kesukaannya. Karakter lelaki tampan dengan tiga garis di masing-masing pipinya, tergambar tanpa celah, setidaknya begitu menurutnya. Ya, dia memang tokoh utama. Tentu saja seniman buku ini menggambarkannya dengan sempurna.

Rena memperhatikan dengan seksama, tanpa melewatkan pujian pada setiap gambar yang keluar begitu saja dari mulutnya.

Saat asik menikmati gambar menakjubkan, sebelah alis Rena terangkat ketika melihat sebuah halaman tanpa gambar, hanya ada tulisan tangan biasa, dengan ukuran biasa. Tak terlalu besar, juga tak terlalu kecil seperti tulisan sebelumnya. Selain heran dengan adanya tulisan biasa di antara gambar yang luar biasa, ia juga tak begitu mengerti maksud isi tulisannya.

Kau sudah masuk dan tak bisa keluar. Untuk selanjutnya, kau hanya akan memperhatikanku. Bahkan kau tak menyadari apa yang terjadi sampai seseorang menegurmu.

"Ya, ya. Hal ini selalu kulakukan saat aku menggambar. Bahkan Koyami sering ngomel saat aku tak menjawab pertanyaannya karena keasikan menggambar pacar dua dimensiku, ini bukan masalah besar," ucapnya.

Rena membalik halaman lagi, penasaran dengan gambar atau tulisan yang dicoretkan sang empunya.

Aku tidak tahu kau siap atau tidak, yang ku tahu kau pasti akan segera tiba.

Begitulah kalimatnya. Dengan tiba-tiba tulisan itu menghilang. Rena mengusap matanya karena tak percaya. Bagaimana bisa tulisan hilang begitu saja.

Sedetik kemudian, cahaya putih terlihat memancar dari halaman yang barusan menelan tulisannya sendiri. Rena spontan menjauh dari buku itu, bantal yang sedari tadi dipangkuannya terhempas begitu saja. Tubuhnya bergetar, tanpa sadar ia menggigiti kukunya, ini selalu dilakukannya saat ia merasa takut. Ia menjauh, tapi ntah kenapa tak ada niat untuk beranjak. Matanya tak lepas memandangi cahaya putih itu. Ada perasaan aneh di dalam dirinya. Dia tak tau apa. Belum pernah ia merasakan ini sebelumnya. Apa buku yang bersinar seperti ini adalah hal yang mistis? Jika iya, kenapa itu bisa membuatnya bergetar karena ketakutan, bukannya Rena lebih takut pada para penjahat yang tak punya hati yang rela membunuh korbannya demi harta yang akan dirampas daripada hal-hal mistis yang bahkan tak dipercayainya? Ada apa sebenarnya. Kenapa cahaya itu belum hilang juga?

***

Haloo semua, terima kasih sudah mampir di ceritaku. Ini yang pertama dan pasti masih jauh dari kata sempurna, karena itu, kritik dan saran yang membangun akan ku terima.

Aku akan berusaha fast update dan konsisten.

Sampai jumpa di chapter berikutnya.

6 Januari 2021

Difference [END] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang