"Maaf, sudah melakukan ini padamu. Ku harap kau bahagia bersama istrimu disana." Tidak pernah mengunjungi tempat abu Namjoon disemayamkan. Ini kali pertama Jungkook berkunjung.Bunga mawar putih kembali hadir. Dipersembahkan khusus untuk orang yang sudah tiada. Jungkook menatap figura Namjoon dengan pandangan senduh. Ia tahu dirinya menjadi manusia paling kejam telah melakukan hal ini. Jungkook tahu ia jahat. Tidak dimaafkanpun lelaki itu akan menerima. Semua memang kemauannya.
Ingatan saat tragedi tenggelamnya kapal feri bersama kedua orang tua. Usianya yang masih muda. Kenangan terburuk dalam hidupnya. Jungkook tidak tahu, apakah dirinya memang masih punya sesuatu untuk dipertahankan sekarang. Pembalasannya telah berhasil. Membunuh Namjoon dengan tangan sendiri.
Jika saat itu keluarganya tidak ikut dalam perjalanan berlibur. Mungkin sampai detik ini ia masih bisa bertemu dengan kedua orang tuanya. Bisa memeluk, mengajak bicara atau bahkan berbagi keluh kesahnya.
Sekalipun ia punya orang tua angkat. Rasanya berbeda. Jungkook tetap anak kandung orang tuanya sendiri yang telah tiada.
Air mata Jungkook sampai menetes jika harus diingatkan oleh kejadian pilu itu lagi. Sesak sekali dadanya. Perjalanan hidup yang tak mudah. Ia sudah hancur, malah kini menjadi semakin hancur. Tak tahu kenapa. Mungkin karena kiriman video dari nomor asing. Jungkook terlanjur kesal hingga tidak tahu harus berbuat yang bagaimana lagi.
"Seorang laki-laki tidak diharuskan menangis. Pasti itu yang pernah ibumu ucapkan ketika masih kecil dulu, bukan?" Suara dari arah belakang membuyarkan lamunan Jungkook. Menoleh lalu menghadap kebelakang. Menyaksikan sosok laki-laki paruh baya, namun masih tetap tampan. Penampilan yang keren juga ekspresi wajah tak asing. Jungkook seperti pernah melihatnya.
Tahu jika Jungkook mulai tampak menduga tentang dirinya. Tawa kecil itu hadir. Jungkook tidak bisa mengingat lagi dimana dirinya melihat wajah seperti itu sebelumnya. Terlalu banyak hal ia jalani. Semua memori seakan penuh. Sulit menemukan jawabannya.
"Kau berpikir tentang wajahku yang tak asing, bukan? Ya. Aku CJ, ayah dari mendiang istri Namjoon. Putriku yang juga ikut jadi korban tragedi kapal feri itu karena menyelamatkanmu." Serunya yang memperkenalkan diri sebagai CJ.
Jungkook mengingatnya sekarang. Wajah itu memang persis seperti wanita cantik yang tak lain mendiang istri Namjoon saat menolongnya dulu.
Jungkook juga terkejut. Bukan karena wajah itu lagi. Namun karena nama dari lelaki dihadapannya sekarang. CJ?
"CJ? Bos besar klan Kim?" Tebakan Jungkook tepat sekali.
CJ tertawa untuk kedua kalinya. Sungguh, Jungkook berani bersumpah bahwa CJ begitu tampan tanpa satupun cacat di wajahnya. Ia tidak habis pikir, yang dirinya tahu saat kemarin dekat dengan klan Kim, bahwa CJ adalah lelaki tua gendut dan berkepala botak. Lalu yang dilihatnya sekarang? Jauh berbeda!
"Jangan terkejut begitu. Kau bingung, huh?" CJ menepuk pundak kiri Jungkook sebentar sebelum akhirnya kembali melanjutkan. "Ciri yang kau tahu tentangku dari anggota klan Kim memang gendut dan botak. Itu karena mereka hanya mendengar cerita Namjoon. Hanya Namjoon satu-satunya yang pernah menemuiku. Selain dia---tidak ada lagi." CJ memang selalu bersembunyi dibalik karakter yang Namjoon buat. Setelah misi di Malta pun, anggota klan Kim lainnya belum terpikir untuk menemuinya lagi. Karena memang selama ini hanya Namjoon yang aktif menemui rumah kediamannya.
Jungkook tidak mengerti dengan hadirnya CJ yang menyapanya ditempat ini. Seharusnya, lelaki itu juga kesal padanya seperti apa yang anggota klan Kim lakukan.
"Kau sudah tahu akulah penyebab Namjoon bisa begini?"
"Ya. Aku tahu itu." CJ menjawab tak kalah cepat dari suara tanya Jungkook. Lirikan itu menatap sosok figur dalam bingkai yang selama ini sudah mengabdi padanya. Bersama membangun klan Kim sampai sejauh ini. "Dan kau melakukannya karena ingin membalaskan kematian ayah ibumu, kan?" Jungkook mengangguk. Sudah jelas itu hal pasti. Tujuannya dari awal memang begitu.
KAMU SEDANG MEMBACA
[M] C I E L
FanfictionLee Eunha, mafia cantik yang gagal menyelesaikan misi terbesar dalam sejarah permafiaan. Berniat membalaskan dendam atas kematian sang ayah. Ia justru terjebak dalam kisah romansa yang sangat dibencinya dalam seumur hidup. Bagi Eunha, cinta itu bull...