(6) Still.

1.3K 176 16
                                    

Seokjin berhenti di rak dingin terbuka yang berisi penuh sayuran segar. Mata bulatnya bergerak memindai lihai dari kiri ke kanan dan sebaliknya. Jimin yang sudah kembali kemarin malam ke Busan untuk mengejar jadwal tes semester limanya, titip pesan agar sediaan bahan di apartemen Yoongi ditambah. Jadilah ia pergi sendiri sementara si pemilik apartemen mengurusi kerjaan yang tertunda. Kebetulan selain merangkap manager galeri seni Seokjin, ia juga punya bisnis sendiri dengan Hoseok.

Seokjin yang mendedikasikan diri pada seni lukis kebetulan sedang ingin beristirahat sejenak. Toh, galeri di Nami hanya diperuntukkan pribadi dan kalangan sendiri. Tidak harus selalu diawasi apalagi diisi. Belum ada pembeli yang cocok dengannya sejak rilis di situs jual beli maya, tiga bulan lalu. Berbarengan dengan dibukanya galeri kecil miliknya di Nami.

Sebungkus enoki, menggugah minat Seokjin. Ia bisa memasak sup tahu dengan itu, lalu ....

"Jin Jin!"

Tangan Seokjin terhenti di udara. Merasa tak yakin mendengar celetuk suara barusan benar apa tidak. Ia menggeleng dan kembali meraih bungkusan.

"Jin Jin!"

Seokjin tersentak mundur dan berputar menatap sekitar. Hendak meyakinkan diri jika ia berada di Seoul. Cuma satu bocah yang bersuara seperti itu dan ia ada di Ilsan. Apakah sekarang Seokjin berhalusinasi karena mimpi semalam? Soalnya sepanjang mata memandang, tak ada se—oh, tunggu sebentar.

"Jin Jin!"

Seokjin memicing ke kejauhan, ke gundukan di lantai yang bergerak lincah merangkak ke arahnya.

Oh, for God's shake.

Tenyata itu bukan mainan melainkan bayi sungguhan. Ia segera menghampiri sambil menoleh kiri kanan kalau-kalau terlihat induk semang jangkung yang harusnya ada bersama si mungil.

Begitu meraih Hyejun ke gendongan, bayi itu tertawa sambil melonjak girang. "Jun Jun, sayang. Kenapa sendirian? Ayah mana?" tanyanya, sambil memeriksa apakah ada yang lecet di kaki gemuk anak itu atau di bagian lain. "Jun Jun cari ayah sampai jalan ke sini, ya?"

"Jin Jin ... yah."

"Iya, baiklah. Kita cari sama-sama, ya? Kasihan, ayah pasti mencarimu. Jun Jun hebat bisa temukan Jin Jin, eh? Good job!" Seokjin mengangkat satu tangan Hyejun dan anak itu tertawa. Mereka berjalan ke arah pusat informasi, tapi lalu ingat, kenapa tidak menelepon saja?

"Jun Jun tunggu, ya? Kita telepon ayah dulu. Pasti dia sedang panik sekarang ...."

Sementara menelusuri daftar nomor, seorang penjaga swalayan muncul di kejauhan dan memanggil seseorang sambil menunjuk ke arah Seokjin. Setelah dapat nomor dan menekan panggilan, Seokjin menengadah dengan ponsel di telinga dan membiarkan Hyejun bermain dengan bordiran daun kecil di kausnya. Ia berpaling tepat ketika si penjaga swalayan mendekat dengan sosok jangkung di sebelahnya.

Seketika tersenyum cerah dan beranjak saling menghampiri, Seokjin menyerahkan Hyejun agar dipeluk ayahnya kembali. Penjaga swalayan saling membungkuk dengan Namjoon dan Seokjin mengucapkan terima kasih atas bantuannya mencari, lalu mereka ditinggalkan bertiga.

Kemudian tanpa ba-bi-bu Seokjin memukul tengkuk Namjoon juga menyembur rentetan teguran, berkali-kali seiring kalimatnya yang tanpa jeda. Namjoon bergerak menghindar dengan pembelaan kecil, tapi hanya membuat Seokjin semakin gemas mencubit lengan atau bagian tubuh mana pun yang bisa dijangkau tanpa membahayakan gendongan Hyejunnya. Apalagi anak itu tampak menikmati adegan dengan tertawa geli. Seokjin seperti mendapat angin segar dan tentu saja semakin menyudutkan Namjoon.

Entah sadar atau tidak, beberapa pengunjung di sekitar ada yang berbisik juga terkikik menatap mereka.

Sampai akhirnya Namjoon mengangkat Hyejun ke depan dirinya untuk menghindari cubitan lain sambil memohon pengampunan, Seokjin berhenti karena wajah lucu Hyejun yang menggumamkan namanya.

.Bae | NJ [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang