(4) Kont ... tinue.

1.3K 167 20
                                    

Seokjin dengan lega merebahkan diri ke tempat tidur. Ia terpaksa menyetujui untuk bermalam di sana. Lama tidak bertemu secara langsung, Seokjin dan Namjoon berakhir mengobrol seru sampai tengah malam. Kalau tidak ada ibu Namjoon yang mendadak datang dengan iringan tangis bayi di pelukan, bisa jadi mereka akan di sana sampai pagi.

"Akhirnya dirimu jadi ayah, ya? Lucu sekali. Namanya siapa?"

"Oh, ini, Hyejun. Ibunya yang pilih nama dan sedikit tambahan dariku."

"Wah. Hye dari bijaksana dan cerdas?"

"Iya. Jun dari bertalenta juga mudah bergaul. Aduh. Hati-hati tanganmu, nak. Ayo, sapa paman Seokjin dulu. Katakan ha ...."

"Jin!"

"Eh, bukan. Tidak sopan. Bilang pa ...."

"Jin Jin!"

"Bukan, nak. Astaga. Uh, maafkan aku. Mungkin karena namamu kedengaran sama dengan ibunya jadi ...."

"Jin Jin!"

"Hei, dengarkan ayah. Pa ...."

"It's okay, Namjoon. Sounds cute."

Seokjin tertawa sendiri mengingat celetuk bayi itu dengan mata basahnya yang berubah ceria. Namjoon yang berusaha memberitahu sambil menenangkan bayinya yang jumpalitan di pangkuan, akhirnya pasrah, toh empunya nama malah suka disapa demikian.

Bahkan, Seokjin beranjak mendekati bayi satu setengah tahun itu saking gemasnya ingin menggendong karena lengan mungil si bayi terentang ke arahnya, begitu Seokjin balas menyapa 'Jun Jun' dengan nada yang sama. Melupakan jika tadinya harus menjaga jarak aman. Namjoon hampir menerima ajakan agar bersandar sesaat lalu. Dan, begitulah. Hyejun pada akhirnya dibawa tidur oleh Namjoon setelah sejenak diajak bercanda dan diingatkan sudah terlalu larut, sedang Seokjin berakhir di kamar tamu atas permintaan halus ibu Namjoon. Taehyung sudah pergi dengan tugas kuliahnya selepas makan malam dan tidak keluar kamar.

Seokjin berguling ke tepi ranjang. Ia tidak bisa tidur. Kepalanya memikirkan bocah lucu tadi. Rasanya ia sudah jauh sekali dengan Namjoon yang dulu suka menguntitnya ke mana pun dengan hoodie dan rambut berwarna nyentrik.

I wanted to be a dad.

Suatu hari Namjoon berkata. Mereka sehabis berlibur dan Namjoon membeli sepasang sepatu mungil cokelat bemotif kotak-kotak kuning dan putih. Saat kalimat itu terucap, Seokjin seperti diguyur es. Mereka tengah bahagia menjalin hubungan. Jalan tiga tahun lamanya. Seokjin menanggapi usil kalimat itu dan berakibat Namjoon yang membalas 'nakal'.

Menyentak tubuh sampai bangun, Seokjin mengacak rambutnya. Perkara naluriah disapa panggilan sayang, juga sikap Namjoon yang lembut tak berubah padanya, Seokjin jadi berpikir macam-macam.

"Dia sudah menikah, bodoh. Ada anak pula. Beraninya kau berpikir kotor, Kim Seokjin! Make it make sense!" makinya rendah pada diri sendiri.

Tak lama, Seokjin memutuskan pergi mencari setenguk air untuk mendinginkan kepala. Keadaan rumah itu lebih redup, tapi dengan mudah Seokjin sampai ke dapur. Ia dan Yoongi, juga Hoseok sering ke sana saat melakukan projek musik atau sekadar berlibur. Ya. Mereka satu universitas dengan Namjoon juga Hoseok sebagai junior dua tahun di bawah Yoongi dan Seokjin. Begitu saja cocok satu sama lain, apalagi soal musik.

Jimin adalah teman Jungkook, adik tiri Seokjin. Yoongi yang sering bertandang ke rumahnya itu, jadi mereka pun tak lama segera cocok. Seokjin sampai iri melihat kebersamaan lovebird itu tiap kali bertemu.

Seokjin menegak isi gelasnya. Menatap jajaran foto dan sebuah kanvas di ruang tamu. Ia menghela. Dulu, menyenangkan sekali hanya berpikir soal lulus dan mewujudkan impian. Sebelum, asmara terlalu dianggap serius.

"Jin? Belum tidur?"

Yang ditegur berpaling pelan, lalu bergeming mengerjap. Niat hati menjawab, urung karena penampakan shirtless Namjoon yang mendekati. Torso padat berisi otot bisep trisep dengan kulit cokelat madu itu pamer telak membungkam Seokjin. Sepasang mata bulatnya melahap lekukan-lekukan indah dari leher, bahu, turun ke dada juga—puting, uhm—lalu ke perut kotak-kotak dan berakhir di bawah pusar. Ke balik celana piyama satin maroon itu.

Bukan rahasia lagi apa dan bagaimana rasa di baliknya karena mereka—

"What'd you think, bae?"

"You play hard. It's hard."

"Hm?" Namjoon ikut menunduk, mengedikkan bahu kemudian. "Tidak, kok."

"Well, i will."

Namjoon tengadah, alisnya terangkat. Seokjin akhirnya melepas pandang enggan, ikut tengadah, lalu langsung menutup mulut dengan tangan satunya seraya mundur selangkah.

The fuck he just said?!

"Um ... well ...," gumam Namjoon menelengkan kepala sejenak.

Seokjin menggeleng panik. "Bu-bukan! Uh, anu, maksudnya ... i-itunya keras—aduh, astaga! Uh, iya! Eh, bukan! Otot perutnya! Iya! Perutmu bagus dan keras, maksudku! Absolutetly, uhuh!" Seokjin tertawa sumbang dengan jempol teracung.

Namjoon terkekeh seraya melipat lengan ke depan dada. Seokjin segera menegak habis air minumnya.

"Aku ...."

Seokjin mengangkat gelas. "I'm done, see? Night, Namjoon!" pamitnya segera bergegas pergi tak mau sampai disadarkan akan hal yang tadi diucap.

Namun, lengan keras sialan itu melingkari perut Seokjin dengan tubuh tegap Namjoon menghadang di depan. Menahan Seokjin tetap di tempat.

"Mau ke mana?"

Seokjin yakin telinganya sudah merah utuh. Suara berat yang mengalun di depan hidung barusan, membuatnya merinding geli. "Na-Namjoon, sana!"

"Tunggu dulu, bae. Tak perlu buru-buru ...."

Seokjin menggeleng. Segera mendorong dada keras itu agar  melepasnya dengan umpatan manis karena Namjoon terkekeh. Ia benar-benar lupa kebiasaan pria jangkung itu yang suka bertelanjang dada menjelang tidur.

Tapi, ayolah! Apa-apaan tubuh seksi nan keras yang ... oh, astaga! Wajah mereka kelewat dekat!

"Nam—"

"Shh. Pelankan suaramu, cantik. Yang lain bisa bangun."

"Lepas makanya!" Seokjin berbisik tajam.

"Iya, tapi jangan panik begini. Memangnya aku mau apa? Hanya ...."

Seokjin memukul bahu Namjoon. "Peluk-peluk seenaknya, memang mau apa katamu? Tak usah memancing duluan!" bisiknya masih tajam.

"Memancing apa? Tadi, aku juga cuma tanya pendapat karena kamu terkagum begitu, lalu yang bilang 'keras' siapa?"

Seokjin tergagap, sekali lagi mendorong sekalian mencubit kuat pipi Namjoon sampai dilepas. Seokjin berderap kembali ke kamar sambil menggerutu. Meninggalkan Namjoon terkekeh melihat kelebat piyama kebesaran miliknya yang dikenakan Seokjin menghilang di belokan.

"Tuh, 'kan? Gelasnya lupa. Dasar lucu."

Ya. Dari tadi ia bermaksud mengingatkan itu, dengan sedikit jahil, tapi, sudahlah. Namjoon tersenyum-senyum sendiri.

.

(Entah out of content apa tidak. But, yeah! Until next page...(≧∇≦)/)

.Bae | NJ [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang