Namjoon iseng pergi ke apartemen Yoongi tanpa memberitahu yang bersangkutan untuk memberi kejutan. Bukan pada pemiliknya, tapi ke orang yang menumpang tinggal di sana. Pria indah menawan nan cantik yang tak sudi bahkan tinggal di rumahnya sendiri. Ia suka hidup bebas. Bukan karena harus seatap dengan ayah dan adik tiri.
He's a free guy, at some point.
Memutuskan datang pagi hari, karena minggu kemarin hanya saling bertukar kabar lewat aplikasi atau telepon—Namjoon merasa lucu sendiri dengan cara mereka berkomunikasi yang seperti remaja lovebird, jangan salahkan dia, Seokjin hanya terlalu manis jika sedang berdua—Namjoon berinisiatif menjemput pujaan hati dengan dalih Hyejun merindukannya. Kalau langsung diajak dan berkata jika Namjoonlah yang rindu, Seokjin bisa-bisa kembali ke mode 'teman' lalu menolak.
Begitu mematikan mesin mobil dan sudah naik ke lantai tiga, dan menunggu pintu lift terbuka, Namjoon mendapat telepon dari Yoongi bahwa Seokjin tak di tempat. Ia sudah pulang ke Nami.
Pria yang baru mau menginjak kepala tiga tahun depan itu, bergeming sesaat. Kakinya urung melangkah keluar saat pintu membuka. Bohong jika tak merasa kecewa, ia bergumam terima kasih pada Yoongi sebelum menyudahi sambungan dan menekan tombol turun.
Seokjin memang suka membuat kejutan. Namjoon mendengkus, menggeleng pasrah. Mungkin, ia memang harus menghabiskan sisa waktu sampai ia resmi bisa—
"Oh, Namjoon?"
Empunya nama tengadah. Ia terhenyak bergeming saat dihampiri, mendadak di depannya.
"Apa yang kau lakukan di sini? Mencari Yoongi? Ah. Dia bermalam di studio dari kemarin."
"Kenapa di sini? Tadi ...."
Seokjin menepuk lengannya. "Sudah kubilang kalau aku ini benalu sementara yang tak mau pulang perkara malas. Wanna moking me?" tantang si pria cantik sedikit jinjit.
Namjoon terdorong ke dalam lift lagi. "Tidak, tidak. Maksudku, tadi Yoongi bilang kamu sudah tidak di sini. Pulang ke Nami. Jadi, aku kaget."
Tanpa bertanya, Seokjin sudah menekan naik, toh, Namjoon tak menolak. Tujuannya memang bertemu dengannya.
"Mau saja kau dikerjai. Aku masih mau bertemu si kecil Jun Jun sebelum balik, tahu. Oh, ya. Dia tak ikut?"
Namjoon berpaling, mereka berdiri bersisian. "Masih tidur. Tadinya mau menjemputmu. Yoongi itu ...."
Seokjin menepuk lengan Namjoon, menertawai kepolosannya. "Ya, sudah. Sebentar lagi siang. Wanna lunch? Kemarin baru beli bahan banyak."
"Yummy." Namjoon mengulas senyum, membiarkan Seokjin menjabarkan menu apa yang akan ia olah nanti. Telinganya rindu mendengar kalimat panjang tanpa jeda dari suara merdu itu. Masa bodoh mengangkat topik apa, yang terpenting hanya mendengarnya lama-lama.
Terutama mengamati perubahan ekspresi wajah juga gerakan bibir ranum itu. Namjoon pernah bilang kalau ia sangat adiktif dengannya, bukan?
"Namjoon?"
Empunya nama mengerjap. Tahu-tahu sudah memepet Seokjin, dengan jemari ramping yang menahan dadanya. Sepasang mata indah itu membulat.
"Too close."
Namjoon mengukung dengan lengan. "Can't i?"
Seokjin menggeleng, bibir digigit pelan. "Ini tempat terbuka. Kau jangan macam-macam. Aku tak suka."
Namjoon mendengkus. "Just two of us, bae."
Seokjin mengerjap. Rona polos sesaat lalu, berubah sayu merayu. "I have too many questions for you, so, move," tukasnya mendorong Namjoon sedikit kuat, tepat ketika pintu berdenting terbuka.
Namjoon menyilahkan Seokjin menabrak bahunya, lalu mengekori.
"I don't mind. Akan kujawab semua."
"Uhuh. Siapkan mental kalau begitu. Aku punya kejutan jika kau mengelak."
Namjoon terkekeh. Seokjin yang tertawa usil dan terlihat dari belakang adalah pemandangan yang sayang diabaikan.
Setengah jam kemudian, mereka selesai menghidangkan makanan dan tengah duduk melantai berhadap-hadapan dengan meja kotak di antaranya. Berisi sup tahu, daging oseng, juga kimchi. Empat botol soju dingin sebagai pelengkap, mereka pun mulai makan.
Tadi Seokjin tak henti memuji kemampuan memasak Namjoon yang meningkat dari kali terakhir mereka bertemu.
"'Kan sekarang aku punya bayi, jadi harus pintar-pintar mengurus diri. Membuat makanan anak itu, resepnya sudah di luar kepala." Namjoon menyuap daging dengan bangga, Seokjin bertepuk tangan untuknya dengan mulut penuh.
"Duda idaman! Ladies di luar sana akan mengantri untukmu!"
Namjoon mengunyah pelan. "Becanda? Aku tak butuh wanita."
Seokjin menuangkan soju ke gelas Namjoon lalu mengisi punya sendiri. "Lalu? Nanti kau harus membagi waktu baik-baik, loh. Hyejun akan bertambah besar dan pastinya kau masih harus kerja. Mau di bagaimanakan si kecil? Tak boleh ditelantarkan, ya. Awas kau. Hyejun ...."
"'Kan aku mau meminangmu."
Seokjin tersedak. Ia batuk-batuk ke arah lain dengan heboh. Namjoon segera pergi mengambil segelas air minum dan menyodorkannya ke Seokjin sambil menepuk-nepuk punggung. Bergumam maaf, tapi Seokjin mencubit pipinya gemas. Menyuruhnya kembali ke tempat semula dengan wajah memerah.
"Mulutmu itu pakai rem sedikit. Tahu sendiri aku mudah kaget. Aish!" serunya dengan lengan terangkat mengancam. Namjoon menggaruk tengkuk.
Seokjin memarahi sikap blak-blakan Namjoon sampai mereka selesai makan. Secara sendirinya malah bercerita bahwa belakangan ia hampir dijodohkan juga dengan teman satu SMA oleh ibunya yang membuahkan pertengkaran hebat. Lalu, lanjut dari sana, Seokjin mengajukan pernyataan kejutan.
"Yang kuinginkan hanya, jujurlah padaku. Katakan apa yang kau rasakan. Sekarang aku di sini dan siap mendengar semuanya."
Namjoon mengangguk. Punggungnya ditegapkan, hanya fokus pada Seokjin.
"Aku memang ingin mengatakan semuanya, tapi selalu tak diberi kesempatan. Mata indah itu, menepis dengan halus tiap kali kuajak kompromi. Sadar atau pun tidak."
Seokjin yang tadinya begitu percaya diri dengan argumen, berubah sikap lebih lunak. Namjoon menguarkan suasana hangat yang intim dengan sendirinya.
"Now, listen to me carefully, bae."
Seokjin mengangguk patuh.
"Pertama-tama, ketahuilah. Hyejun bukan darah dagingku karena tak sedikit pun kusentuh ibunya. Kesedihan yang kurasakan saat itu karena aku tak di sana saat Hyejin terpuruk sampai gagal menyelamatkannya. Aku bersyukur Hyejun benar-benar diserahkan padaku untuk dirawat dan bukan hanya untuk menyematkan margaku. Aku menghormati Hyejin karena ia begitu baik dan tak punya pilihan untuk setuju dengan perjodohan. Sebab Hyejun akan lahir ke dunia dengan status yang jelas jika ia menikah denganku, walau harus saling menjalankan kewajiban semata dalam ikatan rumah tangga."
"Kenapa? Dia wanita yang baik, bukan? Kau juga tampak sangat bersedih saat memeluk bingkainya di pemakaman. Ada rasa di sana, Namjoon."
"Ya, ada. Itu rasa bersalah karena aku tak bisa memberi yang ia butuhkan."
"Apa itu?"
Namjoon menatap lekat Seokjin sebelum menjawab. "Cinta. Milikku sudah kuberikan padamu. Tak ada lagi untuk yang lain, bae."
.
(Hold that thought! To next page ...(≧∇≦)/)
KAMU SEDANG MEMBACA
.Bae | NJ [✔]
Romance[BTS - NamJin] Semua orang layak diberi kesempatan kedua. Seokjin tahu, tapi apa ia berani mengambil itu? . . Desclaimer: BTS milik Big Hit entertainment, Tuhan YME dan diri mereka sendiri. Penulis hanya mengklaim plot dan alur cerita. (Start, Sept...