72. Kapan Ini Berakhir? (Part 4)

1.2K 158 2
                                    

Ayo kita tebak-tebakan!

Nafasku masih terengah-engah setelah lima menit yang lalu terbangun dari mimpi yang sangat buruk. Mimpi yang lagi-lagi menghantui setelah sejak lama aku tidak mendapatkannya.

Aku bangkit dari kasur, kulihat jam sudah pukul 2 siang. Sepertinya, aku tadi ketiduran saat memainkan game di handphone. Berjalan menuju ruang makan, dan lihatlah mereka sedang memakan cemilan bersama dikursi.

"Sudah bangun, Cle?" tanya Kenzie membuatku mengangguk kecil. Aku duduk disamping Shofia dan meringis saat telapak kakiku menginjak sesuatu yang basah dan kental.

Aku tau ini ... ini adalah darah.

Disampingku, Shofia juga tampak terganggu. Gadis itu malah meletakkan kedua kakinya dikursi membuat Mark bertanya tetapi dijawab sekenanya oleh Shofia.

"Apa bertindak tidak sopan dirumah sendiri dilarang? Maaf, tetapi aku tidak memiliki orangtua yang akan mendidik ku."

Kurasa suasana hati gadis itu tidak baik. Mark juga merapatkan bibirnya. Tidak menyangka kalau ucapan Shofia merembet ke hal yang lain. Tapi aku memakluminya, karena aku tau apa yang gadis ini rasakan.

Aku meneguk salivaku saat sesuatu yang basah dan besar mengelus kakiku membuatku meringis karena kesakitan. Rasanya seperti tergores dan mendapatkan luka yang panjang.

"Sialan!" umpat Shofia membuat Mark, Megan, dan Kenzie menatapnya.

Dadaku naik-turun karena nafasku yang memburu. Aku menunduk pelan lalu membulatkan mata saat melihat darah keluar dari paha Shofia yang tertutupkan rok pendek selutut berwarna putih hingga warna darah itu begitu kontras.

Aku tidak dapat menutupi kepanikan. Dengan cepat aku berdiri dan menarik gadis itu agar Shofia ikut berdiri. Shofia menyentak tangan ku kesal, sepertinya ia tidak ingin ketahuan kembali lemah.

"Apa yang kau lakukan, Cle!?"

"Kau berdarah, Shof! Diam!" ujarku membuatnya diam. Mark dan Kenzie bangkit lalu mendekat.

"Kau kedatangan tamu bulanan, Shof?" tanya Kenzie membuatku ingin menendang wajah itu. Pertanyaan yang frontal. Shofia hanya diam dengan pandangan kosong membuatku semakin panik.

"Diam kalian, tolong ambil kotak P3K!" pintaku menggema di ruangan ini. Aku mengabaikan lalu-lalang aktivitas yang menertawakan kami.

Kenzie mengambil kotak P3K lalu memberinya kepadaku. Aku menaikkan rok itu tapi ditahan oleh Shofia. "Tidak usah, aku bisa sendiri." ujarnya tapi tidak kuhiraukan.

Benar saja, aku meringis kecil saat melihat luka seperti cengkraman tangan yang membuat lima lubang berbeda. Aku segera mengobati luka itu dan Shofia hanya diam, ia tidak meringis sedikitpun tapi matanya berkaca-kaca dan menatap kosong depan.

"Kalian tau? Aku merasa kalau hidupku tidak akan lama lagi." ujarnya tiba-tiba membuat tubuhku bergetar. Aku tau itu, aku tau betapa frustasinya dirinya. Dia juga membuatku takut dan mengiyakan itu dalam hati.

"Jangan bicara seperti itu, kau akan hidup lama." ujarku dengan suara bergetar. Tak lama bibir itu bergetar dan mengeluarkan suara isakan kecil yang terdengar memilukan.

"Ini semua sudah terlalu jauh, aku hanya tidak ingin menambah korban jiwa." ujarnya dengan derasnya kristal bening yang mengalir. "Aku terlalu lelah untuk kembali mengingat itu." sambungnya putus asa.

Aku juga, aku juga sudah terlalu lemah untuk mengingat semuanya. Mimpi buruk itu dan perasaan bersalah. Semua yang terjadi juga karena diriku. Aku dan Shofia adalah cerminan korban keputusasaan yang memiliki nasib dan takdir yang sama.

Aku memiliki sesuatu yang tidak pernah mereka ketahui. Hidup seperti ini juga karena kesalahan. Semuanya tampak seperti mimpi buruk yang terus menghantui malam. Tanpa sadar air mataku ikut mengalir lalu aku menatap banyaknya sosok bayangan hitam yang semakin lama semakin memenuhi rumah ini. Sesak dan takut, itu yang kurasakan.

"Tinggal menunggu ajal, aku akan tiada. Tapi ... sampai itu terjadi, aku mau kalian melupakan ku." ujar Shofia lagi. Gadis itu sudah tidak memiliki harapan lagi, matanya penuh kekosongan membuat dadaku semakin sesak.

Entahlah, Shof. Aku tidak yakin untuk itu. Mengingat aku akan mendapatkan sesuatu yang besar setelah ini. Shofia tampak frustasi saat ini, gadis itu berdiri dengan tertatih-tatih dan naik keatas meja makan sambil menutup telinga.

Mark, Kenzie, dan Megan pasti bingung dengan hal itu. Tapi aku tau, aku tau apa yang membuat gadis itu mengungsikan diri. Genangan darah hitam sudah sampai kemata kaki dengan suara-suara ancaman yang dapat kudengar.

Janji

Mati

Janji

Mati

Tik-tok

Bahkan suara jarum jam terdengar begitu nyaring membuatku yakin kalau sosok itu ingin mengatakan kalau waktu Shofia tinggal sedikit. Lututku lemas, aku menatap pergelangan kakiku yang tenggelam dalam darah hitam itu.

Bibirku kembali bergetar saat tangan-tangan aneh keluar dari genangan darah itu menjalar ke kedua kakiku hingga aku tidak bisa bergerak. Ringisan kecil mulai keluar saat kuku-kuku tajam itu menempel dalam pada kulit-kulit ku.

Ringisan kembali kencang, tidak! Ini tidak boleh terjadi! Aku langsung menghempaskan tangan-tangan itu dengan kekuatan yang aku punya. Dengan cepat aku ikut naik ke atas meja makan.

Suara isakan Shofia masih terdengar, membuat aku yang mengetahui apa yang dikhawatirkan gadis itu ikut menangis. Aku tidak bisa berkata-kata lagi walaupun ketiga pria yang aku kenal itu menanyakan banyak hal.

Tidak ada yang bisa aku lakukan selain khawatir. Konteks dan tujuan yang bergantian ini membuatku takut. Apalagi melihat darah yang makin lama makin banyak dengan banyaknya jumlah sosok bayangan yang tampak nyata itu.

Sepertinya sosok itu ingin bermain-main, membuat Shofia selalu merasa kesakitan dan ketakutan yang lebih mengerikan daripada kematiannya. Janji makhluk itu benar adanya jika orang yang datang meminta bantuannya malah mengingkari janji.

Aku tidak menyangka akan seburuk ini apalagi makhluk itu mulai menagih. Aku takut ... aku juga sangat takut saat ini. Aku berharap ini semua mimpi buruk dan kembali terbangun sebagai anak perempuan dari keluarga miskin.

Melihat senyum kedua orangtuaku dan adik kesayanganku sambil menikmati lauk pauk sederhana yang begitu enak. Menikmati kebersamaan bagaimana mencari uang dengan berusaha keras. Tidak seperti apa yang terjadi saat ini.

Aku ingin itu semua adalah kenyataan dan sekarang adalah mimpi. Walau aku menyayangi rekan-rekan ku ini. Tapi ada baiknya jika pertemuan ini tidak pernah terjadi. Akan lebih baik kalau semua ini hanya mimpi maka kami semau akan baik-baik saja.

Dan ada baiknya jika malam itu ayahku tidak meminta sesuatu kepada makhluk itu.

Dan ada baiknya jika perjanjian itu tidak terlaksana dan membuatku harus menjadi pengantin serta meninggalkan keluarga kecilku karena melanggar perjanjian.

Aku dan Shofia ... kami memiliki situasi yang sama. Dan tunggu giliran saja hingga aku dan Shofia benar-benar meninggalkan dunia ini.


 The Exorcists. I Am Indigo! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang