Meja Jungkook sudah rapi sedemikian rupa. Soeun tidak membuang apapun dari meja itu bahkan secarik kertas sobek sekalipun. Ia hanya khawatir, jika lembaran-lembaran diatas meja Jungkook semuanya penting.
Soeun hanya berjaga-jaga dan Soeun hanya malas untuk menghadapi masalah nantinya.
Sementara ruangan Jungkook, sama sekali tidak dia sentuh. Dia bukan cleaning servis dan juga ruangan Jungkook tak perlu dibereskan, ruangan itu selalu rapi selama dua hari ini Soeun berada di kantor.
Jungkook pemuda yang disiplin dan rapi—juga sangat pandai memasak.
Tentu saja itu hanya pemikiran Soeun. Dia belum tahu pasti. Jika pemuda itu memiliki perusahaan kuliner, kenapa pemiliknya tak bisa memasak? Benarkan?
Soeun merapikan penampilannya. Berdiri tegak dan anggun disebelah meja besar Jungkook sambil memeluk buku catatan kantor yang berisikan berbagai kegiatan Jungkook beberapa hari kedepan.
Soeun memegang dadanya, "Aku ini kenapa sih?" Kegugupannya datang lagi. Soeun tersentak kecil saat suara derit pintu yang dibuka mengemah di dalam keheningannya membuat kegugupannya menyeruak tak karuan.
Pintu kaca itu perlahan dibuka. Soeun bisa melihat bayangan tak jelas di balik pintu itu. Ada dua bayangan, yang berusaha memegang pintu ia yakin adalah Jungkook—dan di belakangnya pasti salah satu keluarganya.
Tepat seperti dugaan, Jungkook masuk lebih dulu dengan memasang wajah sumringah. Ia juga mendengar kala Jungkook sempat berbicara "Sekretarisku ada di dalam," pada seseorang dibelakangnya.
Tepat beberapa langkah Jungkook masuk, Soeun membeku. Begitupun dengan seseorang yang berada di belakang Jungkook
Ia tidak bisa menahan kedua matanya untuk tidak terbelalak tak percaya. Sementara Jungkook sama sekali tak merasakan atmosfer yang seketika menggelap disekitar Soeun.
Pegangan buku pada pelukannya melemas. Matanya berkedip terkejut, ia merasakan matanya mulai memanas—siap meluncurkan air matanya.
Tiga hari.
Dalam waktu tiga hari Soeun mulai belajar untuk melupakan segalanya. Dan sekarang, segalanya itu tiba-tiba kembali dan terpampang sangat jelas dihadapannya. Itu lagi-lagi berhasil mengiris hatinya.
Soeun mencoba untuk tidak berteriak ataupun memaki.
Ia menahan diri untuk tidak ambruk terduduk.
Ia berusaha tetap dalam pendiriannya.
"N-Namjoon?"
*
*
*Soeun menghelah nafas kasar. Ia tak boleh berlama-lama di kamar mandi. Sudah cukup menangisnya, ia harus segera keluar menemui bos dan orang itu—mantan kekasihnya—sebelum mereka beranggapan yang tidak-tidak tentangnya.
Pegangan tangan Soeun pada bibir wastafel mengerat.
Kenapa dia harus kembali?
Kenapa bajingan itu muncul?
Kenapa dia kembali muncul dihadapannya saat ia mulai menyembuhkan diri?
Tiga hari bukanlah waktu yang lama. Soeun masih membutuhkan waktu lebih banyak lagi untuk mengubur segalanya. Tapi sial, Soeun belum menggali seonggok perasaan baru dan segalanya itu malah hadir dengan wajah yang sungguh dirindukannya.
"Sialan," umpat Soeun seirama dengan tarikan tangannya merobek beberapa lembar tisu.
Soeun berbalik. Menghembuskan nafas lagi guna menenangkan perasaan dan pikirannya lalu...
KAMU SEDANG MEMBACA
Mr. Maniac!
RomanceBerada di sekitaran orang-orang menyebalkan itu sulit, demi apapun!