"Iya...ini udah mau pulang kok."
Nesa kini berjalan pelan menuju arah gedung apartemennya.
Setelah pergi meninggalkan Lino, Nesa terus merasa aneh dengan dirinya. Ia merasa marah, sedih, kecewa, dan hampa. Maka dari itu ia menelpon Haje, sepupunya.
"Lu udah bilang gitu dari tadi ya! Gua ngeladenin lu nelpon lama-lama nyampe jam 8 gini, itu tandanya gua kurang baik apa coba sama lu?"
"Hehehe, iya je.... Makasih udah mau dengerin semua curhatan aku."
"Hahhh tapi lu bener-bener gamau ngedenger penjelasan dari bang Lino?"
"Gak mau. Nesa takut malah makin sakit hati dengernya, Je.... Nesa mau ngerelain kak Lino aja. Kayaknya belum waktunya Nesa dapet cowok yang sesuai buat Nesa."
"Duh, Nes! Gua udah bilang lu itu masih ada rasa sama bang Lino! Lu cuman ngerasa kecewa aja, tapi lu masih suka kan sama dia?"
"Je...udah deh. Aku gamau bahas dia lagi."
"Tapi Nes—"
"Udah ah, Nesa tutup aja!"
Tut!
Nesa memutuskan panggilannya sepihak. Ia menghela napasnya kasar lalu melanjutkan perjalanannya ke apartemennya.
Saat Nesa duduk sebentar di halte bus, seseorang mendekat dan duduk di sebelahnya. Suasana di halte ini cukup sepi, apalagi lampu yang seharusnya menyinari halte malah rusak sejak kemarin semakin menambah kesan ngeri bagi Nesa.
Perlahan Nesa semakin merasa tidak enak, ia berjalan pelan menjauhi halte tersebut.
Kejadian selanjutnya berlangsung begitu cepat.
Seseorang membekap mulutnya dengan sebuah sapu tangan dan detik selanjutnya, Nesa sudah tak sadarkan diri.
.
Lia sedari tadi mondar mandir di dekat pintu.
Sudah jam 8 lewat tapi Nesa belum pulang juga. Padahal tadi Haje sudah bilang padanya untuk menjaga Nesa karena suasana hatinya sedang buruk—kelanjutannya silahkan tanya sendiri pada Nesa kata Haje.
"Duh apa gua telpon kak Lino aja ya?"
Lia menimbang-nimbang sejenak setelah itu memutuskan untuk menelpon kakak tingkatnya itu. Ia sudah menyiapkan diri kalau kak Lino tidak menjawab telponnya karena mereka tidak dekat.
"Kenapa Lia?"
"Kak Lino?"
Mereka berbicara hampir bersamaan. Lia terdiam sejenak. Lino pun menunggunya.
"Kak...kakak kebetulan ketemu Nesa gak tadi?" kata Lia ragu. Ia pikir Lino mungkin selama beberapa hari ini hanya berdiam diri di rumahnya atau tempat nongkrong gengnya.
"Kenapa emang?"
Setelah cukup lama terdiam, Lino menjawab pertanyaan Lia dengan pertanyaannya.
"Nesa belum pulang juga daritadi kak." Kata Lia sambil menggigiti kuku jari tangan kirinya.
"Hah?!" Lino meninggikan suaranya. Terdengar sekali kalau ia kaget sekaligus khawatir pada Nesa.
.
"Nesa belum juga pulang?!" ulang Lino memastikan.
"Iya! Gak biasanya dia gak ngabarin kalau pulang malem! Gua gatau kenapa tapi apa mungkin lu ketemu dia tadi?" teriak Lia frustasi.
Lino terdiam di tempatnya.
"Udah gua bilang, argh, kejar dia!"
Lino menoleh ke belakangnya. Di lantai, Vernon yang wajahnya sudah babak belur itu menatapnya dengan tajam. Sedangkan beberapa temannya yang wajahnya tak jauh berbeda dari Vernon hanya menatapnya diam, tak berani ikut campur.
"Lu harusnya jangan ngabisin waktu lu balik lagi kesini buat marah-marah ke kita. Ergh...harusnya lu kejar Nesa saat itu juga!!"
Memang hanya Vernon yang berani melawan temannya itu walaupun tahu keahlian bela diri Lino lebih baik darinya.
Lino membalas tatapannya tak kalah tajam. Tak lama ia kembali fokus pada Hpnya.
"Gua bakal cari dia. Lu di apart aja jaga-jaga kalau dia pulang."
Setelah mematikan sambungan telepon, Lino segera menghampiri Vernon dan menendangnya hingga membuat Vernon berteriak kesakitan.
"Kalo bukan karena lo, hubungan gua sama dia pasti gabakal jadi kayak gini!"
"No, gua minta maaf. Gua tau gua salah." Kata Vernon menahan sakit di perutnya. "Gua terima lu ngehajar gua, tapi jangan yang lainnya."
"Diem lu! Gua gak suka mulut ember yang suka ngebocorin rahasia temen sendiri, bangsat!"
Lino sedikit menjauh dan kembali fokus pada Hpnya. Ia mencari sebuah kontak seseorang disana.
"Halo bang Cahyo? Ini gua Lino." Kata Lino begitu sambungan teleponnya terhubung.
"Iya, kenapa?"
"Si Hari dateng ke sana gak?"
"Hah? Ngapain?"
"Loh? Dia gak ngajuin diri?"
"Dia sama sekali gak dateng. Gua udah cek bawahan gua yang gua suruh bantu kasus lo dan mereka bilang Hari masih belum keliatan sampe sekarang. Kenapa emang?"
"Duh. Gua takut dia berulah bang. Nesa sampe sekarang belum pulang."
"Hah? Yaudah gua sama tim siap-siap, kalo lo butuh bantuan kita tinggal bilang aja oke? Kalo paitnya si Nesa di culik sama Hari, bilang juga ke gua oke?"
"Iya bang."
Setelah menyelesaikan panggilan, Lino bergegas memakai jaketnya yang sempat ia lepas saat ia 'memberi pelajaran' pada Vernon dan teman-temannya yang lain.
"Ergh... Lu mau ngejar dia sendiri?" tanya Vernon sebelum Lino membuka pintu ruangan mereka.
Lino terdiam. Ia berbalik dan mendapati Vernon yang tersenyum penuh arti padanya sementara teman-temannya yang lain hanya menatapnya diam.
"Gua bakal nyusul sama yang lain." Kata Vernon sambil bangkit. "Setelah gua ngelacak keberadaan Hari."
"Oke. Gua terima permintaan maaf lu semua."
Setelah berkata seperti itu, Lino mengangguk singkat dan pergi dari sana.
Ia harus segera menemukan Nesa bagaimanapun caranya.
KAMU SEDANG MEMBACA
SIAPA?
FanfictionMereka tidak saling mengenal satu sama lain. Nesa kira Lino hanya bercanda saat mengumumkan pada semua orang kalau mereka berpacaran. Lino kira ia tidak perlu bertindak lebih jauh lagi. Ia akui dirinya gila karena berpacaran dengan Nesa, gadis tak i...