Brak!!
Ayunan kayu itu tepat mengenai kepala Nesa, membuatnya limbung dan tersungkur ke tanah.
"Nes—"
"Nesa!!!"
Teriakan Hari dan Lino saling bersahutan. Hari merasa terkejut melihat apa yang telah ia lakukan pada Nesa. Sementara Lino segera menyeret tubuhnya untuk mendekati Nesa. Ia memangku kepala Nesa di pahanya, darah segar mengalir dari belakang kepala Nesa.
"Nes! Nesa!!" teriak Lino sambil menepuk pelan pipi Nesa.
Mata Nesa sudah tidak kuat untuk terus terbuka. Ia hanya bisa bernafas pendek dan menggumamkan nama Lino pelan.
"Nes...bertahan, Nes. Gua mohon!" Lino mendekap tubuh Nesa erat.
Sementara Hari yang masih syok melihat kejadian itu membuat langkah mundur perlahan sebelum akhirnya ia pergi dari sana dengan berlari.
Beberapa polisi datang sesaat setelah Hari kabur. Lino segera mendatangi mereka sembari menggendong Nesa. Ia tak memperdulikan lukanya dan hanya menginginkan Nesa cepat mendapat pertolongan.
"Anda saksi—"
"Pak, tolongin teman saya, pak." Lino memotong perkataan salah satu polisi itu, "Saya janji bakal kasih tau semuanya tapi tolong bawa kami ke rumah sakit dulu pak."
Polisi itu langsung tanggap dan menyuruh mereka menaiki mobil patroli polisi untuk pergi ke rumah sakit terdekat.
Diam-diam polisi itu memperhatikan beberapa bagian tubuh Lino yang juga mengeluarkan darah. Tapi dia memilih diam dan memprioritaskan membawa mereka ke rumah sakit dulu untuk sekarang.
.
Begitu sampai di rumah sakit, Nesa langsung ditangani oleh tenaga medis. Sementara Lino hanya bisa bersandar di dinding sambil memegangi tangannya yang semakin terasa sakit. Matanya tetap tertuju pada Nesa yang kini sudah dipasangkan bermacam alat untuk membantu pernapasannya.
"Anda temannya Nesa?"
Lino menoleh ke arah polisi tadi yang kini sudah bersender di dinding sebelahnya.
"Iya. Bagaimana bapak tau nama teman saya?"
"Hahaha," polisi itu tertawa, "Pakaian saya membuat saya terlihat lebih tua ya? Nama saya Cahyo. Saya masih kelahiran 92 kok, gak tua-tua banget. Btw saya tau nama temenmu soalnya tadi dia kan nelpon terus pake ngenalin diri dulu gitu."
"Ohh begitu ya. Jadi saya panggil siapa?"
"Panggil bang cahyo juga gapapa. Nama lu siapa? Eh lupa gua, yaudah kita gausah pake formal-formalan lah ya."
"Oke bang. Gua Lino Pratama, panggil aja Lino."
"Ngomong-ngomong lu juga banyak luka tuh. Gak niat disembuhin dulu? Sambil tunggu temen lu?" kata Cahyo.
"Gak bang. Gua sekarang gapeduli sama luka gua. Gua cuman mau Nesa selamat dulu."
"Hehh bocah kalo udah jatuh cinta beneran jadi buta. Sini!" Cahyo langsung menarik tangan Lino yang kesakitan, membuat pemiliknya mengerang sakit.
"Aduh! Bang!" pekik Lino.
"Eh, sori gua lupa kalo lu sakit. Yaudah gua tarik kerah lu aja dah." Cahyo menarik kerah leher baju Lino dan membawanya ke salah satu petugas kesehatan di UGD itu.
Tak berapa lama, mereka langsung membantu mengecek tubuh Lino dan menangani lukanya.
"Permisi, adakah wali pasien bernama Nesa disini?" teriak salah satu dokter.
KAMU SEDANG MEMBACA
SIAPA?
FanficMereka tidak saling mengenal satu sama lain. Nesa kira Lino hanya bercanda saat mengumumkan pada semua orang kalau mereka berpacaran. Lino kira ia tidak perlu bertindak lebih jauh lagi. Ia akui dirinya gila karena berpacaran dengan Nesa, gadis tak i...