43. Where's Your Prince?

24.3K 2.3K 3.5K
                                    

Kaca mobil tampak berembun. Wiper masih senantiasa bergerak menghapus jejak-jejak rintik air hujan yang mengganggu pandangan. Geliat kehidupan kota besar semakin terasa kala hujan deras yang mengguyur selama hampir dua jam, berubah menjadi gerimis.

Motor dan mobil saling berebut ruang. Suara klakson, raungan mesin kendaraan, juga percik air dari genangan yang tergilas roda kendaraan, menemani wajah-wajah tak sabar pengendara yang ingin segera bebas dari kemacetan malam itu.

Moza mengecek ponselnya. Muncul tanda peringatan bahwa ia harus segera mengisi daya.

"Lo ada charger? Punya gue ketinggalan," tanya Moza, pada Romeo yang tengah mengemudi di sebelahnya.

"Ada di dasbor." Romeo menjawab tanpa mengalihkan fokus dari jalanan.

Tangan Moza terulur untuk membuka dasbor di hadapannya. Baru terbuka setengah, gerakannya terhenti sejenak ketika dilihatnya tiga pak kondom dengan merk sama di sana.

Romeo melirik sekilas. Tersenyum geli ketika menyadari apa yang tengah dipikirkan Moza. "Sedia payung sebelum hujan," katanya cuek.

"Ini sih sedia payung sebelum mendung!" Moza menutup lagi dasbor itu, setelah mengambil benda yang ia cari.

"Just in case. Kalo kita sampe terbawa suasana," balas Romeo sambil terkekeh jail.

"In your dream, Rom!" cetus Moza. Tangannya bergerak menancapkan ujung kabel ke ponselnya.

Romeo membelokkan setir ke kanan, kemudian bahunya terangkat. "It was the best one by the way."

"God damn it! Nggak usah bahas masa lalu." Moza menggertakkan gigi. Mengingat peristiwa konyol semasa SMA-nya.

Malam itu adalah malam perayaan tahun baru. Moza yang waktu itu tengah jalan dengan Romeo, menyetujui ajakan pacarnya itu menyambut awal tahun di salah satu kelab malam. Mereka baru tujuh belas tahun memang, tapi Romeo punya kenalan di sana. Sehingga mereka diperbolehkan masuk. Dan Moza ingin sekali meninju rahang Romeo setiap mengingat kejadian itu.

"It's true..." Romeo tidak mengindahkan peringatan Moza. "Sayang tanggung. Bodyguard lo keburu nongol. Gue dihajar sampe videonya kesebar satu sekolah. Bangke emang tuh orang."

"You deserved it." Moza menekankan. Terbayang bagaimana Arsen yang masih ceking menghajar Romeo waktu itu. Sampai sekarang Moza bertanya-tanya, bagaimana Arsen bisa masuk kelab itu? Ia tidak mungkin menanyakan langsung, karena otomatis membuatnya membahas kejadian memalukan itu lagi. Ya Tuhan, Moza bahkan tidak percaya itu dirinya.

Well, bukan adegan intim atau bermesraan dengan pasangan yang menjadi masalah. Moza tidak akan merasa sebobrok ini jika semuanya terjadi di saat dirinya lebih sadar dan di tempat yang lebih privat. Bukan dalam pengaruh alkohol dan dilakukan di pojokan salah satu meja kelab!

"Come on. You enjoyed it."

"Gue lagi teler. Dan gue masih muda banget waktu itu," tandas Moza. Lagi-lagi samar teringat bagaimana Arsen menariknya dari pangkuan Romeo saat itu. Yah... saat dirinya mencumbu Romeo dengan rok yang tersingkap sampai pangkal paha. Tentu saja dengan tangan Romeo bergerilya di tubuhnya. Son of a bitch! Jika Romeo membuka mulutnya lagi untuk membahas hal itu, ia bersumpah akan turun dari mobil!

Beruntungnya, seolah mendengar ancaman Moza, Romeo membahas topik lain.

"Masih hujan gini, lo yakin nggak mau diantar sampe rumah?" tanya Romeo.

Setelah pertemuan mereka di kantornya tadi, ia berinisiatif mengantar Moza pulang ketika mengetahui gadis itu tidak membawa mobil karena baru saja melakukan perjalanan dari luar kota dan langsung ke kantornya. Namun, Moza malah mengarahkannya ke sebuah kafe di daerah Kemang.

HEROIN (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang