5 || Masalah

9 0 0
                                    

•Masalah itu datang tanpa kita undang dan pergi seenaknya•

Kaisha Violla

•••

Mobil Rafigar terparkir di garasi rumahnya yang megah. Mungkin sebagian orang akan mengira kalau rumah ini adalah sebuah istana. Bagaimana tidak, rumah bertingkat dua, bercat putih, tak lupa halaman rumah yang luas nan hijau, memiliki kolam renang dan kebun kecil di belakang rumah. Enak sekali dipandang oleh mata. Jadi, jangan salahkan Kaisha jika dirinya lumayan betah berada di rumah Rafigar.

Beberapa detik setelah mesin mobil mati, dengan tidak sabar Kaisha langsung membuka pintu mobil. Namun gerakannya terhenti karena tarikkan Rafigar. Kaisha menatap tangannya yang dipegang oleh Rafigar. Sorot matanya seolah mengisyaratkan pertanyaan 'Ada apa?'.

"Nanti bilang aja ke bunda kalo lo lagi banyak tugas. Jadinya lo bisa sebentar doang di rumah gue. Satu jam, gimana? Setuju?" Rafigar paham, bahkan paham sekali kalau sebenarnya Kaisha tidak mau pergi ke rumahnya hari ini. Tapi apa dayanya, semua ini hanya demi bundanya.

"Dua jam gak boleh kak?" diluar dugaan Rafigar. Ternyata Kaisha malah menawar dengan waktu yang lebih lama. Sekelebat rasa senang muncul dalam benak Rafigar, ingin rasanya dia tersenyum senang pada perempuan di sampingnya, namun gengsi mengalahkan semua. Rafigar terlalu gengsi untuk memberikan sebuah senyuman pada Kaisha.

"Kak?"

"Mba Kai? Mba Kai sudah datang? Alhamdullillah mba Kai, ayo mba cepetan keluar dari mobil, nyonya udah gak sabar ketemu mba Kai. Dari tadi nyonya nanyain mba Kai terus." tepat di depan mobil, Bi Iyah terlihat antusias melihat kedatangan Kaisha. Sembari memegang sapu di tangan kanan, beliau juga melambaikan telapak tangan kirinya pada Kaisha yang masih berada di dalam mobil.

Bi Iyah itu salah satu asisten rumah tangga di rumah Rafigar. Kaisha sudah kenal dekat dengan Bi Iyah, penyebabnya adalah karena seringnya Kaisha datang kerumah ini dan Kaisha juga sering membantu pekerjaan di dapur. Bagi Kaisha, Bi Iyah adalah sosok asisten rumah tangga yang baik dan juga rajin, tidak jauh berbeda dengan Bi Janah-asisten rumah tangga dirumahnya.

"Udah sana keluar." titah Rafigar.

"Ini juga mau keluar kak!" Kaisha membuka pintu mobil lalu menutupnya dengan kencang. Di dalam sana Rafigar terperanjat, 'Anjir kaget gue'.

"Ayo bi, aku pengin ketemu bunda Rena." Bi Iyah menggadeng tangan Kaisha menuju rumah melalui pintu di dalam garasi mobil. Kaki mereka berdua melangkah menuju kamar bunda Rena yang terletak di lantai satu.

"Keadaan bunda baik-baik aja kan bi?" tanya Kaisha.

Kepala Bi Iyah menggeleng samar. "Bisa dibilang baik bisa dibilang tidak mba."

Ceklek

Pintu kamar terbuka setengah. Terlihat dengan jelas di dalam sana seorang wanita paruh baya tengah terbaring lemah di atas tempat tidur dengan impus di tangannya yang sudah selama beberapa bulan ini menemaninya di atas punggung tangan.

Tak bisa dipungkiri, hati Kaisha terenyuh melihat pemandangan itu. Setiap kali menjenguk bunda Rena, dirinya harus sebisa mungkin mengontrol air mata agar tidak mengalir bebas di hadapan beliau. Bukanlah perkara mudah, mata Kaisha terkadang sulit diajak kompromi.

"Ayo masuk mba."

"Iya bi, ayo."

Bi Iyah lebih dulu masuk ke dalam kamar. Mata sayu yang tadinya sedang terpejam, tiba-tiba terbuka. Mungkin langkah kaki dua orang yang baru saja datang terdengar olehnya.

"Nyonya, mba Kai sudah datang." Bi Iyah berucap pelan sembari menunjuk ke arah Kaisha.

Senyum Kaisha mengembang. Dia melangkah maju-mendekatkan dirinya dengan Bunda Rena. Dielusnya lengan kanan Bunda Rena. "Hai bunda, Kai dateng lagi. Bunda senang kan? Kai rindu banget sama bunda." Kaisha berucap dengan gemetar. Ia sedang berusaha menahan tangisnya. Kuatkan Kaisha Tuhan, jangan buat Kaisha menumpahkan air mata di depan Bunda Rena.

"Kai...bun...da...rindu....ka...muu..." penuturan Bunda Rena terbata-bata. Kaisha tau, butuh perjuangan bagi beliau untuk mengatakan empat kata barusan.

"Gimana keadaan bunda sekarang? Udah mendingan daripada kemarin kan?" Bunda Rena mengangguk pelan.

"Oh iya, Kai bawa buah mangga pesenan bunda loh. Sebenernya tadi Kai belinya di pinggir jalan, cuma ada sedikit kendala bun. Jadinya kak Rafigar ajak Kai ke mall buat beli buah mangga." Ya, tadi Kaisha dan Rafigar memang mampir ke mall sebentar sekedar membeli tiga kilo buah mangga. Rafigar tidak mau lagi membeli buah mangga dipinggir jalan, takutnya kejadian yang sama akan terulang lagi.

"Bunda mau makan mangganya?" bunda Rena mengangguk.

"Kai kupas buah mangganya dulu ya bunda. Bunda tunggu sebentar."

"Bi Iyah jaga bunda dulu ya disini." titah Kaisha.

"Iya mba, siap." Kaisha beranjak meninggalkan kamar bunda Rena menuju dapur. Dia akan mengupas buah mangga untuk Bunda Rena.

Sesaat setelah sampai di dapur, mata Kaisha memicing. Ada seseorang disana sedang menyalakan kompor. "Kak Rafigar?"

"Apa?"

"Gak."

Kaisha bergegas mengambil pisau yang terletak di sebelah rak piring. Kemudian diapun segera mengupas satu buah mangga untuk Bunda Rena. Senyumnya merekah saat melihat bagian dalam buah mangganya yang berwarna oranye, sepertinya sangat manis. Tidak sia-sia Kaisha memilihnya waktu di mall tadi.

Selesai mengupas kulit buah, Kaisha memotong daging buah mangga kecil-kecil. Tujuannya agar Bunda Rena mudah saat memakannya nanti. Tinggal sekali suap saja.

"Kakak mau mangga?" sebelum kembali ke kamar Bunda Rena, Kaisha menawari Rafigar apakah dirinya ingin mangga atau tidak. Dan jawabannya hanya gelengan. Baiklah, Kaisha segera bergegas menuju kamar, dia yakin Bunda Rena pasti menyukai buah mangga ini. Karena rasanya pasti manis.

"Buah mangganya udah siap Bunda...Kai suapin ya." Kaisha menyuapkan satu potongan kecil buah pada pada Bunda Rena.

"Gimana bunda? Enak? Manis kan?"

Uhuk uhuk uhuk uhuk uhuk uhuk uhuk

Kaisha dan Bi Iyah terperanjat. Bunda Rena tiba-tiba saja terbatuk dan tidak berhenti.

"Bi, bunda kenapa bi?" jujur, Kaisha sangat panik.

Bi Iyah menggeleng, "Gak tau saya mba."

Napas Bunda Rena seakan tersenggal. Seluruh badanya gemetar. Kaisha dan Bi Iyah sungguh panik luar biasa. Apa yang terjadi dengan Bunda Rena.

"Mba, anu, buah mangganya asem?" tanya Bi Iyah.

Kaisha menggeleng. Dia belum mencobanya, tapi perkiraannya manis, karena dari warnanya saja sudah terlihat kalau rasa buah mangga itu manis. Tapi entahlah, Kaisha belum mencobanya.

"Aduh mba, mba Kai lupa ya, Nyonya alergi sama rasa asem."

Deg

•••


Assalamualaikum semua, alhamdullillah aku bisa update malam ini hehe, ada yang nungguin gk nih?

Kok VOTE dan KOMENnya gak ada sih?😁Kalian gak suka ya sama cerita aku?:) yok komen, apa kekurangan ceritaku, biar insyaallah bisa aku perbaiki😁

Aku tunggu VOTE, KOMEN + saran dari kalian okey?😆

About FeelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang