•Gue gak nyangka, cewe yang gue anggap baik ternyata adalah cewe terlicik di dunia yang pernah gue temui•
Rafigar Zulfikri
•••
"Mau lo apa sih? Mau ngebunuh bunda gue? Gue tau lo gak nyaman jalanin hubungan sandiwara ini sama gue, tapi gue mohon, jangan jadiin bunda sebagai pelampiasannya Kai, gue mohon sama lo!" pria di hadapan Kaisha yang tak lain adalah Rafigar tengah kalut. Efek rasa asam dari buah mangga yang beliau makan membuat kondisinya memburuk.
Kaisha benar-benar lupa kalau Bunda Rena punya alergi terhadap rasa asam. Kaisha mengakui kebodohannya karena tidak mencicipi dulu buah mangga yang dibelinya. Dia mengaku, dia bodoh, sangat bodoh. Tapi sungguh, Kaisha tidak ada sedikitpun niat jahat pada Bunda Rena.
Wajah Rafigar merah padam. Saat ini dirinya dan Kaisha berada di ruang IGD rumah sakit. "Gue benci lo Kai, gue benciii!!! Sampe kapanpun gue gabakal maafin lo!!!"
"Kak, aku beneran gak tau kalau buah mangganya asam kak. Aku gak nyobain dulu ta-" dengan garangnya Rafigar mencekal lengan Kaisha—seperti saat di koridor sekolah waktu itu.
"Cewe licik! Gue kira lo beneran sayang sama bunda gue, ternyata BULLSHIT! Lo cewe terlicik yang pernah gue temui di dunia ini Kai, gue nyesel udah kenal sama lo dan ngejalanin hubungan sandiwara sama lo!" Rafigar memlintir lengan Kaisha hingga sang empunya memekik kesakitan. Rafigar sengaja berbuat seperti itu, dia akan melampiaskan seluruh emosinya pada Kaisha.
Apakah sikap Rafigar keterlaluan? Mungkin iya, tapi jangan sepenuhnya menyalahkan Rafigar. Sikapnya seperti ini pada Kaisha karena dia sangat khawatir pada keadaan bundanya.
Rafigar hanya punya bundanya saja di dunia ini. Kehilangan dua orang tersayang di masa lalu membuat Rafigar begitu trauma akan kehilangan orang yang dia sayang untuk ketiga kalinya.
Saat ini hati Rafigar terasa remuk. Dia rela menjalani hubungan sandiwara dengan perempuan yang tidak dia cintai demi bundanya. Dia pikir dengan begini, bundanya akan segera pulih, dan kenyataannya? Tidak.
"Kak, maaf, aku...aku juga gak mau bunda kenapa-napa." lirih Kaisha.
"Lo gak bisa ngerasain diposisi gue Kai, lo gak bakal bisa! Gue gak mau kehilangan bunda!!! Gue gak mau!!!"
Lengan Kaisha telah bebas dari Rafigar, namun disana meninggalkan sebuah goresan yang berasal dari kuku Rafigar. Berdarah.
Belum seberapa. Bagi Kaisha goresan kecil dari Rafigar di tangannya ini tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan berharganya nyawa Bunda Rena.
'Ya Tuhan, selamatkan Bunda Rena' itu yang Kaisha mau. Tapi semuanya bergantung pada takdir yang Tuhan berikan bukan? Sebagai manusia biasa kita hanya bisa berdoa dan berusaha.
"Lebih baik sekarang lo pergi dari sini! Gue gak mau liat muka lo lagi cewe licik! Sekali lagi gue bilang sama lo, kalo gue BENCI LO KAISHA VIOLLA!" Rafigar berdiri, berjalan menjauhi Kaisha. Entah kemana dia akan pergi.
•••
"Kakai kenapa sih? Abis nangis ya? Sini, sini, cerita sama aku kakai ada masalah apa. Kali aja aku bisa bantu kak." tangan mungil Chasa menggenggam jemari kakak perempuannya—Kaisha—dengan pipi banjir air mata.
Chasa tidak paham apa yang terjadi pada kakaknya. Lagipula dia masih terlalu kecil untuk mencari tau alasan Kaisha menangis hari ini.
"Kakai kenapa sih? Jawab Chasa dong. Jangan bikin Chasa khawatir."
Bukannya mulai membuka mulut untuk mengawali sebuah cerita mengenai penyebabnya menangis, Kaisha justru kembali membuat pipinya banjir air mata. Kedua matanya terpejam. Ditutupnya wajahnya menggunakan kedua telapak tangan.
Dia frustasi. Dia kira hari ini akan jadi hari yang menyenangkan, ternyata ekspektasinya salah besar. Lagi-lagi realita tidak mendukungnya.
Selalu begini. Kenapa realita sangat menyakitkan? Hari ini Kaisha seolah telah menjadi penjahat. Penjahat yang mempertaruhkan nyawa seseorang. Kaisha merutuki dirinya sendiri.
"Kakai, please...jangan diem kaya gini, kakai kenapa? Jangan dipendem sendiri dong."
"Gue...gu...e....bo...boodoh...gue bo..doh caaaaa!!!"
"Bodoh kenapa? Aku gak paham kak."
Bibir Kaisha masih kelu untuk menceritakan apa yang dia alami pada Chasa. Saat ini kepala Kaisha penuh akan kemungkinan-kemungkinan buruk yang bisa terjadi.
Tangis Kaisha semakin menjadi. Dia mengacak-acak rambutnya, memukuli kepalanya sendiri. Seolah tak sadar kalau dia telah menyakiti dirinya sendiri.
"Kakai kenapa sih? Jangan bikin Chasa takut kak, Chasa gak bisa liat kakai kaya gini. Please kakai, jangan kaya gini. Chasa takut." Chasa mengelus pipi sang kakak yang tak henti-hentinya mengalirkan air mata.
Chasa harus apa? Siapa yang akan dimintai tolong olehnya untuk menenangkan kakak perempuannya ini? Bunda? Tidak. Tidak mungkin dia meminta tolong pada bundanya yang sedang diluar kota. Yang ada malah bundanya akan cemas dan pekerjaannya terganggu.
Biasanya jika bundanya tidak ada, Chasa akan meminta bantuan apapun pada ARTnya—Bi Jannah, sayangnya Bi Jannah sedang tidak ada di rumah.
Chasa berpikir keras. Memikirkan kemungkinan orang yang bisa membantunya menenangkan kakaknya ini dari tangisan deras yang penyebabnya masih menjadi misteri bagi Chasa.
'Ah ya! Aku tau, dia pasti bisa bantu aku buat nenangin kakai'
Yang jadi pertanyaannya, siapa kira-kira orang yang akan Chasa mintai bantuan?
•••
•WAJIB BANGET DIBACA•
Assalamualaikum wr wb
Ada yang udah ngasih VOTE? Gampang lo, tinggal tekan bintang di pojok kiri bawah doang🤗 coba deh, ceki-ceki pojok kiri bawah layar hp kalian, ada bintang kan? Tekan ya gaes😂 MAKASIHHHH YANG UDAH NEKANNNNNN😘😍
Sekarang tinggal KOMEN...AYO KOMENNNN YA HEBOHHH YANG RAMEEEEE BIAR AKU HAPPYYY😂Makasih buat semuanya yg udah ngasih vote dan komen, makasih juga buat siders ya, kalian juga baik udh mau baca cerita abal-abalku ini😂😆
Btw, mau lanjut gk nih? Kira-kira siapa sih yang Chasa mintain bantuan?
Yok yok tebak lewat komenan, menurut kalian apakah tokoh baru atau tokoh lama?Siapa yaaa🤔
Tunggu di chapter selanjutnya oke???
Tetep setia tungguin aku update ya gaes:)
Makasihhh
KAMU SEDANG MEMBACA
About Feel
Teen FictionSemuanya berawal dari sebuah sandiwara 'Demi Bunda'. Berlanjut dengan 15 peraturan yang membuat gadis itu terkekang. Perlahan, rasa benci tumbuh subur di hati sang gadis. Namun, disisi lain, pria yang mengawali semua sandiwara ini terjerembab ke dal...