•Disaat aku sedih, kenapa Tuhan kembali mengirimkan dia ke hadapanku dan membiarkan luka lama kembali basah?•
Kaisha Violla
•••
Orang itu telah datang. Gaya berpakaiannya masih sama seperti tiga tahun silam. Memakai kaus oblong putih polos, berlapiskan jaket lepis berwarna biru tua. Bawahannya memakai celana jins yang ada sentuhan robek-robek di area sekitar dengkul, sepatu hitam polos bertali, tak lupa pelindung kepala andalannya yang masih tetap sama—topi hitam bertuliskan 'BadBoy'.
Mungkin hanya ada sedikit, ya cuma sedikit sekali perubahan yang terjadi pada postur tubuhnya. Dia lebih ramping dibandingkan tiga tahun silam. Warna kulitnya juga lebih putih. Jelasnya dia terbilang lebih tampan daripada dulu.
Dengan langkah super pede—anggap saja dia over pede—kedua kakinya melangkah santai memasuki pintu gerbang masa lalunya. Tak pernah terbesit sekalipun di pikirannya jikalau suatu saat dia akan mendatangi tempat seseorang di masa lalunya.
Semua ini bukan karena keinginannya. Sebenarnya pria ini enggan sekali kembali berhubungan dengan semua hal yang berbau-bau masa lalu. Namun, apalah dayanya yang memiliki hati selembut marsmallow—walau bisa dibilang bad boy, dia punya hati yang sangat lembut.
Pria ini paling tidak bisa melihat dan mendengar seorang perempuan menangis. Baginya air mata mereka para kaum perempuan begitu berharga. Jadi, sekalipun dia bad boy, dirinya belum pernah mempermainkan perempuan, justru sebaliknya, dia yang pernah—tidak, lupakan saja. Pria itu belum mau memberi tau hal rahasia itu.
Ditatapnya area rumah milik 'Masa lalunya'. Semua masih sama. Mungkin yang berubah hanya perasaan diantara dirinya dan anak dari pemilik rumah ini.
Dia tersenyum hambar. Hati dan otaknya bertanya-tanya, apakah ditahun ini dia akan bisa bersama dengan masa lalunya lagi seperti tiga tahun silam? Itu berarti Tuhan menakdirkan mereka berdua untuk bersama lagi bukan?
Boleh pria ini menolak? Tentu saja boleh. Namun, kembali lagi pada Tuhan, semua ini sudah ditakdirkan oleh-Nya. Sebagai umatnya kita hanya bisa menerima dengan ikhlas.
"Kakak udah dateng? Alhamdullillah, ayo kak cepetan temuin kakai di kamarnya. Dari tadi nangisnya belum berhenti. Chasa khawatir banget, soalnya kakai gak mau cerita ke Chasa kenapa dia nangis." seorang gadis kecil yang tak lain adalah Chasa muncul dari arah pintu rumah. Kaki kecilnya membawanya berlari menghampiri pria yang dipanggilnya 'Kakak'.
Ternyata pria inilah yang Chasa mintai bantuan. Chasa sempat mengirim pesan lewat whattsapp dan juga menelponnya tadi sembari menangis.
Nasib baik. Pria itu tidak sedang disibukkan oleh tugas sekolah. Karena itulah dia bisa dengan cepat datang ke rumah Chasa dan menemui gadis kecil yang dulu pernah ditemuinya tiga tahun silam, di tempat yang sama.
"Sini, kakak hapus dulu air mata kamu sebelum kakak hapus air mata dari kakai." pria itu berjongkok—menyamakan tingginya dengan Chasa. Jemarinya bergerak menuju pipi gembul Chasa. Dihapusnya air mata gadis kecil itu.
Tanpa aba-aba, Chasa yang sudah tidak sabar langsung menarik lengan pria yang disebutnya 'Kakak' untuk memasuki rumah—lebih tepatnya ke kamar Kaisha.
"Eh, sabar Ca, jangan asal tarik gini."
"Abisnya kakak lama ih! Lemot!"
Sejujurnya, pria ini bukan lemot atau apapun. Tapi, dia belum siap untuk kembali bertemu dengan kakak dari gadis kecil ini. Siapa lagi kalau bukan Kaisha, Kaisha Violla.
KAMU SEDANG MEMBACA
About Feel
Fiksi RemajaSemuanya berawal dari sebuah sandiwara 'Demi Bunda'. Berlanjut dengan 15 peraturan yang membuat gadis itu terkekang. Perlahan, rasa benci tumbuh subur di hati sang gadis. Namun, disisi lain, pria yang mengawali semua sandiwara ini terjerembab ke dal...