Dejavu?

320 121 135
                                    

Jam tiga dini hari, rembulan bersinar begitu terang. Semilir angin menggoyangkan dedaunan, jalan raya di bawah sana sudah lenggang. Suara dengkur terdengar dari Anjani yang masih terlelap. Beberapa jam yang lalu, gadis itu berpindah kamar dan ingin ikut tidur bersama Aila, katanya di kamar yang jarang ia tempati itu sudah berbeda suasana, sedikit menyeramkan. Ada-ada saja.

Aila menyelesaikan salat witirnya lalu berdoa, meminta keselamatan dunia dan akhirat untuk dirinya, untuk kedua orang tuanya dan untuk seluruh umat Rasulullah Saw. Setelah itu, ia bergegas meraih mushaf Al-Qur'an dan membacanya tanpa melihat. Aila melakukannya di teras balkon kamar, dengan terpaan angin yang membelai kulit mulusnya.

Kamar yang di tempati oleh Aila berada di lantai dua, bersebrangan dengan kamar Anjani yang katanya tadi rada mengerikan. Kamar itu berukuran besar, sehingga membuat Aila sangat leluasa melakukan segala aktifitasnya. Setelah selesai membaca Al-Qur'an, Aila melirik sekilas jam dinding di dalam sana.

Sebentar lagi adzan subuh akan berkumandang. Gadis itu meletakkan Al-Qur'an nya yang sudah tertutup rapat kembali. Ia memejam, merasakan terpaan-terpaan kecil angin sejuk membelai pipi mulusnya.

"Maka, nikmat Tuhan mana lagi yang kau dusta kan?" Bibir kecilnya bergumam, seulas senyum terbit menciptakan lengkung sabit paling indah.

Suara indah tahrim saling bersahutan, menandakan bahwa waktu subuh akan segera tiba. Aila segera bergegas masuk, membawa mushaf Al-Qur'an nya lalu di letakkan di atas meja. Ia harus segera mandi, cepat-cepat bersiap agar salat subuhnya tidak tertunda.

Adzan subuh berkumandang, sang muadzin telah memberi seruan agar kewajiban seluruh umat Islam segera di laksanakan. Beberapa menit lalu, Aila baru saja keluar dari kamar mandi. Gadis itu terlihat sedang mengeringkan surai hitamnya. Lalu meraih sebuah mukena berwarna putih dan menggelarkan sajadah.

"Assalamualaikum warahmatullah."

"Assalamualaikum warahmatullah."

Aila kembali melambungkan zikir serta doanya.

ෆ✿*⁠。

Rumah megah bernuansa putih itu berdiri tepat di pusat kota ibu kota Jakarta. Karena itu akses untuk bepergian kemana pun begitu mudah untuk keduanya. Hari ini sesuai perjanjian yang telah di sepakati, Anjani akan membawa temannya itu untuk pergi ke taman kota. Setelahnya akan pergi ke mall untuk berbelanja dan menonton film terbaru yang di bintangi aktris favorit mereka.

Keduanya terlihat sangat anggun dengan setelan baju berwarna senada. Aila mengenakan rok span berwarna cream dengan atasan kemeja putih dan jilbab senada. Sedangkan Anjani terlihat sangat modis dengan celana putih dan atasan kemeja berwarna cream dengan warna jilbab yang sama.

Keduanya berjalan beriringan. Beberapa pasang mata terlihat melirik dan menatapnya begitu lama. Bagaimana tidak? Selain penampilan keduanya yang rapi, wajah mereka pun menjadi alasan utama beberapa manusia akan betah memandangnya. Anjani yang cantik dengan gurat wajah timur tengahnya, sedang Aila begitu menawan dengan garis wajah arabian nya.

"Kita kesana!" Anjani menunjuk tempat yang tak begitu ramai oleh pengunjung.

Suguhan hamparan rerumputan yang hijau nan bersih serta udara yang sejuk, ternyata mampu menarik lengkung sabit yang indah milik Aila. Gadis itu langsung membawa tubuhnya untuk duduk santai disana, merasakan terpaan-terpaan kecil angin yang seakan membelai wajah cantiknya.

"Tenang, damai." Aila memejamkan mata, sedikit menengadahkan wajahnya ke atas sana. Sedikit sorotan sinar mentari pagi seakan turut mengilau kan pesona cantik Aila.

DIA [revisi version]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang