kejutan ulang tahun

429 199 186
                                    

Secangkir coklat panas serta beberapa tumpuk buku-buku tebal kini kian menemani minggu pagi ala Aila. Seusai solat subuh tadi, ia sudah menyempatkan untuk mengulang hafalan demi hafalan nya. Waktu menunjukkan pukul depan, lima belas menit yang lalu Aila turun ke bawah, lebih tepatnya ke arah dapur.

Ingin hati mencari sang umi, namun tak hasil. Dapur pun lenggang tanpa kepulan asap seperti pagi hari biasanya. "Kemana umi pergi sepagi ini?" Batinnya.

Rumah nampak sepi, bahkan Ayana dan Abah pun tak kunjung terlihat oleh penglihatannya, karena itulah ia memilih duduk santai di balkon kamar sembari membuka beberapa buku-buku fiqih yang harus kembali di pelajari.

Sebentar ia melamun, melihat jam pada ponsel lalu meletakkannya kembali. Aila merasa bosan, ingin sekali rasanya pergi keluar. Tapi kemana?

Hufth.

Aila menarik nafas dalam-dalam, lalu menghembuskannya secara perlahan. Netranya menatap lurus ke depan, memandang segala aktifitas yang di lakukan banyak orang menjelang siang.

Banyak anak kecil berlari-larian, banyak sepasang kekasih atu mungkin sepasang suami istri yang berlalu lalang saling berdampingan, bahkan begitu banyak ibu-ibu yang rusuh saling berdesakan mengerumuni Abang tukang sayur yang sangat malang.

Aila terkekeh, melihat si tukang sayur yang kerap di panggil lee men hoo kawe itu kewalahan melayani emak-emak rempong yang silih berganti memintanya untuk foto bersama.

"Astaghfirullahaladzim." Aila kembali tertawa, tiba-tiba ia membayangkan sang umi berada di antara gerombolan ibu-ibu di bawah sana. Sangat mustahil rasanya.

Hingga tak terasa, tiga jam sudah ia berdiam diri disana. Suasana yang semula ramai pun kian sedikit demi sedikit menjadi senyap. Bahkan matahari pun telah memancarkan sinarnya dengan sempurna di atas sana.

Aila semakin bosan, lalu meraih ponsel dan menghidupkannya. Tidak ada pesan yang di kirimkan oleh Syam, terakhir memberi kabar dia akan landing pagi ini untuk terbang ke Indonesia. Namun setelah itu, tidak ada lagi pesan atau kabar apapun yang di terima. "Mungkin Syam sedang di perjalanan," batinnya.

"Assalamualaikum."

Samar-samar, Aila mendengar ucapan salam di bawah sana. Dengan cepat ia berlari ke bawah dan segera membukakan pintu. Ia harap, Abah dan umi nya yang datang.

"Eh, ada apa ya mbak?" Aila mendesah kecewa, ternyata bukan umi dan Abah yang datang, melainkan dua orang santri putri membawa kotak berukuran lumayan besar.

"Ngapunten nggih Ning, ini ada titipan untuk Ning. " Kedua santri putri itu menyodorkan kotaknya pada sang empu.

"Tolong di taruh di dalam saja." Keduanya mengangguk, lalu membawa kotak itu ke ruang tengah.

"Tapi siapa yang memberikan ini mbak?"

"Ngapunten Ning, saya tidak tahu. Tadi pak Joni yang mengantarkan kotak nya ke kantor putri, minta tolong di berikan kepada Ning."

"Baiklah, terimakasih nggih mbak."

"Sami-sami Ning, permisi."

Aila mengangguk, sembari meraih uluran lengan keduanya lalu kembali masuk setelah menutup kembali pintu utamanya.

Allahu Akbar ...
Allahu Akbar ...

DIA [revisi version]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang