Bob Yang✈

68 6 1
                                    

Lelaki dengan mata rubah itu mendudukkan tubuhnya ke kursi tunggu di dalam bandara

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Lelaki dengan mata rubah itu mendudukkan tubuhnya ke kursi tunggu di dalam bandara. Ia sudah sampai di Wina setelah menempuh hampir 15 jam perjalanan. Jeongin, pemuda itu mengalami jetlag parah, belum lagi perbedaan zona waktu Wina yang lebih cepat 5 jam dari Brazil, Jeongin tiba di Wina pukul 3 dini hari waktu setempat.

Ia memejamkan matanya sejenak, ia belum mau beranjak lagipula ia pun masih belum tau harus kemana sekarang di jam tidur seperti ini. Saat akan terbang ke Wina, sebenarnya ada sedikit masalah. Fabian malam itu ada dirumah, padahal biasanya lelaki itu akan pergi ke kafe nya. Jadilah Jeongin bingung setengah mati mencari cara agar bisa pergi dari rumah Fabian diam-diam.

Jeongin bolak-balik dari kamar ke dapur, berkali-kali melirik Fabian yang ada diruang tengah, menonton televisi. Hingga tinggal 1 jam menuju keberangkatan, barulah Jeongin mendapati Fabian tertidur di depan televisi. Ia jelas memanfaatkan kesempatan itu untuk kabur lewat pintu samping, naik taksi menuju bandara.

Maka disinilah Jeongin sekarang.

“Permisi,” Jeongin membuka mata dan tersentak melihat seorang wanita muda asing menyerahkan sesuatu kepadanya. Ia memperhatikan benda ditangan wanita dengan rambut pirang sebahu itu sambil menyerngit heran.

“Maaf, aku menemukan sapu tangan ini didekat kaki mu jadi kupikir ini milikmu” ujar wanita itu sopan.

Jeongin hanya diam dan menatap lamat sapu tangan itu. Sebenarnya itu bukan miliknya, tapi entah kenapa tangannya terjulur untuk mengambil dan menyimpan sapu tangan itu di sakunya.

“Terimakasih” Jeongin kemudian memilih beranjak dari situ. Tetapi langkahnya terhenti karena wanita itu kembali memanggilnya.

“Umm, kamu mau kuantar? Aku penyedia layanan taksi di bandara ini” kata wanita itu. Jeongin diam dan menatap wanita itu dari atas ke bawah, wanita ini memang tidak terlihat mencurigakan.

Tapi Jeongin tetap tak boleh lengah, bagaimana kalau wanita itu malah menculiknya dan mengambil semua tabungannya. Tidak, tidak, Jeongin tidak mau menjadi gembel di negeri orang.

“Gapapa, aku bisa cari taksi sendiri” lalu Jeongin memilih pergi dari sana sambil membenarkan letak ranselnya dan menarik kopernya.

“Tunggu! Ongkosnya murah kok! Please, aku belum dapat penumpang dari tadi pagi” Jeongin terdiam saat wanita itu kembali meneriakinya. Jeongin diam dan berfikir di tempatnya, kasihan juga. Ia jadi tak tega.

“Aku gak akan menculikmu atau mengambil uangmu kok, aku benar-benar akan mengantarmu sampai tujuan. Aku bersumpah” Jeongin membalikkan tubuhnya dan mendapati wanita itu tengah menautkan kedua tangan dan memohon dengan wajah memelas padanya. Jeongin menghela nafas pasrah.

“Baiklah”


“Siapa namamu?” tanya Jeongin dengan mata yang sibuk memperhatikan jalanan kota Wina

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



“Siapa namamu?” tanya Jeongin dengan mata yang sibuk memperhatikan jalanan kota Wina. Begitu menarik dan cantik meskipun di malam hari seperti ini. Jeongin suka.

“Alexa Lee, kamu?” gadis itu melirik sedikit Jeongin yang duduk disebelahnya.

Pemuda itu sekarang tampak lugu, padahal awalnya ia begitu takut pada lelaki rubah ini karena tatapannya yang begitu tajam.

“Bob” Jeongin menjawab singkat.

Ia tak ingin menyebutkan nama keluarganya karena ia tak mau kejadian yang sama terulang saat ia menyebutkan namanya itu pada Fabian dan berakhir ia harus kabur ke negara lain lagi.

“Hanya Bob? Kamu gak punya nama keluarga?” tanya gadis itu.

“Bukan urusanmu” Jeongin melirik tajam Alexa yang membuat gadis itu tampak gelagapan dan langsung mengatupkan bibirnya rapat-rapat.

Keheningan kemudian mendera kedua anak adam dan hawa yang baru saja berkenalan beberapa menit lalu itu. Keheningan yang begitu canggung dan dingin. Jeongin masih asik menatap pemandangan diluar, tak mempedulikan Alexa yang mati-matian ingin bertanya soal kemana lelaki itu ingin pergi.

“Mmm.. aku harus mengantarmu kemana?” Alexa akhirnya memilih untuk membuka suaranya karena ini sudah 10 menit ia mengendarai mobilnya tanpa arah yang pasti di tengah malam seperti ini.

Jeongin diam. Ia juga tak tau harus kemana, harusnya tadi dia tidur saja di bandara dan mencari semacam flat murah saat matahari sudah tinggi. Tapi karena dia sangat kasihan pada Alexa, ia mau tidak mau menolong. Padahal seharusnya dia lah yang mendapat bantuan disini.

“Aku tidak tau” jawab Jeongin pelan.

Gadis disebelahnya membelalak dan langsung mengerem mendadak. Jeongin terdorong ke depan, untung saja ia memakai seatbelt, kalau tidak entah bagaimana nasib dahi nya saat ini.

What? Jadi kamu gak punya tujuan?! Ah bego! Alexa bego, ck, tau gitu aku gak nawarin kamu tadi”

Jeongin merasa tidak terima karena gadis itu terus-terusan mengumpat. Padahal Jeongin kan sudah menolak.

“Hey! Kan kamu yang maksa aku dengan tatapan memelas itu! ya aku sebagai lelaki yang baik nolongin dong! Gimana sih”

Lalu keduanya asik berdebat. Menyalahkan satu sama lain, lupa bahwa mereka sedang ada ditengah jalan sekarang. Untung sepi, tapi tetap saja menghambat beberapa pengemudi yang masih berlalu lalang di pukul 4 pagi.

Hingga sebuah klakson menginterupsi perdebatan tanpa ujung, barulah Alexa menjalankan mobil itu kembali. Dengan tergesa, ia menekan klakson dua kali sebagai permintaan maaf pada mobil yang menegur.

“Kok kamu gak bilang sih dari awal kalau kamu gak punya tujuan, ya ampun, habis sudah bensin ku” masih menggerutu. Jeongin sampai jengah dan memutar kedua bola matanya malas.

“Aku bakal ganti uang bensin mu, tenang saja” Alexa hanya bisa menghela nafas mendengar nada ketus Jeongin.

“Baiklah, jadi kamu mau bermalam dimana sekarang? Di sekitar sini mungkin ada motel murah, kamu gak masalah?” Jeongin terdiam sebentar.

Menimang-nimang haruskah ia menginap mengingat uangnya yang mulai menipis. Meski motel tak begitu banyak menghabiskan uang, tapi ia perlu untuk mencari flat, jadi ia takut uangnya tak akan cukup.

“Hey kamu dengar gak?” suara Alexa membuyarkan pikiran Jeongin soal uang.

Pemuda itu menghela nafas, anggap lah ia tak tau malu, tapi ia harus minta bantuan gadis ini sekarang.

“Boleh gak kalau aku menginap di tempatmu?” Jeongin bisa melihat mata gadis itu membulat dan hampir saja menginjak pedal rem lagi. Tapi gadis itu berusaha menguasai dirinya.

“Cuma beberapa jam aja kok, saat matahari terbit aku bakal langsung cari flat atau semacamnya,” Jeongin dengan cepat menambahkan lagi.

Ia sebenarnya tidak ingin membuat gadis itu menjadi tidak nyaman, tapi mau bagaimana lagi.

Alexa menghela nafas untuk yang kesekian kalinya hari ini. Ia kemudian langsung memutar kemudi, berbalik arah.

“Hanya untuk beberapa jam”


Hai! apa ya?? book ini gak ada yg baca sih aku juga bingung mau kasi A/N apa wkwk

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



Hai! apa ya?? book ini gak ada yg baca sih aku juga bingung mau kasi A/N apa wkwk.

Yang baca ini, jangan lupa vote yaa, gampang kok tinggal klik aja hehe. Makasihh.

Hara🌼

AIRPLANE // SKZTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang