Nov, 1947.
Kejadian itu berlangsung begitu cepat.
Sesaat setelah Junhui akhirnya meninggalkan kekasihnya, menaiki bak truk dan truk itu berjalan meninggalkan daerah itu. Sesaat setelah teman-temannya, yang entah sejak kapan sudah ada di sana, menggodanya. Bom terus dijatuhkan dan pelatuk senapan terus ditarik, berlomba-lomba membuat angka kematian negeri tirai bambu meroket naik. Kota Anshan yang dinobatkan sebagai kota teraman dan markas salah satu kubu tiba-tiba berubah menjadi kekacauan.
Suara jatuh dan meledaknya bom. Senapan yang terus menghasilkan korban yang memenuhi jalanan. Perempuan-perempuan ditarik paksa dan beberapa di antaranya nyaris disetubuhi jika segerombolan tentara yang merangkap Junhui dan para koleganya tak segera beraksi. Gerobak-gerobak dagangan dan beberapa gedung juga rumah yang hancur. Sungguh kacau.
Semuanya terjadi di hadapan kedua netra indah Minghao. Pembela negara favoritnya yang taat melaksanakan tugas menyuruhnya pergi, mencari tempat aman, meyakinkannya bahwa ini akan segera berakhir dan ia akan datang mencarinya. Renjun dan Chenle yang sedari tadi menarik kedua lengannya guna mengajak Minghao pergi akhirnya berhasil.
Dipimpin oleh Kunhang, yang diminta oleh Junhui untuk mengarahkan mereka, sekawanan itu terus berlari. Menghindari kekacauan, mencari tempat teraman. Sayang, kue yang diberi Junhui tadi tak sengaja terlempar ketika beberapa warga menabrak tubuh kecil itu.
Untuk kesekian kalinya, pelatuk kembali ditarik. Menghasilkan suara keras yang dipastikan akan selalu membekas di ingatan siapapun yang mendengar. Bersamaan dengan ditariknya pelatuk itu, sebuah nama diteriakkan oleh beberapa pembela negara lainnya. "Wen Junhui!"
Tunggu. Tolong, jangan dia.
Kedua tungkainya yang lelah berlari refleks berhenti. Begitupun milik Kunhang dan sekawanannya. Berbalik di waktu yang hampir bersamaan hanya untuk menemukan salah satu pembela negara tergeletak tak berdaya di antara banyaknya korban. Yukhei yang bersusah payah melawan kubu musuh akhirnya menyingkir, memberi pemandangan yang lebih jelas terhadap tentara itu.
"J-Jun-ge ...?"
Tentara yang ia kenal baik tergeletak di sana, bersimbah darah. Di antara puluhan korban lainnya. Tentara itu memusatkan pandang pada satu makhluk ciptaan Yang Mahakuasa, menikmati keindahan yang diciptakanNya mungkin untuk terakhir kalinya. Wajah tirus nan manis itu. Kedua manik yang biasanya memancarkan aura karismatik dan lembut di saat yang bersamaan yang dapat menyenangkan orang dalam sekali pandang. Hidung bangir yang sering digigitnya saking gemasnya dengan manusia itu. Sepasang bilah bibir penuh berwarna merah alami yang sering diraupnya saat malam di hari cuti menyapa. Tubuh tinggi yang dipadupadankan dengan pinggang ramping dan kaki jenjang.
Namun sayang, kedua netra itu kini tak bersinar seperti biasanya. Kedua netra itu memburam, lalu menciptakan cairan bening yang bergerak mengaliri pipi tirusnya. Kedua tungkai yang terbiasa berlatih martial arts itu tampak bergerak menuju dirinya.
Tidak. Jangan datang.
"Junhui-ge!" Beruntung Kunhang dan Dejun yang perasaannya ikut kacau masih dapat menguasai diri dan menahan Minghao untuk mendekati Junhui.
Disaksikannya Minghao yang terus melafalkan namanya seraya berusaha keras menepis pegangan kedua temannya itu sampai akhirnya kekasihnya itu hanya bisa pasrah dibawa pergi dengan air mata mengucur deras. Hidung bangirnya memerah akibat itu. Ah, Junhui jadi ingin menghampiri dan menggoda kekasihnya itu, seperti biasanya.
Maafkan aku, Hao.
Aku harus pergi,
peluru ini terlalu menyakitkan.
Maaf,
aku berbohong bahwa aku akan mencarimu nanti.
Minghao sebagai saksi mata hanya dapat mengeluarkan lebih banyak cairan bening lagi saat disadarinya senyum tipis yang dikulum lelaki itu ditujukan untuk dirinya, sebelum akhirnya lelaki itu mempertemukan kelopak dan pelupuk matanya, memejamkan mata menyembunyikan kedua netra cokelatnya yang indah.
Tetapi, aku tetap menyayangimu.
Dan akan selalu seperti itu.
—
©munwaves, 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
black rose [✓]
Fanfic𝙟𝙪𝙣𝙝𝙖𝙤 𝙝𝙞𝙨𝙩𝙤𝙧𝙞𝙘𝙖𝙡 𝙖𝙪 -; there are always two sides to something. from the negative side, you will see death and people mourning at funerals. however, the bright side is that it brings new life and a major change that is...