03 - JamKos « Challenged by Love »

108 35 37
                                    

Kelas ini adalah kelasnya anak nakal. Yah, tapi mereka selalu beruntung karena mendapatkan jam kosong seperti hari ini.

Kelas yang dimaksud adalah VIII C. Beruntung sekali bukan kelas Pices, dia jadi leluasa untuk menggombali semua cowok. Iihirrrr! Biar tambah rame kelasnya.

"Cowok," goda Pices sambil mengerling genit dan mendekati salah satu teman kelasnya yang sedang nongki-nongki di depan kelas.

Para cowok itu menoleh karena merasa terpanggil, bukankah mereka juga termasuk cowok? Pices berjalan dengan lenggak-lenggok aduhai.

Masing-masing hati para cowok beristigfar untuk menghilangkan hawa setan, tetapi mata mereka tak berpaling. Sungguh percuma mereka beristigfar kalau tuh mata enggak bisa diem, si setan pasti seneng nih.

"Ganteng, minta jawaban doooong!" pinta Pices setelah berada di samping salah satu cowok yang duduk di atas meja guru–yang katanya dia paling pinter kalau urusan tugas. Jadi, Pices berinisiatif memanfaatkan keahliannya untuk meminta jawaban.

Cowok itu menelan saliva. 'Wadidaw! B******,' umpatnya dalam hati seraya mencoba mengalihkan pandangan dari si Imut bin Gemesin Inces Paribeli.

Dia turun dari atas meja dan mengambil bukunya di tengah-tengah para CS-nya yang asik menyalin. Dengan kompak mereka mengumpat karena belum selesai menyalin.

Tidak menghiraukan protesan para Bro-nya itu dia memberikan buku bersampul Ironmen pada Pices sambil tersenyum manis. Ternyata, cowok item ini ganteng juga kalau lagi senyum, apaan, sih, Pices? Kok Pices jadi kayak naksir gitu?

Senang hati Pices menerima buku itu lalu tersenyum gembira. "Makasih banyak ... Makin ganteng deh si Mamaaaan. Muach!" Huek! Jangan baca yang terakhir, jijik author, asemlah.

Namun, si cowok yang bernama Maman itu mematung dan blushing. Ngakak deh CS-nya. Kasihan si Maman, kayaknya dia baper deh.

Bagaimana tidak terbawa perasaan alias baper? Ini bukan kali Ciliwung, eh, kali pertama dia digombalin hanya untuk tujuan mendapatkan jawaban gratis.

Namun, dia tidak ingin berpacaran dengan Pices karena bapaknya galak. Yap! Tidak ada yang berani berpacaran dengan Pices karena alasannya hanya satu : bapaknya galak. Huh, cimen lu para laki!

Pices menghampiri teman-temannya di meja barisan paling belakang. Dengan bangga dia memamerkan buku sampul Ironmen itu pada gengnya.

"Hai anak-anak GD! Gue dapet bukunyaaaa," seru Pices seraya duduk di depan Itia–sekretaris GD berambut sedikit pirang di ujung rambutnya.

Pices yakin pasti para anak buahnya akan memuji atas keahliannya yang langka itu. Namun, wajah gembiranya berubah turun dan berganti menjadi kesal.

Bukannya memuji seperti hayalan Pices, mereka dengan seenak jidat segera merebut buku dan mulai menyalin tidak memperdulikan seruan Pices karena sudah biasa.

Apalagi yang mau mereka tanggapi? Toh, setiap ada tugas memang keahlian Pices dalam hal mendapatkan jawaban pintas.

Pices mengerucutkan bibir. "Enggak mau tahu, Itia teraktir gue makan cireng sepuluh ribu!"

Itia yang sedang menulis nama terkejot! Kalau terkejut itu enggak 'Wadidaw!' Jadi pake terkejot biar wadidaw-nya dapet. Dia menatap Pices tidak rela. "Kok gue yang kena imbasnya?"

Pices menatap tajam Itia. "Lo enggak mau muji gue."

"Kan, enggak cuman gue? Mereka juga enggak muji tuh, kenapa cuman gue yang kena?"

"Kok nyolot, sih? Like-like guelah!" Hei, anak buah mana yang ngelawan sama bosnya? Emang dia enggak takut dikeluarkan dari geng apa?

Itia berdiri dengan sorot mata marah. Pices ikut berdiri dan menyorot tajam. Begitu lama mereka bertatapan seperti ingin saling membunuh membuat anak-anak geng menjadi khawatir, tetapi tidak melerai.

Challenged by Love [ END ]  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang