06 - Moki Si Albino « Challenged by Love »

80 21 48
                                    

Hi readers! 😁🌈

Dia tidak bisa mengikuti remaja laki-laki itu karena takut dikeluarkan dari sekolah dan memilih pulang jalan kaki.

Siapa Reza bisa mengancamnya? Apakah dia anak pemilik sekolah? Atau dia akan menyogok para guru? Entahlah, mungkin itu hanya ancaman saja.

Pices menggidikkan bahu dan berhenti tepat di depan pintu kayu berwarna putih itu. Dia mengelus perut yang berbunyi sambil bergumam, Laper amat! Ck!

Tangan kanannya memegang gagang pintu lalu mendorongnya, tapi pintu itu tidak terbuka. Ah, mungkin Pices kurang kuat mendorongnya.

Lagi, gadis itu mendorong berkali-kali, tapi tidak ada perubahan. Masa emak gue belum balik? Udah jam 3 padahal. Ngapain juga dikunci nih pintu? Kan, gue jadinya enggak bisa masuk, monolognya sambil terus berusaha membuka pintu.

Dari pada dia mati kelaparan, lebih baik dia pergi ke rumah sahabatnya untuk menumpang makan pastinya.

***

Sayaaaang

Bapakku Dokter cintaaa

Sakit hati putus cinta, bagikuu hal biasaa

Jadii ... jangan kau kira ku 'kan menangis dan terluka karnamuu

Ooo...

Remaja laki-laki yang mengidap penyakit albino itu bernyanyi ria dengan gagang sapu sebagai pengganti mic di ruang tamu.

Sangking asiknya, dia tidak mendengar suara ketukan berkali-kali dari luar rumah. Hingga ketukan itu berubah jadi gedoran barulah dia mendengarnya.

Kinomokina, namanya. Orang tuanya memang berasal dari Jepang dan terdampar di Jakarta selama 30 tahun, membuat Kino sah menjadi warga Indonesia bukan Jepang seperti kedua orang tuanya.

Kino mengumpat sambil melempar sapu ke lantai. Dia kesal karena acara konsernya harus berhenti sekarang juga.

"Bentar, woy!" teriak Kino lalu membuka pintu. "Astagfirullah!" Kino terkejut setelah melihat manusia di depannya.

Wajah kusut seperti pakaian yang tidak pernah disetrika selama puluhan tahun, rambut berantakan, seragam sekolah masih dikenakan, dan masih mengenakan tas juga menenteng sepatu di kedua tangan.

Gadis itu melongos masuk dengan bibir yang dimanyunkan seperti bebek, dia berteriak, "Lo ada makanan enggak, Moki?"

Pices berjalan menuju dapur membuat Kino menggeleng. "Waalaikumsalam, Pices," tegurnya seraya menyusul Pices yang kini sudah berada di depan pintu dapur.

"Assalamualaikum, Moki," jawab Pices dengan wajah lempeng dan memegang knop pintu lalu masuk. Bau harum jeruk menyambut indera penciumannya.

Pices berhenti di depan kulkas dan menatapnya, dia jadi teringat Reza. Si Lemari Es lucu sekali saat terkejut walaupun hanya terlihat sekilas.

"Jangan panggil gue Mongki! Gue bukan monyet!" Kino duduk di atas meja pantry dapur seraya melipat lengan di depan dada.

Pices tidak menanggapi, atau dia malah tidak mendengarnya? Karena sejak tadi gadis itu hanya tersenyum dan menatap kulkas, jari telunjuk kananya memutari pintu atas kulkas.

Kino bergidik, apakah sahabatnya itu suka pada benda mati di depannya? Masih mending dia suka pada Kino, ini suka pada benda mati, dasar aneh!

"Selain o'on, lo gila ternyata," sindir Kino sukses menyusutkan senyum Pices dan menghentikan gerak jari di pintu kulkas itu.

Challenged by Love [ END ]  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang