23 -

27 11 8
                                    

Kelas Vlll C pagi ini banyak yang sudah datang karena ada PR matematika yang harus dikumpulkan, bagi yang belum siap mengerjakan di rumah mereka datang pagi dan menyontek sana-sini. Untungnya kelas itu tidak ada cctv-nya coba kalau ada, bisa mampus mereka.

Pices datang bersama Jani pagi ini karena Jani naik bus yang sama dengannya. Mereka memasang wajah bahagia karena sudah selesai mengerjakan matematika. Sekarang Pices sudah hapal rumus aritmatika dan masih ada beberapa lagi yang belum.

Elpa belum datang, mungkin dia sedang mengerjakan PR pagi ini. Sudah biasa Elpa mengerjakan PR di saat-saat kepepet seperti ini, toh rumahnya dekat dengan sekolah jadi tidak perlu khawatir akan telat.

Itia belum datang, biasanya jam 6.50 dia sudah datang, tapi sekarang pun sudah jam 7.00 dan batang hidungnya belum kelihatan. Tak lama ada seseorang yang masuk, itu Elpa. Dia masuk bersama seorang gadis yang merupakan teman gosipnya. Setelah berada di ambang pintu mereka berpisah, Elpa menghampiri Pices dan Jani yang berada di meja Jani.

"Gimana, Ces? Masih dikirimin surat?" tanya Elpa sambil mengambil duduk di sebrang meja Jani.

"Terakhir kemarin malam, sih, tapi enggak ada nama pengirimnya terus warnanya biru," jawab Pices.

"Apa katanya?" tanya Jani mulai kepo.

"Hmm, 'Good night to you' gitu." Pices memanyunkan bibir seperti bebek.

"Jangan-jangan, si pengirim surat itu fens lo," tebak Elpa dengan cepat. Jani mengangguk mengiyakan tebakan Elpa.

Pices menggidikkan bahu, dia, sih, bodo amat. "Ohya, lo liat Itia enggak?" tanya Pices pada Elpa.

Saat Elpa hendak menjawab, suara Itia yang menyapa mereka mengurungkan niatnya. Itia berdiri di ambang pintu menatap Jani, Pices, dan Elpa bergantian dengan senyum paksa.

"Hai, Tia," sapa Pices, Jani, dan Elpa bersamaan.

Itia berjalan hendak mendekati mereka, tapi mendengar suara dering telepon dari handphone Jani membuat langkahnya terhenti. Lalu saat Jani pamit menelepon keluar kelas Itia mengikutinya dengan alibi mau ke toilet pada Pices dan Elpa.

"Mencurigakan sekali," gumam Pices.

"Iya," balas Elpa sambil menyipitkan mata ke arah punggung Itia yang semakin mengecil. 

***

Jani menoleh ke belakang, takut ada yang mengikutinya ke belakang ruang laboratorium. Dirasa cukup aman, dia menempelkan handphone ke telinga kanan.

"Iya, Na," sapa Jani ketika sambungan telepon tersambung.

Seseorang di balik tembok itu menguping dengan serius. Jangan sampai dia lengah. Suara Jani sedikit meninggi di sana.

"Ya ampun! Gue enggak bisa. Iya? Hallo? Halo?" Jani mengecek panggilan yang ternyata sudah diputus secara sepihak dari orang sebrang padahal dia belum sempat protes.

"Jani habis telponan sama siapa?" Suara bisik dari arah belakang Itia membuat Itia terkejut dan refleks menoleh.

"Pices? Elpa? Ngapain?" tanya Itia sedikit panik seperti ketahuan nyolong pensil adeknya.

Pices dan Elpa saling pandang kemudian menjawab, "Ngikutin apa yang lo lakuin."

Karpet! Mampus lo Tia! Itia mengaruk leher belakang kikuk. Dia pikir Pices dan Elpa akan menyidangnya, tapi nyatanya....

"Lo pinter, Tia! Jadikan Jani enggak punya rahasia sama kita," kata Pices dengan mengacungkan ibu jari ke depan wajah Itia.

"Kalian?"

Challenged by Love [ END ]  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang