11 - Gladys Doraemon

52 16 59
                                    

Sepulang sekolah, Pices, Jani, Itia, dan Elpa tancap gas menuju sebuah komunitas gengstar. Jarak dari sekolah ke komunitas itu lumayan jauh, yah, sekitar 3 kilometer yang ditempuh menggunakan sepeda.

Kalau pakai motor atau mobil tidak boleh, karena belum punya SIM. Lagi pula, Pices bosnya yang lebih suka menaiki sepeda biar aman, sehat, dan murah.

Masing-masing geng GD memiliki sepeda sendiri, tapi bukan milik mereka. Seperti Jani yang meminjam sepeda adiknya–sepeda roda tiga.

Si Elpa yang meminjam milik neneknya–sepeda tua. Si Itia yang meminjam milik anak tetangga–sepeda mahal. Dan si Pices yang meminjam sepeda bocah di SD tadi.

Mereka menjelajahi jalur khusus sepeda itu lumayan cepat dengan keringat bercucuran dari dahi mereka–kecuali Pices yang duduk santai sambil mendengarkan lagu mellow, dia tidak perlu cape-cape mengayuh sepeda karena numpang di atas bak mobil bersama sepeda.

Mobil yang ditumpangi Pices mendahului Itia, Jani, dan Elpa. Mereka bertiga melongo menatap Pices yang melambaikan tangan dan tersenyum lebar. Perasaan tadi si Pices lagi naik sepeda kok sekarang malah naik mobil? Kapan? Dan buat apa sepeda itu kalo enggak digunakan?

Sangking melongonya, Itia yang paling depan tidak sadar bahwa ada kubangan yang sebentar lagi akan dilintasinya. Hingga akhirnya ban depan sepeda masuk ke kubangan itu.

Bruak!

Itia yang belum siap pun hanya bisa berteriak dan wajahnya sempurna mencium kubangan. Lumayan lebar kubangan itu akibat hujan deras semalam.

Jani dan Elpa menengok ke sumber suara jatuh tersebut, tapi baru saja mereka melihat orang tersungkur di depan, tiba-tiba ban sepeda mereka tersandung krikil dan akhirnya mereka jatuh di atas punggung Itia.

Pices yang berada di atas bak mobil itu tertawa setan hingga terpingkal-pingkal melihat wajah mereka terkena kubangan. Bos lucnut!

Itia memberontak membuat Jani dan Elpa menyingkir dari atas punggungnya. Itia bangkit dan menunjukkan tinjunya pada Pices lalu menyumpah serapahi.

"Mati aja lo! Gue enggak mau ngasih hospotan lagi! Gue mau minta traktir cilok 5 rebu pake sambel kacang yang pedes sama petis 10 rebu! Kalo enggak lo bakal kena sial!" teriaknya tidak tahu malu pada cogan yang lewat dan melihatnya.

Sumpah, nyali Itia patut diacungi jempol kaki karena diacungi jempol tangan bakal kurang. Jani dan Elpa saja buru-buru mengelap muka mereka dengan baju sangking malunya dengan cogan itu.

Si Jani walaupun tomboy, tapi dia itu penggila cogan garis depan. Masa iya dia tampil dengan wajah belepotan gini di depan cogan? Apa kata kambingnya Pak Lurah?

Mbe! Mbe! Mbe!

Pices yang tidak mengerti gerak bibir Itia itu sempat membuatnya berhenti tertawa, tetapi ketika melihat ada sesuatu yang menyelip di gigi depan Itia, dia kembali tertawa.

"Gigi lo item, Itia! Bwa ha ha ha ha!" teriak Pices sambil memegang perutnya yang sudah kram, tapi tidak mau berhenti tertawa. Awas kualat!

Mobil yang ditumpangi Pices berhenti mendadak karena ada bebek yang nyebrang enggak liat-liat rambu lalu lintas membuat Pices terhuyung ke depan karena belum siap. Nah 'kan, apa kubilang, awas kualat.

Akhirnya, badan Pices melayang dan kebetulan sekali ada mobil sedan warna hitam di depannya. Saat itu juga, bagian tubuh depan Pices menghantam kap mobil hingga menimbulkan suara.

Bum!

Si pengendara masih sempat-sempatnya menepikan mobil dan berhenti. Dia tampak tidak terkejut seolah-olah dia sudah tahu Pices akan jatuh di kap mobilnya.

Challenged by Love [ END ]  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang