12 - Gladys Doraemon (2)

48 15 46
                                    

Kini geng GD sudah berada di depan sebuah pintu gedung Komunitas Gengstar. Komunitas itu memiliki kontrak kerja sama dengan para geng yang ditugaskan memata-matai.

Bangunana bertingkat itu memiliki seorang ketua yang berumur 36 tahun. Gibran namanya. Dia sudah mendirikan komunitas ini sejak 10 tahun lalu.

Geng Gladys Doraemon yang sering mendapatkan job kali ini. Yaitu memata-matai musuh anggota Orien.

Komunitas itu terbentuk kala seorang wanita meminta bantuan untuk memata-matai suaminya selingkuh atau tidak. Setiap laporan diberikan pada sang wanita. Dan akhirnya sang wanita menceraikan suaminya bersama selingkuhan itu.

Sekarang, Orien meminta bantuan pada Komunitas Gengstar untuk memata-matai orang yang membahayakan anggota mereka.

Terhitung sudah waktu mereka memata-matai dan orang itu tahu sandinya. Geng GD ingin melaporkan pada sang ketua perihal hal itu.

Pintu–dengan dua pintu yang terbuat dari kaca itu terbuka menampakkan seseorang pria berkepala plontos dan kekar. Juga kaca mata hitam yang bertengkar manis di pangkal hidungnya.

"Masuk!" perintah pria itu ketika memastikan keadaan aman. Gedung itu berada jauh dari kota membuat gedung itu tersembunyi.

Pices dkk masuk sambil menenteng sepeda masing-masing. Mereka berempat dengan santai meletakkan sepeda itu di sudut ruangan dan menaiki tangga berjalan yang membawa mereka ke atas.

Setelah 120 detik akhirnya mereka sampai di lantai dua. Lalu mereka masuk lift dan menekan angka tiga di dekat pintu lift.

Ting!

Mereka sampai di lantai tiga dan berjalan menaiki tangga, bukan tangga berjalan seperti eskapator, eh, ekslapator, eh? Apa, sih?! Auk ah!

Setelah menempuh perjalanan lewat tangga selama 5 menit, akhirnya mereka sampai di lantai empat.

Napas mereka tersengal-sengal karena kelelahan menaiki tangga itu. Andaikan ada kantong Doraemon, pastilah mereka meminta baling-baling bambu yang dipakai di atas kepala.

Pintu ruangan sang ketua terbuka setelah suara tepukan dua kali terdengar di dalam. Pintu itu memang akan terbuka ketika pemilik ruangan bertepuk dua kali.

"Coba aja pintu kamar gue kayak gitu," gumam Pices dengan mata berbinar.

"Enak pasti kalo pintu ruang tamu gue kayak gitu. Gue 'kan enggak perlu berjalan dari sofa ke pintu buat buka," kata Elpa antusis.

"Kalo semua pintu gue kayak gitu, fix! Gue gemuk!" Itia ikut-ikutan.

Jani yang otaknya masih waras pun memutar bola mata. "Halu lo pada!" cibirnya membuat Itia, Pices, dan Elpa menoleh sinis.

"Ora ngurus!" jawab mereka serempak. Awas jangan salah baca, aku nulis serempak bukan sempak.

"Masuk!" perintah Gibran dengan suara yang menggema di ruangan itu membuat mereka langsung bergegas.

Wajah Gibran tertutup dengan tumpukan berkas-berkas kantor yang menjulang hingga 10 meter membuat Pices and the geng melongo. Apakah orang kantor sesibuk itu?

"Apa yang mau kalian laporkan?" tanya Gibran seraya menggebrak meja membuat Pices and the geng terperanjat.

"Nyelow, Bos," tegur Elpa berusaha tenang.

"Jantung gue!" Pices mencoba menenangkan detak jantung yang berdisko.

"Ah, saya cape! Udah cepetan kasih tahu! Mau saya cincang kalian?!" bentak Gibran dengan kesal dan matanya masih menatap map biru tua itu. Sadis banget tuh bibir.

Challenged by Love [ END ]  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang