17 - Cie Ciee

38 10 15
                                    

Hari ini adalah hari sabtu. Sekolah SMP Senjaya mengadakan acara senam berjamaah dan selesai senam, murid-murid dibebaskan akan mengambil tema olahraga apa, tapi dilarang beli jajan atau pulang.

Sekarang murid-murid sudah selesai senam. Sebagian ada yang mengambil tema bola kecil, bola besar, dan catur. Pices dkk hanya sebagai penonton di pinggir lapangan basket, duduk berjejer dengan satu topi hitam yang berada di depan Pices.

Posisinya mulai dari kanan, Itia, Elpa, Pices, dan Jani. Mereka tidak suka olahraga karena olahraga bikin capek lahir-batin. Jadi, mereka memilih menyumbangkan suara saja.

"Pastaaaa." Elpa mulai menirukan lirik lagu india yang berjudul "Vasste" tapi merubah kalimat-kalimat lagunya.

"Enaknyaaa, dimakan, pakai sumpit oh enaknya," sambung Itia, nadanya sama seperti lagu Vasste.

"Pas lagi panas-panas, jangan lang ... sung dimakan, nanti lidah lo kebakar ...," lanjut Jani.

"Mampus!" sambung Pices sambil geleng-geleng menikmati nyanyian teman-temannya.

"Ho'aa ho'eee," pekik Itia kayak seorang penyanyi dangdut keliling.

"Tariiiiik." Elpa ikut menghebohkan. Dia memukul paha sebagai iringan musik.

"Duren/semongko!" kata Pices dan Jani bersamaan. Mereka saling pandang. Itia dan Elpa menatap Pices dan Jani bergantian.

"Harusnya semongko, Ces," ujar Jani dengan kerutan di dahi.

"Ya, enggak! Harusnya duren!" Pices tetep keukeuh sama ucapannya.

Jani memandang ke atas, tanda bahwa dia berpikir keras. Seingatnya itu semongko bukan duren. Dia memandang Pices. "Semongko, Ces."

"Duren, Jan."

"Semongko, Ces," sahut Elpa, Jani, dan Itia membuat Pices menggeleng.

"Gue sukanya duren bukan semongko." Setelah menjawab itu Pices tersenyum lebar. Membuat Elpa, Jani, dan Itia menatap datar dan geram. Boleh enggak, sih, makan anak orang?

"Auk ah! Lanjuuuuut!" Elpa mulai menepuk-nepuk paha lagi, tanda dia ingin lanjut nyanyi. Yang lain setuju.

"Sampai kapan 'kan kau buktikaaaan." Jani mengawali lirik lagu yang ia hafal judulnya "Banyu moto" punya Safira Inema.

"Tresno tulus, ya mung kanggo awakkuuuu," lanjut Itia dengan perasaan. Kini bayangan Kino nyengir terlintas diingatannya.

"Emang Kino enggak tulus cinta sama lo, ya, Tia?" tanya Pices menghancurkan suasana yang begitu asik untuk bernyanyi. Akhirnya tatapan datar mengarah pada Pices.

"Kan, ini cuma lirik lagu, Picesssss!" pekik Elpa, Jani, dan Itia geram.

Pices menggaruk leher belakang, dia menyengir lebar. "O--owh, lanjutlah."

"Udah males!" jawab Elpa, Jani, dan Itia bersamaan lagi. Mereka bangkit membuat Pices heran.

"Eh-eh! Mau ke mana? Kan, enggak boleh ja--"

Bugh! Ucapan Pices terpotong karena kefokusan mereka mengarah pada larinya bola basket ke arah wajah Jani, tapi untungnya Jani dapat menangkap bola itu sehingga menimbulkan suara yang lumayan keras.

Jani menggeserkan bola ke sisi kanan agar wajahnya terlihat dan dapat mengetahui siapa dalang penglempar bola ini. Matanya menyipit.

Siswa yang hanya mengenakan kaos singlet berwarna putih dan memiliki kalung, gelang hitam, dan rambut berantakan. Mulutnya mengunyah permen karet lalu mengembuskannya hingga membentuk balon dan meletus saat besarnya dapat menutupi mulut.

Challenged by Love [ END ]  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang