***
Gadis berambut hitam, lurus, agak kecoklatan, harus bangun ketika mendengar suara alarm yang bunyi begitu nyaring diatas nakas. Dengan perlahan tangannya menuju ke arah nakas lalu mematikan jam alarm tersebut.
"Selamat pagi dunia," ucap Rain lalu merenggangkan otot-otot tangannya.
Belum sempat Rain melangkah kakinya untuk turun dari ranjang tidur, tiba-tiba Rain merintih kesakitan. "Akh..." ringis Rain ketika merasa kesakitan luar biasa dibagian kepalanya. Kepalanya mendadak pusing dan sakit.
Matanya berkaca-kaca menahan sakit di bagian kepalanya.
"Hiks...s-sak-iit. Bunda, Ayah, tolong hiks s-sak-iit...aku kenapa ya tuhan?" Tanya Rain sambil memukul kepalanya.
Tes
Rain membelalakan matanya ketika melihat Darah segar keluar begitu saja dari hidungnya.
"Darah?" Rain bermonolog. Lalu tak lama tangannya menghapus darah yang kini membekas dihidungnya. Mukanya menjadi pucat pasi, kepalanya masih terasa pusing, walaupun pusingnya tidak terlalu sakit seperti tadi. "Sebenernya aku kenapa?" Tanyanya pada diri sendiri.- -Rain- -
"Selamat pagi, Kak, Mah, Pah," ucap Rain dengan wajah yang masih sama seperti tadi pucat. Tak lama tangannya mengambil roti kesukaannya dengan selai cokelat, lalu menduduki tubuhnya dikursi yang berada disamping Vano.
"Pagi," ucap Vano singkat, matanya tak luput dari wajah Rain yang terlihat kali ini berbeda, wajah yang pucat, ah! Serta bibirnya yang terlebih pucat. Ada rasa kekhawatiran didalam diri Vano. Rain yang mengerti dengan tatapan Vano seperti itu pun dengan segera mengalihkan wajahnya lalu berkata.
"Ohw ywa, Aywah-"
"Habiskan makanan mu dulu Rain," ucap Vano tegas.
Permata dan Keisha pun hanya menatap Rain dengan tatapan tajam, namun Rain berusaha menghiraukan tatapan itu.
"Ayah hari ini waktunya berkunjung ke makam Bunda loh, Ayah gak lupa kan? Nanti pulang sekolah kit—"
"Gak bisa, Ayah tuh mau nemenin gue ke toko buku," ucap Keisha bersedekap dada.
"Tapi, Ayah udah janji. Dalam dua minggu sekali Rain sama Ayah bakal kunjungi makam Bunda, ya kan Ayah?" jelas Rain.
"Ayah gak bisa, lain kali aja. Ayah udah janji mau temenin kakak kamu buat beli buku," ucap Vano membuat Keisha dan Permata tersenyum. Ah, lebih tepatnya tersenyum kemenangan.
Rain menatap Ayahnya sendu, masih tak percaya dengan ucapan Vano yang lebih memilih mengantar Keisha dari pada harus berkunjung ke makam Jingga—Bundanya.
Kepala Rain yang tadinya sudah tidak sakit, kini mendadak sakit, tangannya memegang kepalanya berusaha untuk menghilangkan rasa sakit dikepalanya.
Tes
Lagi dan lagi darah segar keluar begitu saja dari hidung milik Rain, membuat Vano membelalakan matanya lalu berkata.
"Rain!! It—" belum sempat Vano berbicara kini Rain menyelanya terlebih dahulu.
"Rain gak apa-apa," ucap Rain sambil mengelap darah yang berada dihidungya. "Rain cuma kecapean, Ayah gak usah khawatir. Rain berangkat dulu," ucapnya lalu mencium punggung tangan Vano dan juga Permata.
Begitu juga Permata sekarang adalah keluarganya yang menggantikan posisi Bundanya menjadi Mama.
"Assallamuallaikum," ucapnya lalu pergi meninggalkan meja makan.
"Bunda, maafin Rain. Rain janji, pulang sekolah nanti Rain akan dateng ke makam Bunda, meski kali ini nggak sama Ayah," ucapnya lalu mengusap air matanya dengan pelan.
- -Rain- -
"Rainnn!!!" Panggil seseorang dengan suara keras, membuat siswa-siswi yang berlalu lalang dikoridor menatapnya intens.
Rain memutar bola matanya malas, ketika melihat siapa yang kini memanggil namanya.
"Kenapa Nana?"
Yap, dia adalah Nana—Nana Praticia—sahabat Rain semenjak dari SMP hingga SMA kelas 12 sekarang.
"Gapapa hehehe," ucap Nana sambil menyengir. Rain menghembuskan napasnya pelan. kepalanya menggeleng melihat tingkah sahabatnya yang satu ini.
"Ada-ada aja kamu Na, kirain kenapa!?" Ucap Rain melanjutkan jalannya.
"Yaudah-yaudah jangan marah Rain. Lo tuh gacocok kalo marah, nanti yang ada kaya...." ucapan Nana menggantung, membuat Rain menautkan alisnya penasaran.
"Kaya...." bisik Nana ditelinga Rain.
"Buuu...." lanjutnya membuat Rain semakin penasaran.
"Bu...Sina,"
"Hahahahahaha," tawa Nana lepas membuat Rain menggelengkan kepalanya pelan lalu ikut tertawa. Tak peduli dengan tatapan Siswa Siswi Nusantara yang kini menatapnya seperti orang gila.
Informasi sedikit, Bu Sina, guru paling killer di sekolah Nusantara, mengajar pelajaran dibidang fisika.
Seketika tawa Rain terhenti ketika merasakan sakit di bagian kepalanya.
"Rain, lo kenapa?!" Ucap Nana khawatir, ketika melihat perubahan wajah Rain dan bibir yang memucat, serta keringat bercucuran dibagian keningnya.
Rain menggelengkan kepalanya. "Nggak, gapapa kok Na, cuma pusing dikit aja. Aku kayanya ijin dulu deh gak masuk kelas. mau ke UKS, tolong ijinin ya Na," ucap Rain.
"Yaudah nanti gue ijinin, ayo biar gue anter ke UKS," ujar Nana membuat Rain menggelengkan kepalanya.
"Nggak usah Na, kamu masuk aja. Nanti malah telat. Aku bisa kok ke UKS sendiri, dah sono masuk," ucap Rain sambil mendorong badan Nana bermaksud untuk pergi kekelas.
"Yaudah-yaudah gak usah dorong-dorong juga kali," ucap Nana cemberut. "Tapi, kalo ada apa-apa lo langsung telpon gue ya Rain." ucap Nana membuat Rain tersenyum lalu mengangguk.
Rain bersyukur kepada Tuhan telah mengasih sahabat sebaik Nana kepadanya. Nana selalu ada disaat Rain butuhkan. Nana selalu ada disaat dirinya suka maupun duka. Rain banyak-banyak bersyukur mempunyai sahabat seperti Nana yang kini menemaninya selama 6 tahun.
"Bye, Rain..." Nana berbalik badan dan langsung mengambil langkah menuju kearah kelasnya yang berada diujung koridor.
Setelah kepergian Nana kini Rain menuju ke UKS sambil memegang kepalanya yang masih berdenyut.
"Sebenernya aku ini kenapa sih? Dalem sehari aku merasakan sakit dikepala tiga kali, ditambah mimisan dua kali. Sebenernya aku ini kenapa? Apa aku kedokter aja? Abis itu baru ke makam Bunda," Gumam Rain lalu membaringkan badannya seraya memejamkan matanya.
- -Rain- -
"Assallamualaikum Bunda," ucap Seorang gadis, sambil mengusap batu nisan yang bernama.
Jingga Astri Reivano
Binti
Eza Reivano"Gimana kabar Bunda? Bunda baikan disana? Rain kangen banget sama Bunda. Bunda kangen gak sama Rain? Rain minta maaf Bunda, kalo hari ini Ayah gak ikut buat liat Bunda, Ayah lagi sibuk." ucapnya sambil menggigit bibir bawahnya menahan isak tangisnya.
"B-bunda hiks..." tumpah sudah air mata yang kini Rain bendung sedaritadi.
"Bunda tau? R-rain itu..." ucapannya menggantung bersamaan rintik hujan mulai turun yang kini membasahi tubuh mungilnya. Mungkin tuhan mengerti perasaan Rain hari ini.
"Hikss... Rain punya penyakit berbahaya ditubuh Rain Bunda. Rain juga gak tau kalo penyakit ini mulai kapan ada ditubuh Rain Bunda,"
"Bunda apa Rain masih pantes ada dikeluarga ini Bunda? Rain capek Bunda," ucapnya lirih.
Sepertinya ini lanjutan dari cerita rain karya RegitaOktavia
KAMU SEDANG MEMBACA
Antologi Cerpen
Short Storyuntuk cerpen-cerpen sebelumnya kalian bisa lihat di akun pertama FWI ya jangan lupa vonte dan share