Kesepakatan (1)

458 76 98
                                    


Sudah hampir 3 jam, Yamada bersaudara berjalan kaki menuju pos evakuasi. Langit diatas mereka menggelap, kesiur angin kencang menghembus kuat tanpa ampun.

"Kita harus bergegas...sepertinya hujan akan segera turun." Ichiro memberitahu kepada kedua adiknya.

"Baik, Nii-chan!" Jawab Jiro cepat. Setelah berjalan beberapa langkah, Jiro menyadari sesuatu. Biasanya adik-bangsad- nya itu pasti akan segera menjawab apa pun yang kakak mereka katakan, tapi saat Ichiro bilang mereka harus bergegas, Saburo sama sekali tidak menyahut. "Apakah kau sudah lelah?" Bisiknya.

Saburo hanya menggeleng sebagai jawaban.

"Perhatikan aja jalanmu, Baka Jiro! Jangan sampai kau tersesat dan menyusahkan Ichi-nii!"

Jiro mendengus. Percuma dia mengkhawatirkan Saburo.

Sementara mereka berjalan cepat, awan hitam sudah menggulung tebal, siap menumpahkan isinya. Awalnya hanya rintikan kecil dan halus, tapi lama kelamaan tetesan hujan membesar dan jatuh dalam kecepatan tinggi.

"Lari, Jiro! Saburo!!" Teriak Ichiro berusaha mengalahkan suara hujan. Kedua adiknya tidak menyahut, tapi langsung berlari mengejarnya dari belakang. Ichiro menunjuk sebuah bangunan kecil setengah hancur di sisi jalan. Dindingnya keropos, atapnya juga bolong-bolong, tapi itu lebih dari cukup untuk berteduh.

"Hah...hah....hah..." Jiro terengah-engah disamping Ichiro, duduk bersandarkan papan. Disebelahnya lagi, Saburo juga melakukan hal yang sama, menyeka dahi dan rambut yang basah.

"Kalian tidak apa-apa?" Ichiro bertanya, keduanya menggeleng pelan. Sibuk membersihkan ujung celana yang terkena lumpur. "Maaf..."

"Maaf untuk apa, Ichi-nii?" Saburo mendongak menatap Ichiro.

"Seandainya aku bisa menjaga kalian lebih baik...mungkin kita tidak akan berakhir seperti ini..."

"Ini bukan salah Ichi-nii..." Saburo menyela. Jiro mengangguk cepat. "Saburo benar, Nii-chan. Ini musibah, kita tidak akan bisa menghindarinya."

Ichiro mengangguk, menatap kedua adik kesayangannya lekat-lekat. "Kalian selalu bisa menghibur orang lain."

"Ehh...kalau begitu apakah kami sama dengan Sasara-san? Pandai nge-lawak??" Ucap Jiro polos.

"Bodoh. Maksud Ichi-nii bukan seperti itu. Makanya kalau punya otak dipakai buat berpikir, bukan cuma jadi pajangan."

"Hoi, bocah! Aku juga paham hal itu. Tadi aku bilang begitu karena ingin menghibur Nii-chan!!"

"Heh, masaa...."

"Kesini kau monster kecil!!" Jiro bersiap menjitak Saburo. Sepersekian detik sebelum jitakan mendarat keras di kepala Saburo, Ichiro duduk diantara mereka dan merangkul keduanya kuat. "Hah...kalian sangat hangat... Nii-chan mau tidur sebentar, jangan berisik apalagi bertengkar. Paham?"

Jiro dan Saburo menelan ludah, menggigit bawah bibir. "Kami paham, Nii-chan/Ichi-nii..."

Dua jam mereka berteduh dari hujan, ternyata yang ketiduran bukan hanya Ichiro. Jiro dan Saburo juga tidur dalam pelukan sang kakak. "Emmm.....Jiro, Saburo. Bangun. Hujannya sudah reda."

"Hooaaahh...benarkah..?" Jiro menguap lebar.

"Jiro, kalau sedang menguap tutup mulut mu." Ujar Ichiro.

Jiro nyengir, "Sorry, Nii-chan~"

"Saburo, bangunlah. Kita harus berangkat sekarang juga." Ichiro menepuk-nepuk surai lembut milik Saburo.

"Saburo, bangun. Kita tidak bisa bermalam ditempat seperti ini." Jiro bersungut-sungut.

"Sepertinya ada yang aneh..." Gumam Ichiro pelan. Pelan-pelan ia menyentuh dahi Saburo yang masih menyandarkan kepalanya di bahu Ichiro. "Gawat, dia demam."

Apartement HypmicTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang