Pos Evakuasi

547 91 143
                                    

Ikebukuro

Ditengah kepulan debu dan asap, tiga kakak beradik membelah kerumunan orang yang berlari kepanikan.

"Saburo! Berlarilah lebih cepat!"

"Baka Jiro!! Aku sudah lari!!"

"Hah? Kau berlari seperti wanita hamil! Lambat sekali!"

"Diam kau, beren*sek!!"

Ichiro menghela napas untuk yang kesekian kalinya. Disituasi genting seperti ini kedua adiknya masih saja sempat beradu mulut. "Jiro! Saburo! Perhatikan langkah kalian! Jangan sampai kita terpisah!"

"Ba-baik Nii-chan/Ichi-nii..." Sahut Jiro dan Saburo pelan.

"Ini benar-benar gawat! Tidak ada sinyal maupun listrik! Gempa ini sepertinya berdampak keseluruh Jepang." Gumam Ichiro sambil terus memimpin kedua adiknya.

"Apa yang harus kita lakukan Ichi-nii...? Kita sudah tidak punya rumah..." Saburo menunduk, matanya berkaca-kaca.

Jiro juga terdiam, walau terlintas niatan menggoda adiknya yang hampir menangis, tapi ia juga mengingat apa yang terjadi pada rumah mereka. Sebuah tiang listrik tumbang menimpa rumah mereka, membuat rumah terbelah menjadi dua. Niat jahilnya urung.

Ichiro menggeleng, mengusap kepala Saburo. "Nii-chan juga gak tahu kita harus kemana. Tapi selama kita bersama, semuanya akan baik-baik saja. Mengerti?"

Saburo mengangguk pelan.

"Yosh! Kalau begitu kita menuju pos pengungsian! Ayo, Jiro. Saburo!"

"Haik!!"

_oOo_

Yokohama

"Rio! Dimana Jyuto?!" Samatoki bertanya jengkel. Sudah jauh mereka berlari menghindari pusat gempa, dia baru sadar salah satu dari mereka menghilang.

"Tadi dia masih berlari dibelakang shoukan, tapi..."

"Tungguu!!" Dari jauh Jyuto berlari menuju mereka berdua.

"Jyuto! Kau dari mana saja, hah?!!" Bentak Samatoki.

Jyuto menyeringai tipis. "Tadi ada anak kecil yang menangis disudut gang. Jadi aku menghampirinya dulu."

"Kau sangat baik, Shoukan kagum." Rio menunduk.

"Jadi kau sudah menemukan orang tuanya?"

"Lebih tepatnya ditemukan orang tuanya. Wanita itu...dia memukuli ku kuat-kuat. Katanya aku ingin menculik anaknya."

Samatoki terdiam. 'Niatan itu tergambar jelas di wajahnya sih'

"Jadi kita akan kemana sekarang?" Rio memecah keheningan.

"Kita tidak bisa kembali. Base camp kita hancur berantakan." Jyuto memberi tahu.

"Tidak ada pilihan lain. Kita ke pos pengungsian. Anak buah ku tidak bisa dihubungi, semua jaringan telepon terputus."

"Ini mengingatkan shoukan ketika berperang di timur tengah. Tidak ada telepon, minim persediaan air dan makanan. Saat benar-benar kelaparan, kami memutuskan untuk memakan kelabang bakar. Tenang saja, jika kita menghadapi situasi itu, kita akan membakar kelabang juga."

Apartement HypmicTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang