Pemeran Utama Dalam Sebuah Cerita

26 3 0
                                    

Suasana ricuh memenuhi seluruh ruangan. Seorang perempuan dengan wajah penuh memar dan tetesan darah yang mulai mengucur dari dahinya terlihat masih semangat melawan segerombolan laki-laki yang mengelilinginya. Tubuhnya gesit menghindari serangan, namun apa daya, kekuatan satu perempuan tidak sebanding dengan kekuatan sepuluh lelaki.

Keributan usai ketika perempuan itu terbaring lemas di lantai dengan rona wajah pucat. Seseorang dibalik monitor tersenyum dan meneriakkan satu kata, "Cut!"

Mendengar teriakan tersebut, perempuan yang terbaring itu dengan cepat bangun dan menghampiri sumber suara. Laki-laki tua dengan kacamata bulat bertengger di hidungnya menghampiri Natya dan menepuk pundak perempuan itu, "Selesai sudah scene terakhir kamu, Nat. Terima kasih atas kerja samanya ya. Jangan lupa hadir waktu premiere film nanti."

Natya hanya tersenyum canggung dan mengangguk. Ia mengulurkan tangannya untuk bersalaman dengan Pak Ditto, selaku sutradara dari film perdananya sebagai seorang stuntwoman.

Setelah bersalaman, Natya berjalan menuju ruang ganti, membersihkan diri dan segera mengemas barang-barangnya. Sekilas ia memperhatikan sekeliling ruangan yang telah ia kunjungi selama tiga bulan lebih. Senyum kecut terukir di wajahnya, perasaannya mengambang di udara. Tidak bisa dijelaskan.

Seseorang menyolek punggung Natya ketika ia baru saja keluar dari ruang ganti. Itu Angga. Salah satu pemeran pendukung dalam film yang sama dengan Natya sekaligus sahabat baiknya sejak sekolah dasar. Ia cukup populer di lokasi shooting. Parasnya yang tampan membuatnya sering disebut-sebut sebagai 'The Next Jefri Nichol'.

"Pulang bareng yuk, Nat?" ajak Angga sambil tersenyum lebar, mengundang pandangan sinis dari berbagai sudut ruangan.

Natya menghela nafas panjang. Ia mengarahkan kedua bola matanya mengelilingi ruangan, bermaksud menyuruh Angga untuk melakukan hal yang sama, "Lo mau gue dimakan habis orang-orang disini?"

"Kenapa sih? Udah lama nih gak pulang bareng!" seru Angga dengan bibir cemberut sembari menghentak-hentakkan kedua kakinya.

Natya yang kaget melihat kelakukan Angga langsung menarik sahabatnya itu ke luar ruangan dengan cepat. Angga tersenyum karena paling tidak ia berhasil membawa Natya keluar bersamanya.

"Lo sakit? Otak lo agak miring? Kenapa sih ganteng-ganteng gesrek?" tanya Natya sambil memegang dahi Angga yang ternyata tidak panas.

Angga tertawa dan melepaskan tangan Natya dari dahinya, "Daripada ganteng-ganteng serigala? Takut gue sama Tristan. Hih!" ujarnya bergidik takut.

"Ayolah Nat? Udah lama banget kita gak ngobrol bareng. Sekalian temenin gue ke Gramedia, ada yang mau gue cari," rayunya sambil menyatukan kedua telapak tangannya, memohon agar Natya menurut.

Natya menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal ketika ia menyadari bahwa kini ia sudah terhasut oleh Angga. Ia menengok ke kiri dan mendapati laki-laki itu sedang sibuk mengetukkan jarinya ke pahanya, menikmati musik yang ia dengar menggunakan earphone. Natya menarik earphonenya secara paksa dan mencibir, "Kirain ngajak pulang bareng karena lo bawa kendaraan. Taunya naik transjakarta juga."

Angga hanya terkekeh dan tidak menghiraukan perkataan perempuan dengan rambut pendek itu. Sesampainya di toko buku, Angga langsung menuju rak buku best seller dan tersenyum ketika berhasil menemukan buku yang ia cari dengan mudah. Ia lalu mengambil buku yang berjudul Seni Untuk Bersikap Bodo Amat dan menyerahkannya kepada Natya.

Natya memiringkan kepalanya tanda bingung. Ia mengambil buku itu dan kembali menatap Angga penuh tanya, "Buat apaan?"

Angga menjejalkan kedua tangannya ke dalam kantung celananya lalu bergumam kecil, "Hm, karena Natya yang gue kenal berubah?"

"Lo pernah menjadi seseorang yang percaya akan mimpi lo. Tapi sekarang lo seakan lupa apa yang ingin lo capai," lanjut Angga memperjelas maksudnya memberikan buku itu.

"Ngomong apaan sih? Gue gak kayak gitu," elak Natya lalu hendak mengembalikan buku yang diberikan Angga ke rak buku.

Angga menahan tangan Natya, membuat perempuan itu kembali melihat lurus ke matanya, "Kenapa lo tiba-tiba malu mengakui pekerjaan lo sebagai stuntwoman? Ketika orang meremehkan pekerjaan lo, lo mengiyakan. Ada apa sih sebenarnya, Nat? Didn't you use to love your job?"

Natya terdiam sejenak. Ia sebenarnya sadar dirinya banyak berubah. Mimpinya sebagai seorang stuntwoman sudah ia kejar sejak masih sekolah. Tapi entah apa yang terjadi, ia mulai merasa mimpi yang ia kejar bukanlah hal yang tepat untuknya.

"Pak Ditto gak pernah sekalipun memuji segala aksi yang gue lakuin, Ga. Ya emang bener, sih. Aksi gue gak sehebat itu untuk dipuji dan banyak yang lebih jago daripada gue," jawab Natya.

"Orang-orang sekitar juga bilang stuntwoman itu seharusnya pekerjaan laki-laki. Gaji kecil, yang terkenal cuma artisnya. Setelah gue pikir-pikir, semuanya bener," sambungnya dengan nada putus asa.

Mendengar jawaban Natya, Angga berdecak kesal. Ia memutar kepala Natya tepat ke hadapan wajahnya, "Kok lo jadi cemen gini sih? Kemana Natya yang selalu yakin akan dirinya? Kemana Natya yang selalu bangga akan cita-citanya?"

"Kunci untuk kehidupan yang baik bukan tentang memedulikan lebih banyak hal, tapi tentang memedulikan hal yang sederhana," ujar Angga mengutip salah satu kalimat yang terdapat di dalam buku yang ia ingin Natya baca.

Angga mengangkat buku yang ada di tangan Natya dan menunjuk dua kata dalam judul buku itu, "Bodo amat lah, Nat! Lo gak bisa menyenangkan semua orang. Yang harus lo kejar adalah kebahagiaan diri lo sendiri sebelum orang lain. Melakukan apa yang ingin lo lakuin adalah bagian dari mencintai dan menghargai diri lo sendiri, Natya."

"Jangan terlalu terpengaruh dengan kesempurnaan yang dituntut dunia, Nat. Lama-lama lo yang hancur," ujar Angga lalu menepuk-nepuk pundak sahabatnya, membiarkan Natya tenggelam dalam pikirannya.

Hari demi hari berlalu. Film aksi yang Natya perankan akhirnya tayang dan mendapat banyak sekali respon positif dari masyarakat. Bibir Natya tidak bisa berhenti tersenyum ketika ia membaca pesan dari Pak Ditto yang mengatakan bahwa kesuksesan film ini berasal dari aksi Natya yang luar biasa. Pak Ditto juga menambahkan bahwa ia ingin bekerja sama lagi dengan Natya pada proyek film berikutnya.

Natya lalu mengunggah foto buku yang mengubah pandangan hidupnya pada sosial media. Ia menuliskan sesuatu sebagai caption dari foto itu,

Mungkin gue gak pernah benar-benar menjadi tokoh utama dalam dunia film. Tapi paling enggak dalam hidup gue sendiri, gue ingin menjadi pemeran utamanya. Eh? Bukan-bukan. Gue emang pemeran utama dalam hidup gue dan gue gak akan membiarkan seorangpun merebut posisi gue!

Natya tersenyum ketika melihat Angga menambahkan komentar emoji ibu jari di bawah unggahannya. Laki-laki itu berhasil menyelamatkannya dari kehancuran. Sungguh, setiap orang membutuhkan sesosok Angga dalam hidupnya dan Natya cukup beruntung akan hal itu.

Kepada Hujan Aku BerceritaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang