Bagimu, Hujan itu apa?

38 3 0
                                    

Bagimu, hujan itu apa?

Kata orang, hujan sangat menenangkan siapapun yang menikmatinya dan akan di antarkan pada rindu yang terpendam. Hanya dengan mengadakan tangan menikmati setiap guyurannya. Maka kamu akan di antarkan pada rindu yang kau tuju. Seperti aroma hujan yang dapat dihirup dan dirasakan oleh siapa saja.

Gadis itu mengulurkan tangannya, menikmati tetesan hujan yang turun dari genting. Sebenarnya ia tidak begitu suka hujan. Baginya hujan selalu membawa pada kesedihan. Banyak memori dan pikiran yang datang memenuhi kepalanya. Hujan adalah hal yang memperburuk keadaan itu. Gadis itu tidak menganggap dirinya seberuntung orang lain, yang bisa melakukan hal-hal sesuka hati mereka. Atau bisa bersama dengan orang yang mereka cintai. Sama seperti mereka. Berlarian kecil dibawah hujan. Tanpa susah memejamkan mata rindu itu sudah tersampaikan.

Adinda, gadis berambut panjang itu hanya bisa termenung melihat bagaimana teman-temannya tertawa, berlarian, dan menari dibawah guyuran hujan tanpa beban sedikitpun. Beban mereka seperti sirna terbawa oleh air yang menetes disetiap tubuh mereka. Bahkan, genangan air di lapangan sekolah seakan menjadi arena baru untuk bermain. Percikan-percikan air itu seperti pertanda bahwa mereka sedang bahagia.

Adinda memejamkan matanya, jika benar hujan akan membawa rindunya pada seseorang yang sangat dirindukan, saat itu juga ia akan mengubah pandangannya tentang hujan. Adinda akan menyukai hujan dan bersenang-senang bersamanya.

Jika benar kau akan membawa rinduku, sampaikan padanya bahwa aku sangat merindukannya. Aku merindukan tatapan teduhnya, seperti saat pertama kali kita bertemu, dan senyum manisnya saat pertama kali ia tersenyum padaku. Hanya itu, aku ingin merasa tenang sebelum pulang ke rumah.

Gadis itu membuka matanya kemudian ia menarik tangannya dan tersenyum, semoga harapannya akan menjadi nyata. Pandangannya beralih pada sesosok laki-laki yang tertidur dibalik jendela kelas. Wajahnya terlihat damai. Mungkin laki-laki itu sedang bermimpi indah. Pikir Adinda. Dibanding menikmati guyuran hujan seperti yang lain, ternyata ia memilih untuk tidur. Gadis itu tersenyum, ia seperti penguntit sekarang. Mengamati seseorang yang diam-diam ia sukai.

Semoga kau bisa merasakan rinduku di alam mimpimu. Kemudian tersenyum padaku saat kau bangun nanti.

Adinda melihat jam di tangannya, sudah satu jam berlalu, hujan sedikit reda. Teman-teman sudah meninggalkan lapangan, bergegas masuk ke dalam kelas dan bersiap untuk pulang. Hari ini mereka harus pulang sedikit terlambat. Hujan memang menghambat waktu mereka, tapi mereka tetap bahagia dan menikmatinya. Walau tidak semuanya, sama seperti Adinda atau anak-anak lain yang lebih memilih merumpi atau terlelap di kelas. Atau sibuk mengumpat karena hujan tak kunjung reda, ada juga yang sudah pulang menerjang hujan tanpa takut akan sakit.

Siapa yang akan memprediksi hujan turun dihari pertama bulan Oktober ini.

Perlahan murid laki-laki itu membuka matanya dan memandang langsung ke arah Adinda. Ia  mengamati gadis itu yang tengah membereskan bukunya dan memasukkannya kedalam tas. Entah kenapa ia suka mengamati Adinda dari samping seperti ini. Wajah manisnya semakin terlihat cantik, ia juga suka melihat hidung mancung Adinda dari samping dan saat menunduk. Terlihat menarik.

Pandangan mereka bertemu ketika Adinda menoleh pada Reyhan. Keduanya bertatapan selama beberapa detik sebelum akhirnya mereka memalingkan wajah. Reyhan terlihat gugup, ia buru-buru bangun dan memasukkan bukunya kedalam tas. Menarik begitu saja jaket yang bertengger di meja. Ia melenggang pergi meninggalkan kelas. Gadis itu hanya bisa melihat punggung yang semakin menjauh dari penglihatannya. Selalu saja terlihat cuek.

Ternyata dia tak tersenyum padaku saat membuka mata.

Adinda berharap besok tidak lagi hujan, perasaannya akan semakin memburuk. Malah menjadi memikirkan hal-hal yang membuat harapan semu baginya. Bodoh sekali ia berharap pada hujan. Hujan bukan Tuhan, yang dapat mengabulkan doamu. Gadis itu terkikik geli dengan kebodohannya sendiri. Mana mungkin harapan-harapannya akan menjadi nyata. Tidak akan ada harapan yang berpihak padanya. Apapun itu.

Sepotong RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang