II. Ayo Kita Pulang!

5.9K 661 102
                                    




📚









Jaemin hanya bisa menahan tawanya ketika melihat bagaimana Jeno tengah asik menemani buah hati mereka siang ini.


Pria bermarga Lee itu terus mengoceh kalimat-kalimat racauan tidak jelas dengan kepala yang sesekali terangguk. Jemarinya sibuk menari di pipi semerah buah persik matang sang jagoan, sesekali mengepal kala menahan pekikan gemas yang hampir saja menggelegar.


"Hyung, nanti bangun," ucap Jaemin sembari membenarkan posisi duduknya di hospital bed.


Jeno menoleh, tersenyum penuh dengan ekspresi yang kelewat berseri. "Tidak apa, justru aku ingin jagoanku bangun."


Mendengar jawaban antusias dari sang kepala keluarga, Jaemin hanya bisa menyimpulkan senyum dan membiarkan Jeno kembali mengoceh dengan nada bicara yang dibuat sangat manja.


Ini sudah hari kelima Jaemin berada di Rumah Sakit. Selama lima hari itu, ia menjalani berbagai macam perawatan intensif dan juga beberapa test sampai tadi pagi, akhirnya mendapat kabar dari Perawat jaga kalau ia bisa pulang hari ini.


Dokter yang menangani persalinannya juga sempat berkunjung untuk memberikan sedikit banyak wejangan tentang cara merawat sayatan dan menjaga luka selalu tetap bersih. Demi menghindari masalah lain yang mungkin akan muncul pasca Cesarian.


"Eomma mau ke sini, Hyung?" tanya Jaemin, menyela tingkah Jeno yang hendak menggeser infant bed mendekat ke ranjang rumah sakit Jaemin.


Jeno mengangguk cepat. "Eomeonim meneleponku, 'Jen, jangan pulang dulu sebelum Eomma datang', begitu katanya." Ia menggeser infant bed lalu duduk di tepi ranjang Jaemin. "Pantas saja Mimi sering ditendang," ucap Jeno, "sepertinya dia tidak betah lama-lama menekuk kaki panjangnya di dalam perutmu," tambahnya dengan kekehan di akhir kalimat.


"Panjangnya lima puluh tiga centi, beratnya tiga koma satu kilo." Jaemin ikut terkekeh. "Sepertinya aku terlalu banyak mengkonsumsi susu."


Keduanya terkekeh gemas seperti anak sekolah dasar yang baru saja mendapatkan jajanan gratis sampai seseorang datang dengan membawa satu tas jinjing besar.


"Jja! Siapa yang siap pulang?"


Dengan riang, Nyonya Na bergegas mendekat pada cucunya, menggeser Jeno untuk menjauh kemudian memonopoli bayi mungil itu sendirian.


"Eomma, bawa apa saja?" tanya Jaemin, melongok ke tas jinjing yang sukses tergeletak begitu saja di lantai.


Nyonya Na mengalihkan atensi dari cucunya pada Jaemin. "Umm, selimut besar, selimut tipis, popok kain, selusin kaus besar—"


Menggeleng heran, Jaemin mengulas senyumnya kemudian. "Kami sudah menyiapkan banyak di rumah, Eomma. Seharusnya tidak perlu."


Nyonya Na menggerak-gerakkan jari telunjuknya di udara. "Sudah, jangan banyak protes."









📚









Akhirnya saat yang ditunggu-tunggu pun datang. Dengan sigap, Jeno menuntun Jaemin berjalan di sepanjang koridor Rumah Sakit. Sementara si Jagoan dengan tenang tertidur di dalam gendongan Neneknya.


"Naik taksi?" tanya Jaemin ketika mereka tiba di pelataran Rumah Sakit.


Jeno mengangguk cepat.


The Chronicles of A Boy : The ThresholdTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang