XLVII. 고마워, 미안해, 사랑해!

2.7K 209 171
                                    




📚









"Apa kau sudah menelepon Taeyong Hyung, Jen?"


Jeno menoleh dari kegiatannya merekatkan kardus dengan duct tape kepada Mark, yang berdiri; berkacak pinggang di sebelahnya. "Hyung sudah bertanya berulang kali, apa tidak capek?" sindirnya.


Mark mendengus sebal seraya melepas sweaternya. "Demi Tuhan, ini musim dingin dan aku kepanasan," keluhnya.


"Jika Hyung terus mengeluh, lebih baik Hyung pulang saja. Tidak perlu membantuku mengemasi barang-barang."


"Aigooo... begitu saja kau sudah mutung."


Mengacuhkan, Jeno melanjutkan merekatkan duct tape pada kardus-kardus yang sudah terisi dengan peralatan memasak, sementara Mark ngeloyor pergi ke dapur untuk mengambil minum.


Serius mengemasi barang-barang, sesekali Jeno menyeka peluh di dahinya. Dalam hati ia sedikit membenarkan pernyataan Mark kalau saat ini rumahnya terasa cukup pengap dan panas.


"Kapan Jaemin akan pulang?" tanya Mark yang kembali dengan segelas air dingin.


Jeno melirik arlojinya. "Sebentar lagi seharusnya pulang. Dia bilang tidak akan sampai jam makan siang." Ia menjeda, menghela nafas panjang. "Kecuali kalau Channie mengajaknya makan di luar," lanjutnya kemudian.


"Hm? Dia pergi sama Haechanie?"


"Eum. Wae? Hyung tidak tahu?"


Mark mengangkat kedua bahunya. "Apa aku harus tahu?"


"Geulssae... Hyung, kan, kekasihnya. Masa tidak tahu?"


"Kekasih siapa? Jaemina?"


Kedua manik rubah Jeno melebar, memelototi Mark dengan sebal.


Mark balas melotot, sambil mencibirkan bibir dan menggeleng-gelengkan kepala.


Dan tepat sebelum keduanya bergulat bebas, suara mesin mobil pick up terdengar dari luar rumah dan tak lama setelahnya, Taeyong muncul dengan jaket super tebalnya.


"Sudah selesai semua? Apa ada yang mau diangkut lebih dulu?" tanya Taeyong, mengamati sekeliling ruangan.


Jeno menggeleng. "Apa tidak lebih baik kalau sekali jalan saja, Hyung?"


"Aku tidak yakin bisa masuk semua ke dalam mobil." Taeyong membantu Mark memotong duct tape. "Aku meminjam mobil pick up yang tidak terlalu besar. Hanya itu yang tersedia saat ini, karena kau tahu sendiri, ini musim liburan dan kebanyakan armada di tempat kerjaku dipakai untuk mengantar paket keluar kota."


"Hehehe... nanti kalau sudah selesai semua, kita coba dulu, ya, Hyung," rayu Jeno, tetap pada pendiriannya.


Karena menurutnya, sekali jalan adalah cara terbaik daripada harus bolak-balik, menghabiskan tenaga dan waktu. Belum lagi dengan kemacetan yang sudah pasti mereka temui di jalan nanti.


"Ya sudah, sekarang gerak cepat, agar nanti kita tidak sampai malam," ujar Taeyong seraya menumpuk kardus yang sudah selesai direkatkan oleh Mark.


"Eum. Gomawo, Hyung," balas Jeno.


Alis Taeyong berkerut dan bibirnya mengeriting gemas. "Untuk apa kau berterima kasih?" tanyanya, menggusak surai Jeno.


The Chronicles of A Boy : The ThresholdTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang