XVI. Biar Menjadi Kenangan

1.3K 225 50
                                    




📚









Hening.


Yang terdengar hanyalah suara hembusan nafas tercekat dan kertas yang dibalik secara teratur di dalam ruangan berukuran 3 x 3 meter ini.


Kedua orang yang mendiaminya tengah sibuk dengan kegiatan masing-masing; yang satunya membaca cermat, yang satunya tertunduk tanpa ingin mencuri tatap.


Keduanya terus begitu sampai akhirnya salah satunya memutuskan untuk memulai percakapan; profesional seperti seharusnya.


"Apa Jisung sudah vaksin Rotavirus, Jaemina?" tanya Renjun.


Jaemin mengangguk pelan. "Rutin. Dosis pertama, saat usianya dua bulan. Dan dosis kedua saat usianya lima bulan."


"Yang terakhir belum?"


"Belum. Kemarin sempat sakit, jadi Dokter langganannya memutuskan untuk menunda vaksinnya."


"Ahhh..." Renjun kembali membalik hasil tes darah Jisung lalu membaca halaman berikutnya dengan cermat. "Apa Jisung sering terkena gangguan pencernaan?"


Lagi, Jaemin mengangguk. "Dia sering diare. Lebih sering karena susu formulanya yang tidak cocok. Kami sempat memberikannya susu formula khusus saat dia diare parah kapan hari."


"Bagaimana dengan cuaca? Apa diarenya juga disebabkan oleh pergantian cuaca? Selain laktosa dan kuman, apa mungkin karena faktor lingkungan?" Renjun balik bertanya tentang indikasi, sebuah hal yang jarang dilakukan oleh seorang Dokter kepada orang tua pasiennya.


Jaemin terdiam, tidak menjawab pun merespon.


"Oh! Maaf, maksudku—"


"Um, kalau soal lingkungan, akhir-akhir ini Jisung saya titipkan di rumah Eomma. Tetapi seharusnya, di sana sangat bersih dan terjaga. Dan dia bukan sensitif terhadap laktosa, ada kandungan lain dalam susu yang pernah kuberikan, yang menyebabkannya diare."


Renjun mengangguk-angguk kecil. "Kemungkinan besar masuknya virus ini dari lingkungan sekitar. Bisa kau tanyakan kepada Ahjumma, kapan dan apa saja yang Jisung lakukan sebelum dia sakit. Observasi, Jaemina. Karena kita tidak bisa langsung main tembak dan memberi resep secara asal kalau belum tahu apa penyebabnya." Ia menjeda, memberikan hasil tes Jisung pada Jaemin. "Hasil tes-nya tidak terlalu mengkhawatirkan. Nyeri di perutnya mungkin karena dia masih terlalu kecil sehingga sulit menahannya."


Jaemin membaca sejenak hasil tes putranya lalu mengangguk pelan. "Sekarang apa yang harus saya lakukan, Dok?"


Sempat terhenyak saat Jaemin memanggilnya dengan panggilan itu, Renjun lekas menepis rasa aneh yang tetiba hinggap di benaknya seraya meraih stetoskop-nya.


"Aku harus memeriksa Jisung terlebih dahulu. Informasi yang diberikan Dokter Kang tadi belum cukup untukku memberikannya resep." Ia bangkit berdiri. "Dia sekarang sendirian, Jaemina?"


"Tidak, Jeno sedang bersamanya. Dia juga yang membawanya ke sini."


"Ahh, begitu..."









📚









Jeno menggenggam tangan Jaemin dengan erat dengan tatapannya tertancap pada sosok putranya yang sedang diperiksa oleh sang Dokter.


Sesekali ia melirik, mengecek raut wajah yang sekarang sedang dipasang oleh Jaeminnya. Sesekali ia mengeratkan genggaman saat dirasa raut wajah kesayangannya itu bertambah suram.


The Chronicles of A Boy : The ThresholdTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang