Piala Api; 5

1.9K 324 35
                                    

Kalau bukan karena rasa sayang yang amat besar terhadap Hagrid, aku, Harry, Ron, dan Hermione tak akan mau mengambil segenggam hati kodok yang empuk berlendir dan memasukkannya ke dalam peti untuk membujuk Skrewt Ujung-Meletup.

"Ouch!" Jerit Dean setelah lewat kira-kira sepuluh menit, "Aku kena!"

Hagrid bergegas mendekat, tampak cemas, "Ujungnya meledak!" Kata Dean berang, menunjukkan luka bakar di tangannya, "Ah, yeah, itu bisa terjadi kalau mereka meletus." Kata Hagrid, mengangguk.

"Iiih!" Kata Lavender lagi, "Iiih, Hagrid, apaan sih yang runcing itu?"

"Ah, beberapa di antara mereka punya sengat," Kata Hagrid antusias, Lavender buru-buru menarik tangannya dari dalam peti, "Dugaanku itu yang jantan, yang betina punya seperti alat pengisap di perut mereka, kurasa itu untuk isap darah."

"Wah, sekarang aku paham kenapa kita harus, memeliharanya agar tetap hidup," Kata Malfoy sinis, "Siapa yang tak mau punya binatang piaraan yang bisa membakar, menyengat, dan menggigit sekaligus?"

"Hanya karena mereka tidak begitu indah, tidak berarti mereka tidak berguna," Hermione menukas, "Darah naga sangat mujarab, tapi kau tak akan mau punya binatang piaraan naga, kan?"

Aku, Harry dan Ron nyengir kepada Hagrid, yang membalasnya secara sembunyi-sembunyi di balik jenggot lebatnya. Tak ada yang lebih diinginkan Hagrid selain memiliki naga sebagai binatang piaraan. Aku, Harry, Ron, dan Hermione tahu betul itu, dia pernah punya naga sebentar sewaktu kami kelas satu, naga ganas jenis punggung bersirip Norwegia yang diberi nama Norbert.

Bau harum dari perapian menerpa hidungku, ketika kami tiba di puncak tangga gantung, seperti biasa, semua gordennya tertutup, ruangan bundar itu bermandi cahaya remang-remang kemerahan dari banyak lampu, yang semuanya dikerudungi syal dan selendang. Aku, Harry dan Ron berjalan melewati kursi-kursi berlengan dan bangku kecil sandaran kaki yang bertebaran dalam ruangan, dan duduk di meja bundar yang sama.

"Selamat siang." Sapa suara sayup-sayup Profesor Trelawney persis di belakang Harry, membuatnya terlonjak kaget, Profesor Trelawney, menunduk memandang Harry dengan ekspresi tragis yang biasa ditunjukkannya setiap kali dia bertemu Harry. Manik-manik, rantai kalung, dan gelang yang banyak sekali berkelap-kelip di sekujur tubuhnya, tertimpa cahaya perapian.

"Kau sedang punya masalah, Nak," Katanya sedih kepada Harry, "Mata Batinku melihat menembus wajahmu yang pemberani ke jiwa yang merana di dalam, dan dengan menyesal kukatakan, kekhawatiranmu bukan tak berdasar, aku melihat masa-masa sulit di depanmu, sayang sekali, sulit sekali, kurasa hal yang kau takutkan benar-benar akan terjadi, dan mungkin lebih cepat dari yang kaukira." Suaranya menurun sampai nyaris berbisik.

Ron memutar matanya kepada Harry, yang membalas memandangnya dingin, Profesor Trelawney berjalan melewati kami dan duduk di kursi besar berlengan di depan perapian, menghadap kelasnya. Lavender dan Parvati yang sangat mengagumi Profesor Trelawney, duduk di atas bangku kecil, dekat sekali dengannya, "Anak-anak, sudah waktunya kita memperhitungkan bintang-bintang," Katanya, "Pergerakan planet dan isyarat-isyarat misterius yang mereka sampaikan hanya kepada mereka yang memahami langkah-langkah tarian benda angkasa, nasib manusia bisa diuraikan oleh sinar-sinar planet, yang bercampur baur."

Profesor Trelawney melihat pada Harry, mata besarnya memejam dan seperti biasa, membuka dengan dramatis, dia mendekat pada tempatku, Harry dan Ron, "Kau dilahirkan dibawah naungan planet Saturnus, Nak."

Harry diam, dia melamun, dan Ron memanggilnya dengan berbisik, "Apa?"

"Aku tadi bilang, Nak, bahwa kau jelas dibawah pengaruh buruk Saturnus." Kata Profesor Trelawney, ada nada cela dalam suaranya, mungkin karena Harry tak terpesona mendengarnya?

Cassandra Aldrich [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang