Hinata melirik layar ponselnya yang menunjukkan pukul 4 sore. Rapat OSIS sudah selesai 5 menit yang lalu, dan Hinata harus segera pulang. Entah kenapa, hari ini bagi Hinata terasa sangat damai dan tenang. Tidak ada seorang koala yang menempel padanya, dan tentu saja Namikaze Naruto tidak datang.
Hinata sedikit menyungging senyumnya membayangkan masa SMA-nya damai dan tentram seperti ini.
"Tersenyum karena memikirkan masa depan bersamaku ya," goda seseorang bersender pada tiang gapura dan memiringkan kepalanya menatap Hinata yang 5 meter lagi datang padanya.
Baru saja membayangkan masa SMA yang damai, seketika imajinasi Hinata harus pecah karen kehadiran pria ini yang tiba-tiba saja muncul. Hinata memutar bola matanya malas, dan tetap berjalan melewati pria itu.
Naruto tetkekeh pelan sejenak lalu mengikuti langkah Hinata.
"Mau kuantar?" tanyanya memajukan wajahnya di samping Hinata.
"Tidak!"
"Kenapa?"
"Tidak!"
"Membenciku?"
"Ti–iya!" Hampir saja Hinata salah menjawab.
Pemuda itu terkekeh pelan dam berjalan di samping Hinata menyamai langkah gadis itu. Mereka berjalan dalam keheningan, dan Naruto terus mencuri pandang pada gadis itu.
"Kenapa tidak sekolah?" tanya Hinata tanpa menolah dan terus memandang ke depan.
"Hee..." Naruto tersenyum lebar sedikit dengan raut menggoda Hinata. "Mengkhawatikanku ya? Memang istri yang baik, Namikaze Hinata."
Hinata berdecih seketika. "Kau terlalu percaya diri."
"Percaya diri adalah kunci utama untuk menjadi suami dari Hyuga Hinata."
"Berhentilah berkhayal."
Naruto tertawa pelan saat gadis itu terlihat kesal. "Iya-iya, maaf ya."
Hinata hanya mendengus pelan benar-benar kesal. Ketenangan dia dapatkan saat Naruto berhenti bicara dan hanya fokus ke depan. Jika Naruto diam seperti ini, bagi Hinata tidak masalah karena dia tidak terganggu dengan suara berisik pria ini.
"Oh!" Langkah Naruto terhenti seketika membuat Hinata mengernyitkan dahinya bingung dan ikut berhenti. Pandangan Naruto jatuh pada sebuah kardus yang ada di bawah pohon yang berjarak 5 meter di sampingnya.
Seakan melupakan kehadiran Hinata, Naruto bergerak berjalan menuju pohon itu.
Entah mendapat sihir dari mana, Hinata ikut bergerak mengikuti Naruto.
Pemuda itu berjongkok melihat isi dalam kardus itu, dan Hinata hanya bisa membungkuk melihat apa isi kardus itu.
"Anak kucing?" Hinata bisa melihat seekor anak kucing dengan bulu berwarna oren miliknya.
"Apa kau sendirian?" tanya Naruto dengan tangan yang bergerak mengangkat anak kucing itu dengan lembut seakan dia adalah benda rapuh. "Kau pasti kesepian ya."
Hinata terdiam sesaat mendengarnnya. Sesaat dia sedikit curiga, apa benar pria bodoh di sampingnya adalah Namikaze Naruto yang bar-bar itu? Ternyata dia bisa bersikap sangat lembut pada hewan. Sudut bibir gadis itu sedikit terangkat melihatnya.
"Lihat Hinata, anak kita lucu ya," ujar Naruto sambil memperlihatkan anak kucing itu.
"Meow.."
Sudut bibir yang tadinya terangkat seketika luntur tergantikan dengan perempatan siku yang muncul di jidatnya.
"BODOH!" bentak Hinata memberi pukulan keras di kepala pemuda pirang itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jawab Panggilanku [On Going]
Fanfiction[NaruHina] Setiap hari yang kulakukan adalah memangggilmu. Satu hari tanpa terlewat sehari pun aku selalu memanggilmu. Tapi, bagaimana jika suatu hari aku tidak memanggilmu lagi? Apa dengan begitu kau bisa menengok ke arahku? Atau, malah terus memal...