Selesai makan malam dengan penuh keheningan, Revan duduk di depan televisi sambil memangku Azka yang baru saja bangun. Azka menyandarkan wajahnya di dada Revan, wajahnya terlihat tidak secerah biasanya dan dalam lima menit sekali pasti Azka merengek ingin perban di kepalanya di lepas.
"Nggak apa-apa, Azka. Nanti kalau di lepas, kepalanya jadi sakit." ujar Revan pada Azka.
"Tapi nggak syuka..." rengek Azka lagi.
"Kalau di lepas, nanti kepalanya berdarah lagi loh." Sahut Dimas yang duduk di atas karpet sambil bermain game melalui ponsel Ayahnya.
"Belisik!" bentak Azka pada Dimas, wajahnya terlihat marah hingga Revan segera menenangkannya dengan menepuk-nepuk pahanya yang menggemaskan. "abang nakal. Aka nggak syuka! Suluh pelgi aja!"
"Abang..." tegur Revan pada Dimas.
Dimas memutar bila matanya malas dan mendengus kesal. Dia sudah biasa jadi pihak yang selalu mengalah. Kata Ayah dan Ibunya, Azka itu masih kecil, belum bisa mengerti mana yang baik dan mana yang buruk. Dan sebagai seorang Abang, Dimas harus bisa mengerti dan mengalah pada Azka.
Untung saja putra Revan dan Calista yang satu ini berhati lembut. Jika dia juga memiliki sikap dan sifat seperti Azka, sudah bisa di bayangkan akan seperti apa hari-hari Calista nantinya.
"Lepasyin ininya, Ayah... Aka nggak syuka!"
"Oke, nanti Ayah lepasin tapi nggak sekarang."
"Telus?"
"Hm... besok?"
"Kenapa nggak syekalang aja?"
"Soalnya, di perbannya masih ada obat buat sembuhin kepala Azka. Jadi kalau di lepas sekarang, nanti kepala Azka nggak sembuh-sembuh dong."
Azka mengerjap beberapa kali, wajahnya mengernyit pertanda dia sedang berpikir. Diam-diam Revan mengulum senyumnya. Tingkah putranya itu seolah-olah dia sudah dewasa dan bisa berpikir saja.
"Jadi, ini ada obatnya?" telunjuk Azka mengarah pada perban di kepalanya. Revan mengangguk. "kok obatnya di syini, kenapa nggak di minum?"
Kini, Revan yang mengerjap bingung.
"Soalnya, obatnya Azka ada dua. Satu di kepala, satu lagi..." Calista duduk di samping Revan sambil tersenyum manis. Ada sebuah piring dan botol minum Azka di kedua tangannya. "kalau Azka udah selesai makan, obatnya harus di minum."
Azka menatap wajah Calista dan piring di tangan Ibunya itu bergantian. Kemudian, dia memeluk Revan erat dan memalingkan wajah. "Nggak mau makan." Rutuknya.
"Ibu masak sup Ikan Salmon kesukaan Azka loh." Rayu Calista. Tapi Azka bergeming.
Melihat itu, Revan berusaha melepaskan pelukan Azka pada tubuhnya. "Azka makan dulu ya, itu Ibu udah masakin sup kesukaan Azka. Abis ini minum obat biar cepat sembuh." Ujar Revan. Dia melirik Calista yang bertepatan dengan itu juga sedang menatapnya. Namun hanya sesaat karena setelah itu Calista kembali membuang muka.
"Nggak mau..." rengek Azka.
"Azka..." desah Calista putus asa. Putranya itu kalau sudah merengek seperti ini memang sulit sekali di rayu.
"Buat Dimas aja, Bu." Celetuk Dimas tiba-tiba. Dia yang sejak tadi mengamati kedua orangtua dan adiknya, kini mendekati Calista. "Dimas juga suka kok sup Ikan Salmon. Aaaakkk...."