Calista tersenyum sopan pada sekretaris Revan yang ketika melihat Calista menlintas bergegas berdiri dan sedikit mengangguk sopan. Berjalan ringan menuju ruangan suaminya, Calista melirik bekal yang sudah dia siapkan untuk Revan. Calista membuka sedikit pintu ruang kerja Revan, "Yang?" tegurnya.
Tegurannya membuat Revan melirik padanya, membuat Calista tersenyum manis lalu membuka lebar pintu itu. Namun setelahnya, dia baru saja menyadari kalau suaminya sedang tidak sendirian. Ada Adrian, sahabat suaminya di sana. "Ganggu nggak?" tanya Calista
"Bawain makan siang lagi?" tanya Revan. Calista mengangguk, lalu tersenyum geli saat melihat suaminya berdecak.. "Aku udah bilang nggak usah, kan?" rutuk Revan meski dia sudah bergegas mengambil bekal dari tangan Calista lalu merangkul bahu Calista dan terlihat sangat hati-hati membawa Calista masuk ke dalam ruangannya.
"Aku bukan pasien penyakitan sampai harus di papah begini ih!" protes Calista.
"Kemarin kamu pingsan."
"Cuma kecapekan."
"Makanya aku bilang nggak usah bawain makan siang lagi ke sini."
"Tapi mau ketemu kamu."
"Nanti malam ketemu."
"Kangennya sekarang."
"Terserahlah."
Setiap kali mendengar kalimat itu dari suaminya, yang menandakan jika Calista memenangkan perdebatan, Calista selalu saja menyukainya.
Ya, benar, lagi-lagi kemarin Calista pingsan dan seperti biasanya, akibat kelelahan. Kali ini Calista kelelahan karena harus meladeni keinginan suaminya sepanjang hari untuk saling bercumbu dan bercinta di atas tempat tidur karena anak-anak sedang bersama Bima.
Calista benar-benar lelah setelahnya dan lupa untuk mengisi perutnya hingga sehari setelahnya, tiba-tiba saja dia pingsan dan membuat Revan panik bukan main. Untung saja kali ini Revan tidak menelefon keluarganya dan meminta bantuan. Mau dimana Calista menyembunyikan wajahnya saat keluarga Revan, khususnya Mama Revan jika menemukan banyak sekali jejak percintaan di sekitar dada Calista.
"Eh, ada Adrian. Kamu udah makan belum? Aku bawa banyak nih, makan bareng aja yuk." Sapa Calista ketika ekor matanya melirik pada sahabat suaminya itu.
Adrian tertawa geli, sepertinya dia merasa lucu dengan reaksi Revan ketika menghadapi istrinya. "Apa kabar, Calista?"
"Baik. Kamu gimana? kata Revan lagi nyari calon istri, ya?" balas Calista. Jangan tanya mengapa dia bisa sampai tahu, karena tentu saja suaminya itu yang bercerita. Bahkan semua hal yang berada di sekeliling Revan pun Calista mengetahuinya. Seperti komitmen mereka saat memutuskan kembali bersama. Tidak ada lagi rahasia.
Revan menghampiri Calista yang sedang duduk di atas sofa setelah menata bekal untuk Revan di atas meja. "Cal," tegur Revan. dia bersimpuh di depan Calista. "kamu pulang aja, ya? istirahat di rumah. Nanti aku bawa pulang rantangnya." Rayunya dengan suara lembut agar istrinya itu mau menurut padanya.
"Tapi kangen..." rengek Calista. "kamu gak kangen apa?"
"Kangen. Tapi kamu lagi sakit. Pulang aja, ya?"
"Jijik banget sih Van lihat lo kaya gini." Kekeh Adrian tiba-tiba.
Revan melirik kesal pada Adrian. "Nanti kalau lo punya istri juga begini." Rutuknya meski dengan wajah malu karena dia baru saja menyadari jika ada Adrian yang melihatnya seperti itu.
"Kejauhan lo ngomongin istri sama gue. Masalah sama Mamanya Rere aja belum selesai."
"Rere? Rere siapa?"