Setelah membukakan pintu, Calista tersenyum manis pada Akbar yang baru saja datang ke rumahnya. "Eh, udah sampai ya. Sini, sini, masuk." Ajak Calista dengan suara ramahnya hingga membuat Akbar mengernyit curiga.
"Lo kesambet, Mba?" tanya Akbar. "sok manis banget hari ini."
Calista berdecak, kemudian menarik lengan Akbar untuk masuk dan menggeretnya ke dalam rumah.
"Azka lagi nonton tv, lo temenin sana, gue buatin minum dulu." Ujar Calista yang berlalu menuju dapur.
Akbar masih menatap Calista dengan kernyitan curiga. Sejak Calista tiba-tiba saja menelefonnya, menanyakan kabar dengan suara ceria, Akbar sudah mencium ada yang mencurigakan. Apa lagi saat Calista menyuruhnya datang ke rumah dan kali ini, kecurigaan Akbar semakin menjadi-jadi mendapati sikap ramah Calista yang tidak biasanya.
"Jangan-jangan nanti minuman gue di campur sianida lagi," Akbar bergidik ngeri. "nggak bakal gue minum sebelum gue tahu maksud jahat lo, Mba." Rutuk Akbar penuh drama. "ya Tuhan, kenapa sih anak baik kaya gue ada aja cobaannya."
Sambil menggumam dengan kalimat bodohnya, Akbar mencari di mana keberadaan Azka. Saat menemukan Azka sedang duduk menyandar di sofa dengan botol susu di mulutnya, Akbar melupakan kecurigaannya yang berlebihan dan kini tersenyum lebar sebelum melompat ke samping Azka.
"Azkaaaaaa kangeeeeen," teriak Akbar. Dia memeluk Azka lalu menciumi pipinya hingga Azka tertawa-tawa geli.
"Om gigit pipinya boleh ngga?" tanya Akbar.
Azka mengangguk lucu, melepas botol susunya sebentar untuk mengatakan sesuatu meski kedua matanya tetap menatap televisi. "Tapi dikit aja, nggak boleh syakit."
Tentu saja Akbar tidak menyia-nyiakan kesempatan itu, dia menggigit gemas sebelah pipi Azka hingga sedikit memerah. "Sakit nggak?" tanya Akbar, Azka hanya menggelengkan kepala. "sok cool banget sih ini anak." Kekeh Akbar, lalu dia memeluk Azka lagi, memain-mainkan ujung jemari Azka dengan gemas hingga bocah kecil itu terkadang terkekeh pelan.
"Abang sekolah?" tanya Akbar. Azka mengangguk. "kok Azka nggak sekolah."
Azka melepas botol susunya lagi. "Kan Aka masyih kecil. Kata Ibu, Aka belum boleh syekolah."
"Jangan di gangguin dulu, Akbar. Azka masih minum susu." Tegur Calista sambil meletakkan segelas jus ke atas meja.
Melihat minuman berwarna itu, Azka melempar botol susunya ke samping, kemudian menatap Calista dengan kedua mata polos yang berbinar. "Itu apa, Bu?" tanyanya.
Calista mendengus pelan, gelagat putranya itu sudah terbaca dengan mudah di matanya. "Jus, punya Om Akbar. Tapi Azka nggak boleh minum."
Azka mengerjap, lalu pelahan melirik Akbar sambil mengulum senyum. Hal itu membuat Akbar berteriak gemas lalu menarik Azka kepangkuannya dan lagi-lagi menciumi pipinya. "Azka kok jadi gemesin gini sih sekarang, mana makin ganteng lagi kaya Om Akbar. Jangan ganteng-ganteng dong... nanti Om Akbar punya saingan."
"Oke, tapi Aka mau jus." Jawab Azka penuh semangat dan itu membuat Akbar semakin tertawa geli.
Calista menggelengkan kepalanya. Dia sudah bisa membayangkan bagaimana karakter putranya yang satu ini ketika dia dewasa nanti. Azka benar-benar ahli dalam berkompromi. Dia terlalu pintar membaca situasi, belum lagi sikap percaya dirinya yang luar biasa besar.
"Mba, perasaan, dulu Dimas nggak begini banget kan, ya." Adu Akbar pada Calista. "sumpah deh, anak lo yang satu ini beneran keren!"
"Keren karena mirip sama lo, kan!" rutuk Calista. "dia begitu kan karena kebanyakan main sama lo."
![](https://img.wattpad.com/cover/232275292-288-k163398.jpg)