02: Drama Sebelum Berdirinya Potiori Coffee

744 154 15
                                    

Dua tahun Hongjoong menjadi barista membuatnya merasa cukup untuk belajar secara otodidak mau pun menekan kekesalannya kepada pelanggan kafe tempatnya bekerja. Hongjoong mengajukan surat pengunduran diri yang tampaknya memang ditunggu-tunggu oleh pemilik tempatnya bekerja. Mungkin masih kesal dengan pertengkaran terakhir mereka dua bulan yang lalu. Setidaknya Hongjoong sudah melatih barista baru yang akan menggantikannya.

Namun, Hongjoong juga tidak menduga kalau Seonghwa ikut berhenti.

"Lo napa berhenti deh?" tanya Hongjoong di angkringan yang tidak jauh dari kafe tempat mereka bekerja dahulu. Dua tahun lalu, tempat ini hanyalah hutan, sekarang semua tempat yang tadinya hutan sudah berubah mejadi deretan ruko-ruko yang menjual berbagai hal. "Kan yang bermasalah sama owner itu gue, lo anak kesayangannya malahan."

Seonghwa tidak langsung menjawab dan tampak mencatat berapa tusuk jenis-jenis makanan yang telah dilahapnya. Membuat Hongjoong tidak bisa menahan kepalanya untuk tidak menggeleng, karena di saat orang-orang tidak jujur dengan berapa jumlah yang dimakannya demi menghemat uang, Seonghwa adalah anomali. Lelaki itu pasti akan membawa jumlah tusukan yang dimakannya beserta catatannya kepada penjualnya seolah itu bukti bahwa dia jujur.

"Oh ... tadi bertanya apa?" perkataan Seonghwa membuat Hongjoong melengos. Namun, Hongjoong tidak kesal karena sudah menduga akan mendapatkan reaksi itu dari Seonghwa.

"Lo kenapa berhenti? Lo kesayangan owner, bukan musuh macam gue."

"Oooh," Seonghwa menganggukkan kepalanya seolah mengerti, tapi memang harusnya mengerti karena Hongjoong tidak memberikan pertanyaan yang memeras otak seperti teori matematika ... ah, mengingat kata matematika saja sudah membuat kepalanya sedikit pusing, "males kalau nanti gak ada kamu di sana."

"Hah?"

"Soalnya kamu teman aku dari awal dan ngerti mauku tanpa perlu ngomong," perkataan Seonghwa memang masuk akal juga bagi Hongjoong, "tapi kamu berhenti kenapa? Apa karena pertengkaran waktu itu?"

"Bisa dibilang itu salah satunya, tapi gue merasa udah cukup aja kerja sama orang dan kepengen buka kedai kopi sendiri."

"Oh?" Seonghwa tampak terkejut dengan perkataan Hongjoong. "Memangnya kamu ada uang untuk menyewa tempat, membeli peralatan pembuat kopi dan biji kopinya?"

Hongjoong terdiam. Bukannya dia tidak memiliki uang, tetapi selama ini uang gajinya dia gunakan untuk mencicil peralatan membuat kopi secara manual dan masih belum lengkap. Juga Hongjoong sebenarnya belum punya langkah kongkrit hendak membuka di daerah mana dan modal yang digunakan berasal dari mana. Meminjam dari orang tuanya pasti membuatnya mendapatkan omelan iya, dipinjamkan tidak karena dia setahun yang lalu memutuskan berhenti kuliah online karena merasa membuang uang melihat IPS-nya yang hanya 1.5 dari standar 4.

Tidak dihapus dari kartu keluarga saja sudah Hongjoong harus syukuri.

"Sudah kuduga kamu tidak memikirkan itu," tawa Seonghwa membuat Hongjoong sebal, tetapi tidak bisa protes karena itu memanglah kenyataannya. Namun, kemudian Hongjoong mengkernyit saat kepalanya dipukul pelan dengan sebuah bundle yang cukup tebal, mengira kalau Seonghwa kesal dengannya, lalu menatap heran saat itu diberikan ke depan wajahnya, "aku membuatnya untukmu. Seharusnya itu bisa menjadi dasar untukmu kalau ingin mengajukan pinjaman ke bank ... meski sepertinya kamu harus punya tempat dulu sih untuk berjualan."

"Ngapain lo buatin ini buat gue?"

"Kamu berharga untuk aku."

Hongjoong mendengarnya hanya memutar mata dan Seonghwa tertawa. Mengambil bundle yang disodorkan oleh Seonghwa dan begitu Hongjoong mempelajarinya, ini bukan contoh yang perlu direvisinya. Kalau Hongjoong membawa ini ke bank kemungkinan besar akan diterima dan saat memandang orang yang memberikan kepadanya, pemandangan Seonghwa sedang mencatat jumlah tusuk makanan yang dimakannya yang dilihatnya. Membuatnya tanpa sadar tersenyum.

"Seonghwa."

"Ya?" Seonghwa memandang Hongjoong karena merasa dipanggil dan menatap bingung karena diberikan senyuman. "Ada apa?"

"Lo mau gak jadi patner gue buat buka Portiori Coffee?"

Seonghwa memandang Hongjoong cukup lama dan baru kali ini dia takut kalau ditolak. Padahal dalam hidup Hongjoong, penolakan bukanlah hal yang baru dihadapinya. Namun, entah kenapa sekarang dia malah takut ditolak oleh Seonghwa, meski kemungkinannya sangatlah kecil karena dia terlalu sering mengiyakan perkataan orang dan membuat Hongjoong yang harus maju untuk membela lelaki itu agar tidak dimanfaatkan oleh orang lain.

"...tapi itu nama asal yang aku buat," suara ragu itu membuat senyuman Hongjoong semakin lebar, karena tahu kemungkinan ditolak oleh Seonghwa hanyalah satu persen, "kamu yakin mau pakai nama itu?"

"Artinya bagus, jadi ya gapapa."

"Oh, oke kalau kamu suka."

"Mau gak jadi patner gue?"

"Mau!" jawaban antusias Seonghwa membuat Hongjoong kaget sendiri, lalu merasa gemas sendiri melihat lelaki di depannya salah tingkah. "Itu ... itu maksudku ya oke, lagian kamu payah menghadapi pelanggan. Nanti bisa-bisa orang trauma datang karena kamu galak."

"Heh, belum apa-apa gue udah di bully sama lo?!"

"Loh aku hanya mengatakan kenyataan!" Seonghwa memandang Hongjoong dengan sebal dan wajahnya memasang ekspresi cemberut. "Apalagi kalau kamu berhadapan sama perempuan yang bertanya minuman kopi yang tidak pahit, kalau bukan aku yang maju bisa-bisa kamu membuat mereka menangis!"

Hongjoong tidak bisa menjawab karena yang dikatakan oleh Seonghwa benar. Juga karena Hongjoong merasa lucu saja melihat Seonghwa yang biasanya cuma tersenyum meski ada yang menganggunya, sekarang memasang ekspresi sebal dan bergumam protesan kepadanya. Intinya bergumam kalau Hongjoong itu pintar meracik kopi, tetapi jelek berhubungan sosial dengan pelanggan.

"Iya ... iya, gue emang payah," Hongjoong menjawab gumaman Seonghwa dan membuat lelaki itu memandangnya sehingga dirinya menyeringai, "makanya lo jadi patner gue biar kita bisa berkembang bersama."

Wajah Seonghwa yang tertimpa lampu remang-remang angkringan tidak bisa menyembunyikan rona merahnya yang membuat Hongjoong mengangkat sebelah alisnya, bingung. Lalu malah mendengar umpatan (ini katanya Seonghwa umpatan, meski mana ada umpatan sehalus ini), "Hongjoong bodoh!"

Hongjoong memang tempat salah, sudah biasa.

Potiori Coffee | ATEEZTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang