3. JJK : Not Alone

671 72 9
                                    

Happy Reading :)
.
..
....

Jungkook pov

“Apa benar kau sudah baik-baik saja, Hyung?” tanyaku untuk yang kesekian kalinya.

“Shuttt, kita masih di tengah pelajaran, Kookie!” sahut Taehyungie Hyung sedikit berbisik.

Aku  hanya mengangguk-angguk. Namun sejujurnya masih tersisa sedikit rasa khawatir tatkala kudapati bias wajah teman sebangkuku itu masih terlihat pucat. Pada akhirnya aku pun kembali bertanya pelan, “Apa kau mau kuantar ke ruang kesehatan, Hyung?”

Kali ini ia hanya memutar bola matanya dan memalingkan wajahnya dariku. Sepertinya ia mulai jengkel dengan pertanyaanku yang bertubi-tubi. Tapi bukankah seharusnya ia bersyukur karena itu artinya aku begitu peduli padanya?

Kalau bukan karena jam pelajaran, sudah aku giling kau sedari tadi kelinci cerewet.

“Kau bilang apa, Hyung?!” seruku yang seketika berdiri dari bangku.

Semua orang yang ada di dalam kelas menoleh ke arahku. Aku sendiri bingung. Apa yang sebenarnya terjadi denganku?

Apa dia bisa membaca pikiranku?

Hei, ada apa dengan si Jeon Jungkook itu?

Apa si Jeon itu sudah gila?

Heol, dasar orang aneh. Sekalinya aneh tetap saja aneh.

Ck, sebenarnya apa yang terjadi denganku? Kenapa aku seperti bisa mendengarkan isi kepala semua orang? Apakah aku sedang berhalusinasi sekarang? Oh, siapa pun tolong sadarkan aku dari semua ini.

“Jungkook-ssi, apa ada masalah?” tanya Song-saem yang tengah mengajar di kelas saat itu.

Sejenak aku tetap diam. Kuremat ujung seragamku begitu merasakan keringat dingin mulai bercucuran. Kemudian, entah karena apa, aku seolah ditarik kembali pada kenyataan.

“A-aku... aku izin ke toilet, Saem. Permisi.”

Setelahnya aku bergegas pergi, meninggalkan ruang kelasku yang seolah tengah mengintimidasi. Sembari terus berusaha mengusir suara-suara yang kini berdesakan masuk ke dalam kepalaku seolah tidak tahu tata cara untuk mengantri.

***

Author pov

Taehyung sudah menggedor-gedor pintu kamar Jungkook dan meneriakkan nama pemuda itu berulang kali. Namun hasilnya nihil. Tidak ada sahutan dari dalam ataupun tanda-tanda pintu akan dibuka oleh si pemilik. Kali ini pemuda bermata hazel itu hanya mampu mengacak rambutnya kasar seraya mengerang frustasi.

“Apa tidak ada kunci cadangan atau semacamnya?” tanya Taehyung pada Haeun yang memang sejak tadi menemaninya.

“Ada, Tuan. Tapi Shin Ahjumma, yang bertugas memegang semua kunci cadangan, sedang cuti sekarang, dan kami tidak ada yang tahu di mana itu disimpan,” sesal Haeun.

Itu artinya sekarang Taehyung hanya mempunyai dua pilihan. Ia harus menemukan kunci cadangan itu, entah bagaimana caranya, atau ia harus membuka pintu kamar Jungkook secara paksa. Dan dari dua opsi yang ada, keduanya sama-sama bertentangan dengan etika bertamu di rumah orang. Hei, tidak mungkin kan Taehyung mengobrak-abrik kamar Shin Ahjumma hanya untuk sebuah kunci atau pun merusak pintu kamar milik orang—ya, walaupun itu pintu kamar Jungkook.

Sekali lagi, Taehyung mengerang frustasi. Ia kemudian mengepalkan tangannya erat dan memejam, berusaha memeras otak untuk menemukan alternatif yang lebih baik. Dan buntu, ia tidak mendapatkan satu ide pun. Namun ketika ia menundukkan kepalanya hendak menyerah, kalung di lehernya mengingatkannya pada sesuatu. Jungkook juga seorang spektra. Dan jika dugaan Taehyung benar maka keistimewaan anak itu adalah...

Story of Spektra : the colour of our soulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang