9. JJK : Fight

405 52 4
                                    

Happy Reading :)
.
..
....

Jungkook pov

Sial. Pagi ini hariku dimulai dengan umpatan. Ketika aku bangun, jam sudah menunjukkan pukul 08.50, tepat sepuluh menit sebelum pertandingan pertama dimulai. Dan yang lebih menyebalkan lagi, aku lihat kasur Yugyeom sudah kosong, itu artinya ia benar-benar meninggalkan aku sendirian. Apakah ia tidak berusaha membangunkanku sama sekali?

Tidak ada waktu lagi, bahkan untuk sekadar mandi meskipun itu ritual wajibku selama ini. Kali ini, aku hanya menyempatkan diri untuk mencuci muka dan gosok gigi. Ditambah dengan beberapa kali semprotan pewangi, sepertinya tidak jadi masalah untukku memulai hari.

Aku bergegas menuju gimnamsium utama. Jalan setapak yang ada di hutan belakang asrama sepertinya menjadi rute tercepat saat ini, mengingat seberapa jauh jalan utama karena harus memutari gedung akademi.

Aku berjalan, atau lebih tepatnya setengah berlari. Namun, suara perkelahian menarik atensiku dan menuntun rasa penasaranku untuk melihat apa yang sedang terjadi. Sebuah perkelahian antara dua orang berpakaian hitam dengan seorang pemuda dengan seragam akademi, itulah yang dapat aku tangkap saat siluet ketiganya untuk pertama kalinya jatuh tepat di atas retinaku.

Apakah mereka orang yang sama dengan yang waktu itu berusaha membawaku dan Taetae Hyung? Ini tidak bisa dibiarkan, aku harus membantu pemuda itu.

Entah mendapat keberanian dari mana, aku seketika menerobos turun ke tempat perkelahian, membuat ketiga orang di sana terkejut meski untuk sepersekian detik saja.

Melihat api yang terus keluar dari tangan pemuda yang sedang kubantu, membuat aku yakin bahwa ia berasal dari asrama merah. Menyadari hal itu membuatku merasa lebih bersemangat entah mengapa. Aku pun tidak mau kalah. Aku lepas dua buah pin berbentuk perisai dan pedang dari kerah bajuku, dan dalam sekejap keduanya berubah menjadi senjata nyata dengan ukuran aslinya. Jangan tanyakan aku bagaimana itu bisa terjadi, tanyakanlah pada Yeji Noona yang menciptakan kedua benda yang sedang kugenggam saat ini.

Sejak duel satu lawan satu dimulai, pemuda yang awalnya tampak tertekan menghadapi dua orang itu, kini justru balik menekan salah satunya. Sementara pertarunganku cukup seimbang dengan satu pria lainnya.

Aku berulang kali menangkis dan menghunuskan pedang, serta beberapa kali melepaskan tendangan saat ada kesempatan. Namun, poin utama seranganku bukanlah itu, nyatanya memiliki kemampuan membaca pikiran lawan adalah hal yang paling membantu.

Di saat-saat kritis pertarunganku, aku kembali melepaskan tendangan berputar, membuat lawanku terpental beberapa meter ke belakang sebelum akhirnya menabrak batang pohon ek besar dengan punggungnya.

Sam, ubah rencana! Sepertinya kita harus mundur untuk saat ini. Lebih baik kita kembali lagi bersama Nona Seo nanti, batin pria yang menjadi lawanku. Tapi, pada siapa? Apakah pada temannya? Mungkinkah mereka mampu membaca pikiran sama sepertiku?

“Tidak akan kubiarkan kau lari dariku!” seruku, lalu hendak menerjang maju. Namun, tiba-tiba pria itu melamparkan dua bola kecil ke tanah yang kemudian menyemburkan asap tebal dari dalamnya. Aku dan pemuda di sampingku terbatuk-batuk sesaat. Tapi, saat asapnya mulai menghilang, kedua pria itu juga menghilang entah ke mana.

“Apa kau tidak apa-apa?” tanyaku saat menghampiri pemuda berapi-api itu.

“Karena kau, aku gagal menangkap para penerobos itu! Kenapa kau sok ikut campur dalam urusanku, hah?!” bentaknya.

“Ya? Apa aku tidak salah dengar? Aku baru saja membantumu dan ini balasanmu untukku? Setidaknya ucapkanlah terima kasih.” Hah, aku sungguh tak habis pikir dengan pemuda di depanku ini. Apakah kini ia sedang menyombongkan diri padaku? Bolehkah aku mencekik lehernya walau hanya sekali?

Story of Spektra : the colour of our soulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang