7. KTH : A Long Day

455 61 4
                                    

Happy Reading :)
.
..
....

Taehyung pov

Jika kalian mengira kelas pertamaku akan dimulai dengan perkenalan diri atau hal lain semacamnya. Itu artinya kalian salah besar. Tidak ada perkenalan, terlebih lagi sambutan. Kelas berlangsung sebagaimana mestinya seolah kehadiranku tak dapat dilihat sejauh mata memandang. Saat aku duduk di satu bangku kosong di belakang, semua penghuni kelas justru beranjak pergi, keluar. Apakah mereka sedang mempermainkanku sekarang?

“Hei, kenapa kau hanya duduk? Tangkap ini!” seru seseorang dari belakang seraya melemparkan sebuah kunci yang dapat dengan mudah kutangkap. “Itu kunci lokermu. Kelas pertama kita hari ini adalah latihan praktek. Segera ganti bajumu.”

“Te-terima kasih, emm...” Aku bingung mau memanggilnya apa.

“Jimin. Park Jimin,” sahutnya, seolah berhasil menangkap basah kebingunganku. “Ngomong-ngomong, lokermu nomor seratus tiga jika kau belum tahu.”

“Sekali lagi terima kasih, Jimin-ah. Perkenalkan namaku—“

“Kim Taehyung, bukan?” potongnya. “Seantero akademi sudah tahu siapa kau. Cepat ganti bajumu sekarang. Aku akan menunggumu di luar.”

Setelah itu, ia pergi, meninggalkan aku sendirian di dalam kelas yang sudah sepi. Karena tak ingin membuat teman baruku itu menunggu, aku segera menuruti apa yang diperintahkannya tadi.

Seragam praktek akademi nyatanya tidak jauh berbeda dari seragam olahraga sekolah pada umumnya. Ia memiliki warna abu-abu dengan corak merah di beberapa bagian. Tapi, yang dikenakan Jimin sedikit berbeda, warna coraknya biru bukannya merah seperti yang aku pakai. “Semua itu disesuaikan dengan warna kemampuan dari setiap akademia.” Begitu kata Jimin, menjelaskan.

Satu hal yang dapat aku simpulkan dari seorang Park Jimin. Ia baik. Kami mengobrol mengenai banyak hal, baik penting maupun tidak penting sama sekali, selama berjalan kaki menuju gimnamsium sekolah. Aku rasa, kami memiliki banyak kesamaan, mulai dari selera humor hingga acara kesukaan. Sepertinya aku akan mempunyai sahabat dekat yang seumuran mulai sekarang. Semoga aktivitasku hari ini berlangsung menyenangkan karena aku tidak lagi sendirian.

Namun, dewi keberuntungan masih enggan berpihak padaku. Kali ini kelas kami akan berlatih adu kemampuan melawan anak-anak kelas sebelah. Dapat kulihat di barisan mereka, berdiri Jungkook yang tampak canggung dikelilingi anak-anak yang lebih tua darinya. Terbersit sedikit rasa bersalah pada diriku karena aku tidak lagi sekelas dengannya. Tapi, aku bisa apa? Aku sama sekali tak punya hak untuk memilih kelas mana yang aku suka.

“Baiklah, anak-anak, karena semuanya sudah berkumpul, kita akan mulai latihannya,” ujar Profesor Seora, pelatih wanita yang kata Jimin mulai mengajar di akademi sejak tujuh bulan yang lalu. “Kalian akan berlatih satu lawan satu. Apakah ada yang mau menjadi sukarelawan pertama?”

Seseorang di baris terdepan kelas sebelah mengangkat tangannya.

“Sungjae-ssi, apakah ada seseorang yang ingin kau lawan?” tanya Profesor Seora pada anak itu.

Anak laki-laki yang dipanggil Sungjae itu lantas tersenyum miring dan mengarahkan pandangannya tepat ke netraku. “Kim.Tae.Hyung,” jawabnya penuh penekanan.

Aku hanya bisa menelan saliva dan memasang muka blank di tempatku. Saat semua pasang mata tertuju padaku, saat itulah aku merapalkan sejumlah doa dalam dada, berharap semoga kali ini aku tidak berakhir di ruangan Seokjin Hyung lagi.

***

Author pov

“Apa kau bodoh?!” omel Seokjin untuk yang kesekian kali, padahal ia sudah selesai menyembuhkan luka Taehyung sejak beberapa menit lalu. “Kemampuan fisikmu bahkan tidak seberapa. Kenapa kau mau saja menerima tantangan dari orang yang jelas-jelas jauh lebih berpengalaman darimu?”

Story of Spektra : the colour of our soulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang