6. KTH : New Academicians

512 67 13
                                    

Happy Reading :)
.
..
....

Taehyung pov

Sekarang giliranku memasuki ruang ilusi yang terdengar cukup mengerikan itu. Jantungnku berdebar tak karuan sampai akhirnya aku meyakinkan diri bahwa itu bukanlah masalah besar. Dengan sedikit gugup, aku pun masuk dan menutup pintu secara perlahan.

Sejauh mata memandang yang kulihat hanyalah ruangan putih kosong. Tidak ada apa pun atau siapa pun di sini selain diriku sendiri. Awalnya aku pikir begitu. Namun tiba-tiba ruangan putih ini meluas dan berubah menjadi hamparan putih tak bersekat yang tak tampak di mana ujungnya. Seseorang dari kejauhan terlihat berjalan mendekatiku.

“Siapa di sana?” tanyaku. Namun tidak ada jawaban darinya.

Perlahan ia semakin mendekat. Tapi aku hanya diam di tempat. Tak berniat untuk menghampiri ataupun melarikan diri. Lama-lama wajahnya mulai terlihat. Ia adalah seorang wanita cantik dengan rambut sebahu, gurat kesedihan terpancar dari paras cantiknya. Entah mengapa wajah itu tampak familiar dalam memoriku. Aku seperti pernah melihatnya di suatu tempat yang aku sendiri tidak ingat di mana.

“Taehyung-ah,” panggilnya lembut saat ia sudah berjarak beberapa langkah dariku.

Bahuku bergetar hebat begitu teringat siapakah sosok wanita yang kini berdiri tepat di hadapanku, persis seperti sosok dalam pigura yang ada di dalam kamar appa. “Eo-eomma?”

Wanita itu tersenyum simpul setelah aku memanggilnya demikian. Perlahan ia mendekat dan memberikan sebuah pelukan hangat nan lembut yang belum pernah aku rasakan.

“Taehyung-ah.” Sekali lagi ia menyebut namaku.

“Benarkah ini Eomma? Apakah aku sedang bermimpi sekarang?”

“Ya, ini Eomma, Taehyung-ah,” bisiknya kemudian perlahan melepas pelukannya dan menatap wajahku.  “Dan ini bukanlah mimpi, bukan mimpi jika ternyata memang kau-lah penyebab kematianku, Kim Taehyung!”

Tiba-tiba sorot mata eomma berubah tajam. Tidak ada lagi kelembutan atau ketulusan di dalamnya. Yang tersisa hanyalah tatapan penuh benci dan amarah yang nyata-nyata ditujukannya padaku. Kemudian, tanpa dapat kuduga sebelumnya, eomma melayangkan kedua tangannya ke permukaan leherku. Ia mulai mencekikku.

“Tak seharusnya kau lahir, Kim Taehyung! Tak seharusnya kau merampas semua kebahagiaanku!” serunya seraya mempererat rematan tangannya pada leherku.

Eo-eomma, maafkan aku... i-ini sakit...”

“Ini belum seberapa daripada apa yang telah kau lakukan padaku, Kim Taehyung!”

“Ma-maaf, Eomma... Hiks, maaf... Ku-kumohon... I-ini sungguh sakit” rintihku berulang kali.

Namun cekikan di leherku justru semakin erat dan udara seolah semakin menjauh dari jangkauan paru-paruku. Setetes air bening bahkan mulai mengalir dari sudut mataku.

Aku terus-menerus mengucap maaf meskipun tahu hal itu justru memperburuk kondisiku, dan tinggal menunggu waktu sampai akhirnya aku benar-benar kehabisan napas. Tetapi, di tengah kondisi yang seperti di ujung tanduk ini, otakku tetap tak mau berhenti berpikir jika semua yang aku dengar tadi adalah benar. Benar, akulah penyebab kepergian eomma. Benar, aku tak seharusnya dilahirkan dan merebut kebahagiaan kedua orang tuaku sendiri.

“Maaf,” racauku sembari memejamkan mata, “maaf, maaf, maaf...!!!”

Aku merasa suhu tubuhku kian memanas dan tiba-tiba api mulai menyala dari setiap inci kulit tubuhku. Dalam hitungan detik api semakin berkobar hebat dan melahap seluruh anggota badanku. Sampai akhirnya aku merasa bumi seolah berputar dan seketika kegelapan mengambil alih kesadaranku.

Story of Spektra : the colour of our soulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang