Ciuman Panas

18.2K 430 1
                                    

"Gue yakin lo juga suka sama gue, Vi. Kenapa lo harus mengingkarinya, huh?"

"Jangan terlalu percaya diri kamu!" Meski sudah teraudut, Viviana masih berusaha menggertak.

"Ok. Kalau emang lo gak suka sama gue, buktiin! Tatap mata gue dan bilang kalau lo gak tertarik sama gue."

Abeno meraih dagu Viviana agar wajah Viviana tak bisa berpaling darinya. Tatapan mereka bertemu. Mata elang Abeno yang tajam membuat Viviana tak sanggup berkata-kata. Dia terlalu terpesona oleh tatapan itu, dia tak bisa beebohong dan mengatakan bahwa dia tak memiliki perasaan apa-apa terhadap pria di hadapannya itu.

"Bilang, Vi! Bilang kalau lo gak suka sama gue. Gue janji gak akan ganggu lo lagi setelah itu."

Bibir Viviana bergetar, hendak berkata-kata tapi tak sanggup. Pria itu terlalu menghipnotisnya.

"See? Lo gak bisa bilang kan? Sudah jelas lo suka sama gue."

"Ok, saya akui saya tertarik sama kamu. Saya suka sama kamu. Puas?! Tapi tolong mengertilah, posisi kita tak seharusnya seperti ini. Kamu adalah murid saya."

"Apa yang salah dengan itu? Apa lo pikir gue akan jadi cowok kekanak-kanakan karena usia gue lebih muda dari lo?"

"Itu salah satunya."

Hati Abeno seketika memanas. Jiwa lelakinya tak terima kalau gadis yang diaukainya ternyata meragukan kedewasaannya.

"Jadi, apa lo mau jadi cewek gue kalau gue bisa buktikan kalau gue bisa jadi pria dewasa?"

"Mungkin," jawab Viviana tak yakin. Mereka barusaja kenal dan pria ini sudah sangat mengintimidasinya. Viviana jadi tak tahu harus berbuat apa.

"Ok. Gue buktiin kalau gue pria dewasa." Lalu Abeno mengangkat tubuh Viviana ala bridal style dan membaringkannya di sofa.

"Kamu ini apa-apaan?" protes Viviana.

Abeno tak mengindahkan kata-kata gadis pujaannya itu. Tanpa babibu, diciumnya bibir Viviana dengan cepat hingga gadis itu tak sempat menghindar. Viviana yang kaget reflek mendorong tubuh Abeno agar menghentikan aksinya tapi kekuatannya sama sekali tak berguna.

Ciuman itu malah semakin ganas. Abeno tak memberi Viviana sedikitpun celah untuk menolaknya. Bahkan tangannya kini bergerilya mencari sasaran empuk. Sasaran utama yang ia tuju tak lain adalah bagian dada Viviana. Bagian yang paling membuat Abeno terpesona. Dada membusung milik Viviana memang sangat kontras dengan tubuh mungil gadis itu.

Viviana hanya bisa menangis tanpa isak. Air mata meleleh luruh tanpa dikomando pemiliknya. Abeno kaget melihat air bening itu mengalir ke pipi mulus Viviana.

Seketika kesadaran memaksa masuk menggantika nafsu yang sudah memuncak di dada Abeno. Dalam sekejap mata, gairahnya lebur. Dia tak tega melihat gadianya menangis. Rasa iba bercampur rasa bersalah segera hadir memenuhi rongga dadanya.

"Vi, lo nangis?" tanya Abeno seraya bergerak mundur. Melepaskan tubuh kecil gadisnya dari kungkungan kokohnya.

Viviana hanya diam. Ditahannya sekuat tenaga air mata yang hendak menderas, tapi sia-sia. Air mata itu turun di luar kehendaknya. Sebenarnya ia tak ingin menangis, tak ingin menunjukkan sisi lemahnya di hadapan Abeno. Tapi bagaimana lagi, air bening itu tak juga mau berhenti mengalir.

"Vi, gue minta maaf. Please, jangan nangis lagi. Ya?" Abeno melemah. Ego dan arogansinya tetkikis habis, terkalahkan oleh lelehan air dari sudut mata gadis yang dicintainya.

"Apa seperti itu kedewasaan yang kamu maksud? Padahal bukan itu yang saya harapkan dari pria yang mencintai saya," kata Viviana setelah mampu menguasai dirinya.

"Apa yang lo mau dari gue? Bilang aja, Vi. Gue akan lakukan apapun, asal lo jangan nangis lagi. Ok?"

"Dewasalah dalam pemikiran. Maka sikapmu akan dewasa mengikuti pemikiranmu." Lalu Viviana bangkit.

"Apa maksudnya?" Abeno mengerutkan kening.

"Pikir sendiri. Kembalilah saat kamu sudah memahaminya. Sekarang, tinggalkan rumah saya!"

Abeno mau tak mau meninggalkan rumah itu dengan langkah gontai.

Cowok BerondongkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang