Sesampainya di rumah Sasa, seorang wanita seumuran Mamanyalah yang membukakan pintu. Wanita itu adalah Winda, Bundanya Sasa.
"Eh, Vivi. Apa kabar? Lama gak mampir sini. Udah sibuk ngajar ya?"
"Ah gak juga, Tante. Sasa ada?" tanyanya basa-basi.
"Ya biasa, di kamar. Kerjaannya cuma utak-atik HP terus. Dikuliahin mahal-mahal, lulus malah cuma milih jadi penulis di aplikasi menulis. Kerjaannya cuma ngarang cerita."
"Tante, Sasa kan emang suka nulis. Justru bagus kalau Sasa bisa menghasilkan uang dari hoby yang dia miliki kan?"
"Iya juga sih. Tapi dia tu jadi kuper. Kapan mau melepas status jomblo kalau gak pernah gaul?"
"Tante Winda tenang aja. Jodoh udah ada yang atur."
"Iya, iya. Tante lupa kalau kamu selalu belain Sasa. Udah sana langsung masuk kamar aja."
"Ok. Makasih, Tante."
Lalu Viviana menuju kamar yang sudah sangat familiar baginya sejak kuliah. Tanpa permisi, dia langsung membuka pintu kamar itu dan masuk.
Ternyata benar kata tante Winda, di sana Sasa sedang rebahan santai sambil mengetikkan dua jempol tangannya di atas keypad. Dia pasti sedang berhalu di dunia orange. Viviana segera menghambur dan ikut rebahan bersama sahabatnya itu.
"Lama amat sih lo? Pacaran dulu ya?"
"Gak, Sa. Gue sama Abeno cuma ngobrol bentar."
"Ngobrol kok sampai bikin lipstik lo bleber gitu? Ciuman kan lo sama Abeno?"
Viviana langsung panik. Apa benar lipstiknya jadi belepotan gara-gara ciuman tadi? Segera dia berlari menuju meja rias milik Sasa di sudut ruangan. Diperhatikannya bibir itu dengan seksama. Riasannya masih utuh, tidak ada lipstik yang belepotan sedikit pun.
"Lo ngeprank gue ya? Mana ada lipstik gue bleber. Dasar tukang tipu." Sasa hanya tertawa melihat amarah sahabatnya.
"Gue emang bohong. Tapi reaksi panik lo menjelaskan dengan sejelas-jelasnya bahwa kalian benar-benar habis ciuman." Sasa semakin tertawa melihat ekspresi marah Viviana kiri bercampur malu. Wajahnya seketika memerah.
"Udah deh gak usah ngeledek. Buruan lo katanya mau curhat."
Sasa diam sejenak sebelum akhirnya berkata, "Lo dulu deh yang curhat."
Lalu Viviana berjalan kembali mendekati ranjang empuk sahabatnya. Direbahkannya lagi tubuh lelah itu di sana.
"Mama malam ini ngajakin gue ketemuan sama teman lamanya. Dan teman Mama itu punya anak cowok. Lo bisa tebak sendiri lanjutannya."
"Lo mau dicomblangin sama cowok?"
"Ya, semacam itulah."
"Lagi?"
"Iya, lagi."
"Mama lo kok gak nyerah-nyerah sih jodohin lo sama anak-anak temannya?"
"Gak tahu deh, Sa."
"Trus lo bilang gak kalau lo udah punya pacar?"
"Udah, Sa. Tapi Mama minta gue kenalin pacar gue ke Mama. Dan itu gak mungkin."
"Trus lo bilang gak ke Abeno masalah ini?"
Viviana menggeleng lesu sambil berkata, "Gak berani gue."
"Menurut gue, lo harus bilang. Daripada lo ketahuan, bakalan berabe akhirnya."
"Gak mungkin, Sa. Yang tahu cuma kita. Asal lo tutup mulut, semua aman. Lagian gue mau ikut Mama karena Mama terlanjur buat janji sama temannya. Gak mungkin gue minta Mama batalin. Dan gue janji ini terakhir."
"Terserah lo deh."
Lalu Viviana menghela napas kasar. Dalam hatinya, Viviana juga merasa bersalah pada Abeno. Tapi menurutnya ini pilihan terbaik untuk hubungan mereka.
"Sekarang giliran lo. Lo mau curhat apa?" tanya Viviana.
Sasa terdiam lama sambil memejamkan mata. Kedua tangannya disilangkan di depan dada.
"Sejak ketemu Abeno, hidup gue jadi gak tenang." Viviana terperanjat hingga dia terduduk dari rebahannya yang nyaman.
"Jangan bilang lo naksir cowok gue!" sentak Viviana.
"Sabar, Vi. Gak usah ngegas kali." Sasa membuka matanya.
"Tapi sumpah gue gak akan maafin lo kalau lo sampai naksir cowok gue." Kini Viviana mulai menggunakan jari telunjuknya untuk menuding sahabatnya.
"Ye ela, Vi. Ya gak mungkin lah gue mau nikung sahabat terbaik gue sendiri. Makanya sabar dulu, dengerin gue."
"Ok, sorry. Gue cuma terlalu sayang aja sama Abeno. Udah gih buruan cerita, jangan bikin gue penasaran."
"Nih, lo lihat aja sendiri." Sasa menyodorkan selembar foto pada Viviana.
Di foto itu Sasa masih menggunakan seragam SMA. Dia bersama seorang cowok yang berseragam sama dengannya. Dari warnanya yang sudah mulai memudar, Viviana tahu itu foto lama. Di foto itu tampak tangan si cowok melingkar di pundak Sasa dengan mesra. Bahkan pipi kiri cowok itu menempel pada pipi kanan Sasa. Keduanya tersenyum lebar.
Tapi yang membuat mata Viviana membulat sempurna adalah cowok yang sedang bersama Sasa. Wajah cowok itu sangat mirip dengan Abeno. Matanya, senyumnya, posturnya, semua mirip. Yang membedakan hanya gaya rambutnya. Abeno berambut cepak, sedangkan cowok yang bersama Sasa berambut agak panjang bergelombang dengan anak rambut menutupi dahinya. Gayanya mirip opaa-opaa Korea yang sering dilihatnya di drama.
"Cowok lo?"
"Lebih tepatnya mantan."
"Mirip banget sama Abeno."
"Mungkin gak sih kalau mereka kakak adik?"
Viviana berpikir sejenak. Mengingat apakah Abeno pernah bercerita bahwa dirinya memiliki kakak laki-laki. Tapi dia baru menyadari bahwa mereka belum pernah bercerita sejauh itu tentang keluarga masing-masing.
"Besok deh gue tanya ke Abeno apa dia punya kakak laki-laki. Siapa nama cowok lo ini?"
"Mantan, Vi, mantan!" kata Sasa galak.
"Iya iya sorry. Gitu aja ngegas."
"Moreno. Kami putus pas gue semester satu." Pandangan Sasa menerawang, seolah kejadian yang sudah berlalu bertahun-tahun lalu itu kini ada di atas kepalanya.
"Oh gue ingat. Waktu kita semester satu, lo pernah nangis seminggu gak berhenti gara-gara cowok lo yang kuliah di Paris itu selingkuh, kan? Jadi ini orangnya?"
Lagi-lagi Sasa menghea napas kasar.
"Gue sebenarnya gak yakin juga apa dia selingkuh. Seperti yang lo tahu, dia kuliah di Paris. LDR itu gak mudah, Vi. Banyak godaannya, banyak curiganya."
"Tapi kan lo bilang lo lihat sendiri ada cewek di kamarnya pas kalian video call?"
"Saat itu Moreno bilang cewek itu cuma teman. Dan sebenarnya mereka di kamar itu berbanyak, tapi gue saat itu terlalu emosi untuk mendengarkan dan mempercayai penjelasannya. Sekarang gue menyesal, Vi. Seandainya waktu bisa diulang, gue sangat ingin percaya pada Moreno. Tapi semua sudah terlambat, Vi." Sangat terlihat Sasa mencoba menahan agar air matanya tidak tumpah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cowok Berondongku
Teen FictionViviana, guru Matematika yang terkenal tegas dan disiplin. Ia menjadi guru di usianya yang masih muda berkat kecerdasannya. Dia memasuki sekolah dasar di usia belum genap 6 tahun dan di sekolah menengah pun ia mengambil kelas percepatan. Usianya bar...